(17) Pusara Cinta

45 17 49
                                    


ʙᴀɢɪᴀɴ 𝟷𝟽

𝓟𝓾𝓼𝓪𝓻𝓪 𝓒𝓲𝓷𝓽𝓪

Tidakkah terlalu cepat Radan membuktikan ucapannya tentang cinta terakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidakkah terlalu cepat Radan membuktikan ucapannya tentang cinta terakhir. Aku masih sangat menikmati kisah cinta kita yang nyaris sempurna, inikah yang dinamakan kesempurnaan hanya milik yang kuasa, bisakah kupinta sedikit waktu lagi, aku akan mencintaimu dengan ribuan kali lebih besar dari cintamu kepadaku.

Jasad yang kami sayangi itu tengah diturunkan ke dalam liang lahat.

"Aku gak akan merubah perasaanku terhadapmu, sampai kapanpun itu."
-Radan (Bab 6)

Ibun terus saja menangis dipelukan Arsan yang juga merengkuh ibunya dengan penuh perlindungan.

Radan sudah mencium tanah, tempat istirahatnya di dalam keabadian.

"kamu gak perlu kasih aku waktu buat duniaku, karena kamu juga bagian dari duniaku yang perlu diluangkan waktu."
-Radan (Bab 12)

Pemuda ceria itu; mulai ditimbun dengan tanah, sedikit demi sedikit tertutupi seiring dengan tangis yang membanjiri.

"Aku mencintaimu sepanjang napasku."
-Radan (Bab 14)

Sampai hampir sempurna kami hantar menuju persemayaman terakhirmu.

"Aku juga mau bilang, aku beruntung bisa kenal dan milikin kamu, sepertinya kamu betulan cinta terakhirku meskipun nanti aku bukan cinta terakhirmu."
-Radan (Bab 14)

Radan Arzatta Bastio, namamu elok kupandang menghias nisan, nama ayahmu setelahnya; di mana kau mengembusksn napas terakhir kemudian.

Akan kuberikan separuh ruang dihatiku, hanya untukmu, Radan Arzatta Bastio. Radan lihatlah ibu, ayah, adikmu, teman-teman tongkronganmu juga aku yang menghias peristirahatan terakhirmu begitu pilu.

Kami kehilangan seorang putra yang berbakti, abang yang baik, kawan sejati dan laki-laki yang tulus.

Kusandarkan bunga terakhirku di atas pusaramu; aku kembalikan janjimu yang akan memberiku bunga ketika menapakkan kaki di ranah kelahiranmu.

Di detik ini, aku terpaksa sadar pada kenyataan, bahwa Radan benar-benar tiada. Di dalam hatiku terus memanggil namamu, barangkali kau akan kembali tapi sampai dikebumikan, kau sudah pergi jauh dariku.

Sakit meremas hatiku begitu kuat, kita sedang sama-sama berharap temu untuk kerinduan. Kau bilang kau akan kembali dan aku akan menunggu, kita akan sama-sama menyiarkan cinta. Aku menunggumu begitu dikekang rindu, sepertinya penciptamu juga begitu merindukanmu, karena kau pemuda yang baik.

Di sekelilingku orang-orang mulai membubarkan diri, hanya tersisa keluarga Radan dan kawan-kawan tongkrongannya yang tengah merunduk sambil memerhatikan aku yang terus menerus diam menatap pusara Radan, hanya mataku yang menetes tiap tetes kerinduan dan kedukaan yang tiada bisa kuungkap lagi, begitu meremas jantung hati dan seluruh organ tubuh, sebegitu sakitnya sampai aku tidak bisa bersuara.

"Jangan melamun, kamu harus terima kenyataan bahwa Radan sudah tiada, tapi cintanya akan selalu ada untukmu dan untuk kita semua," ujar Tante Reli.

"Dia anak baik yang penuh dengan cinta, Tuhan juga akan kasih jalan penerangan untuknya," timpal Paman Radan.

