(14) Pergi Jalan-Jalan

21 8 3
                                    


ʙᴀɢɪᴀɴ 𝟷𝟺

𝓟𝓮𝓻𝓰𝓲 𝓙𝓪𝓵𝓪𝓷-𝓙𝓪𝓵𝓪𝓷

Pukul sembilan malam, Radan melakukan panggilan video, kembali dia ceritakan hari-harinya padaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul sembilan malam, Radan melakukan panggilan video, kembali dia ceritakan hari-harinya padaku. Kali ini latar belakang kameranya bukan di kamar, tapi di ruang tamu sehingga aku turut berbincang bersama dengan keluarganya juga.

Radan masih sedikit pucat, beberapa waktu lalu dia terserang masuk angin dan flu batuk, ditambah kegiatan kampusnya menguras energi, wajahnya nampak kelelahan.

"Hari Jumat aku mau healing sama kawan-kawanku," katanya. Hari Jumat artinya dua hari lagi.

"Lagi sakit juga, gak bisa di undur kah?" sahutku.

"Gak enak aku Sayang, kalo aku gak jadi semua juga gak jadi." Radan nampak merebahkan diri di sofa, dekat dengan ibunya.

"Mau pergi ke mana?"

"Ke pantai katanya, padahal lagi masuk angin ya dia." Kini ibunya yang menyahut.

"Gimana si Sayang?" kataku.

"Gak apa-apa Sayangku, nanti juga sembuh," ujarnya.

Radan itu kalau sudah bersangkutan dengan kawan-kawannya macam begitulah. Aku tak bermaksud melarang, karena pertemanan mereka memang satu frekuensi, tukang safar.

"Anjali, kata Ibun kamu ke sini kapan-kapan." Radan tersenyum kecil.

"Radan juga yang mau, tapi iya Anjali, ke sinilah main, nanti kenalan sama teman-temannya Radan tuh, anak baik semua mereka itu," kata Ibun.

"Ke sini ya? janji?" Radan kembali menyahuti.

"Iya nanti," kataku.

"Oke, kita lomba pasang robot sama lego." Lagi-lagi mainan yang pemuda itu bahas.

"Sayang, kamu suka bunga apa?" tanyanya.

"Hmm, apa ya? semua bunga aku suka," jawabku.

"Bunga tahi ayam suka?" Sialan betul si Radan ini memang.

"Kenapa masih suka aja sih sama manusia modelan Radan?" pekik Adiknya yang tiba-tiba masuk kamera dengan terburu.

"Abis modelan Radan cari di mana lagi?" aku terkekeh.

"Becanda sayangku. Aku kepikiran kasih kamu bunga, yang cantik sama seperti kamu, mau?"

"Mau dong, apalagi yang ngasih Pangeran dari bumi lancang kuning," kataku terkekeh.

"Bisa aja Putri ranah jawara, tapi itu nanti ketika kamu sampai di rumahku, tibalah di bumi lancang kuning dan aku akan memberimu hadiah yang setimpal, aku janji tidak akan mengecewakan," celotehnya.

"Oke, aku selalu percaya janjimu."

...⁠ᘛ⁠⁐̤

Pemuda itu, betulan akan pergi besok. Dia bilang tubuhnya sudah lebih baik. Malam ini aku kembali melakukan rutinitas, video call dengannya.

𝐄𝐥𝐞𝐠𝐢 [𝐝𝐮𝐤𝐚] 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang