MAAF DAN TERIMA KASIH

8 1 1
                                    

"Semesta boleh mentakdirkan segala kemungkinan untuk kita, tapi semua hasil itu tetap kita yang menentukan nya, dengan segala pengorbanan dan air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semesta boleh mentakdirkan segala kemungkinan untuk kita, tapi semua hasil itu tetap kita yang menentukan nya, dengan segala pengorbanan dan air mata."

Setelah waktu yang panjang, akhirnya sang tokoh utama bisa berdamai dengan riuhnya permasalahan dalam hidupnya. Tepat satu minggu setelah Arthur kembali dari rumah sakit, ia masih terus menjalani beberapa pengobatan psikologi demi menyembuhkan beberapa luka trauma yang masih melekat.

"Mas bro!! Ayo kita ke kantin! Waktu itu lo udah janji buat ajak gue makan cireng bareng di warung nya mbok sari kan?"

Dan siang ini, anak itu kembali ke sekolah nya, kembali ke Trikula. Setelah masa skorsing yang panjang selesai, akhirnya ia bisa kembali menemui orang-orang berharga yang sudah ia anggap seperti keluarga, terutama si jangkung yang dari kemarin terus menerus meminta Arthur untuk menepati janji nya.

"Iya-iya, sabar sebentar Tyo. Gue mau ke kelas nya Sekar dulu," jawab Arthur sembari membawa sebuah kotak bekal di tangan nya.

Tyo hanya mengangguk kecil dan mengikuti Arthur dari belakang, tak jarang para siswa di Trikula membicarakan Arthur. Bahkan seperti yang terjadi saat ini, anak laki-laki itu bisa mendengar jelas bisikan kematian orang lain mengenai dirinya.

"Banyak yang bilang semasa dia di skorsing, anak itu malah melakukan aksi bunuh diri, bodoh ya? Aneh-aneh saja kelakuan nya."

"Percuma kalau nilai akademik nya bagus tapi mantan pelaku bundir, menyakiti diri sendiri saja bangga. Dasar calon psikopat."

"Kamu ingat peristiwa ketika ia berkelahi di kantin sekolah? Sok kuat tapi pada akhirnya dia sendiri yang menunjukkan kelemahannya. Dasar anak aneh."

Bisikan-bisikan itu terasa menusuk kepala Arthur secara berulang, sakit. Jujur ia juga tak mau mendengarnya, andai ia bisa membuat tuli telinganya untuk sesaat maka ia rela. Mendengar lebih sakit dari melihat.

"Nggak usah dipikirkan, memangnya siapa mereka sampai harus lo dengarkan? Presiden? Mereka cuman orang bawel yang nggak tahu apa-apa." Celetuk Tyo tiba-tiba.

Arthur menoleh dan tersenyum kecil ke arahnya.

"Iya, gue paham kok. Lagipula gue juga udah nggak peduli akan hal itu, biarlah mereka mau memandang gue seperti apapun, memenuhi standar orang lain pun nggak akan membuat hidup gue tenang kan?"

Tyo mengangguk dan menepuk pundak Arthur pelan, ia seolah memberikan dukungan untuk anak itu supaya tak lagi terpuruk dalam keadaan.

"Omong-omong yang lo bawa itu apa?"

"Ini? Bekal buat Sekar. Dia pasti sedang di kelas dan belum makan, terlalu rajin sampai lupa sama dirinya sendiri."

Tyo mulai tersenyum jahil.

"Ciee, romantis banget romeo yang satu ini."

Wajah Arthur merona, merah. Ia dan anak perempuan itu belum bertemu lagi selama beberapa hari, itu karena persiapan ujian kelulusan yang sudah hampir mendekat. Arthur yang sibuk mengejar nilai karena ketertinggalan nya dan Sekar si ambisius yang selalu lupa waktu. Namun walau begitu hubungan mereka masih rekat bagaikan lem yang tak bisa di pisahkan dari kertas.

BEKASI DI TAHUN 2016Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang