"Aku mungkin menjadi yang kedua, namun bukan berarti aku tak bisa merebut nya. bunga cantik tidak boleh jatuh ke tangan yang salah"
Hari esok kembali dimulai, matahari di ujung timur memberi kehangatan pada hidup seorang anak laki-laki yang tengah berjalan sendirian.
Melewati gang-gang kecil hingga dia sampai di tempat anak-anak sepantaran nya menuntut ilmu, terlalu rajin datang sepagi itu untuk seukuran anak SMA.
Namun nampaknya ia tak masalah, lagipula tujuan nya bukan hanya untuk belajar. sesuatu yang lebih gila ia lakukan di depan kelas itu sambil menunggu satpam yang membuka kunci kelas.
Di antara orang lain yang menikmati paginya dengan kicauan burung di telinga, dan memandangi awan putih yang indah. dirinya malah menikmati pagi nya dengan menggores-goreskan tangan nya dengan sesuatu benda yang tak mau aku sebut nama nya.
Sesekali ia meringis kesakitan. darah juga mulai keluar dari luka nya, namun tak terlalu banyak. jatuh ke dalam jurang gelap yang membuat ia kembali gelap mata melakukan itu semua di sekolah.
"Hei! Ngapain itu!" Tegur Pak Chakra si satpam sekolah.
"Eh! Nggak ngapa-ngapain kok pak." jawab laki-laki itu sambil menyembunyikan luka nya.
"Nih, kelasnya udah dibuka. jangan duduk di bawah situ, kotor." Lanjut pak Chakra.
"Okee pak, siap!"
Ia melangkah masuk ke dalam kelas yang mulai terang dimasuki cahaya mentari pagi. hampir saja tadi ia ketahuan melakukan kekerasan fisik pada dirinya sendiri.
"Untunglah gue nggak ketahuan. Gilaa, luka di tangan gue makin banyak aja." gumamnya.
Ia melirik pergelangan tangan kiri nya, penuh luka garis-garis bekas sayatan benda tajam. Benar-benar menjijikkan, beberapa plester juga masih tertempel untuk menutupi luka berdarah di sana.
Ia hanya mengelus lembut tangan kirinya, mengelap darah yang terus keluar perlahan-lahan. ia tutup luka itu dengan plester, tak mau orang lain melihat kehancuran nya.
Daripada makin jenuh di dalam kelas. ia memilih untuk duduk dibsekitar taman sekolah, menikmati semilir angin sejuk dan cahaya hangat untuk membantu dirinya menjalani hari.
"Hoi! Arthur!" Teriak seseorang dari arah ruang piket.
Laki-laki itu menengok, mencari tahu siapa gerangan yang berani memanggil nama nya pagi itu. seseorang yang tak ia harapkan malah datang menghampiri nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEKASI DI TAHUN 2016
Teen FictionBekasi, sebuah kota kecil yang menyimpan luka besar bagi seorang anak laki-laki bernama Arthur Wiratama Yudhistira. Nama yang cukup indah untuk seorang siswa SMA yang sehari-harinya disiksa oleh semesta. Hidupnya pilu, semuanya rancu. setiap hari di...