"Teman bukan hanya sekedar panggilan tapi juga bentuk rasa kepedulian."
"Perasaan kemarin nggak kayak gini deh, gue nggak salah lihat kan?"
Tepat di sebelahku, kini duduk seorang anak laki-laki dengan bentuk rambut khas ala curtain. lengkap bersama beberapa tumpukan buku fisika di atas meja, aku sedikit ragu untuk mengakui, tapi apa mungkin aku bisa mempercayainya sebagai 'teman'?.
"Kenapa? Kok Lo ngelihatin gue kayak gitu? Ada yang salah ya dari penampilan gue hari ini?"
Lamunanku terpecahkan oleh teguran nya. aku masih belum bisa mempercayai mataku sendiri, kalau anak itu kini berpenampilan sangat jauh berbeda dari tempo hari. Benar-benar luar biasa, apa benar dia orang nya? Aku nggak salah lihat kan?
"Lo Bramantyo kan?" Tanyaku hati-hati.
"Iya gue Tyo, yang kemarin malam Lo tolongin, lupa?"
"Enggak kok, cuman penampilan Lo berubah drastis, sampai-sampai bikin gue pangling."
Ia tertawa kecil, sambil membereskan beberapa tumpukan buku miliknya yang hampir menutupi separuh meja. setelah itu ia kembali menatapku, yang tengah fokus mengerjakan beberapa tugas di buku tulis. matanya jelalatan memperhatikan deretan soal kimia yang dengan mudahnya terselesaikan dalam waktu kurang dari 5 menit.
"Gila! Soal serumit itu bisa Lo kerjain dengan cepatnya?! merinding! Lo beneran manusia bukan sih, Thur?"
"Gimana ya jawabnya? bukan mau sombong, tapi kuncinya adalah belajar," jawabku sambil terkekeh.
"Ajarin gue dong, gue paling bodoh soal beginian, belum lagi kalau kuis. dapat nilainya selalu mirip angka tahun lahirnya John Dalton, bikin frustasi!"
"Hahaha, ya deh sini gue ajarin, mumpung lagi senggang juga."
Kami berdua belum lama bertemu. anak di hadapanku ini adalah Bramantyo, atau supaya mudah kita sebut saja Tyo. bisa ku katakan dia anak yang sedikit populer di kelas, dengan kemahirannya dalam bermain basket, ditambah tingginya yang hampir sama seperti atlet Kevin Sanjaya, anak perempuan mana yang tidak heboh jika melihatnya?.
Namun, baru-baru ini aku mendapat fakta yang mengejutkan tentang dirinya. anak laki-laki bertubuh jangkung itu ternyata sering mendapatkan perlakuan buruk dari-- aku benci mengatakannya, tapi Tyo bilang mereka adalah teman semasa SMP nya dulu. menurutku setelah apa yang mereka lakukan pada Tyo, anak-anak itu tak pantas lagi di sebut sebagai teman.
Niat awal ku hanya ingin menolongnya dari praktik penindasan yang terjadi. tapi siapa sangka sikap sok pahlawan yang aku lakukan kemarin, dapat membuatku mendapat teman baru. aku senang bukan main, tapi di satu sisi aku juga masih takut bertemu orang baru. apalagi jika ia tahu diri ini sering melakukan hal-hal ajaib seperti menyayat tangan dengan silet atau sekedar menangis tanpa alasan, bisa-bisa aku di anggap gila olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEKASI DI TAHUN 2016
Teen FictionBekasi, sebuah kota kecil yang menyimpan luka besar bagi seorang anak laki-laki bernama Arthur Wiratama Yudhistira. Nama yang cukup indah untuk seorang siswa SMA yang sehari-harinya disiksa oleh semesta. Hidupnya pilu, semuanya rancu. setiap hari di...