"Kita pulang ya?" ajak Asran pada Ibun yang juga termenung menatap pusara putra sulungnya. Wanita paruh baya itu mengangguk singkat, dia tidak menangis lagi. Mungkin saja air matanya sudah kering, hingga rasa sakitnya tidak lagi bisa dilampiaskan pada tangis.

Kami segera bangkit dari sana, kulihat Koh Sadewa mengusap nisan Radan sebelum berdiri. Kami meninggalkan Radan dirumah barunya bersama teman-teman tongkrongannya yang masih ingin berada di sana.

...⁠ᘛ⁠⁐̤⁠ᕐ

Aku melangkahkan kakiku ke dalam kamar milik Radan, kamar yang ditata rapi oleh yang empunya. Kusentuh kasur dengan seprei warna merah muda corak bunga, aku menyaksikan ketika Radan sendiri yang memasangnya.

Ibun mengajakku duduk di kasur sambil membawa album-album foto keluarga mereka, sudah pasti ada potret Radan dari bayi lucu sampai menjadi pemuda tampan hari ini.

"Radan adalah hadiah pertama pernikahan Ibun dan Ayah, dia yang pertama membuatku dipanggil Ibu." Ibun mengusap potret masa kecil Radan, berkisar usia tiga tahun tengah tersenyum manis.

"Kami merawatnya dengan penuh cinta, mengajarinya tentang sebuah ketulusan dan cara menghargai sejak dini, dia anak yang pintar dan penurut, bahkan diusianya yang masih satu tahun sudah memiliki Asran sebagai adiknya, dia sudah tau cara menyayangi dan mencintai keluarga." Tetes demi tetes air mata itu jatuh dari netra yang berbingkai bulu mata lentik-aku jadi ingat sesuatu-nampak memesona seperti milik Radan.

"Aku yang mengajari dia berjalan, berbicara dan aku yang selalu memperkenalkannya tentang cinta, aku ingin memiliki anak laki-laki yang bisa mencintai dengan segenap ketulusannya, ketika dia bilang jatuh hati dengan perempuan bagian Jawa, akhirnya aku bisa menatap paras manisnya perempuan itu secara langsung. Anjali, lewat kamu Ibun bisa melunasi keinginan untuk memiliki anak laki-laki yang tulus pada satu perempuan."

Aku merunduk, menghapus air di sudut mata mendengar Ibun berbicara. Ibunya Radan kini beralih pada lemari kayu jati, tempat Radan menyimpan pakaiannya, dia nampak mengeluarkan sesuatu, kotak berukuran sedang warna biru, dia serahkan padaku.

"Satu Minggu lalu, 25 November saat ulang tahunmu, Radan meminta Ibun untuk menemani membeli hadiah untukmu," ujarnya.

Aku membuka kotak tersebut, air mataku menetes ke dalamnya. Janji Radan tentang hadiah ulang tahun, satu set baju casual beserta perlengkapan riasan wajah. Aku selalu tahu, dia pemuda yang tidak pernah ingkar janji, Ibun benar mendidiknya dengan sangat baik.

"Sudah bertahun-tahun setiap 25 November, Ibun akan membantunya membeli hadiah, dia begitu semangat dan Ibun juga senang. 25 November kemarin dia mengulang hal yang sama, bahkan lebih semangat lagi, karena ini hadiah pertama dalam status kencan kalian ... dia agak beda waktu itu, Radan membelikan Ibun cin-cin rupanya, Ibun agak terharu mengingat satu Minggu lalu,"

Aku mengusap lengan Ibun ditengah cerita dia kembali terisak.

"Dia bilang 'Abang pengen kasih Ibun hadiah' langsung dipakaikan juga olehnya. Dia bilang lagi 'Untuk kedua perempuan kesayangan, semoga kalian berbahagia selalu'." Dia melanjutkan.

Kami berdiam cukup lama di sana, mengenang apa saja yang pemuda itu lakukan di kamar ini. Aku menyimpan kotak pemberian Radan dan mulai menelusuri setiap sudut, aku bergerak ke arah lemari kaca yang menjadi tempat koleksi mainan Radan yang beberapa waktu lalu dipamerkan.

Kutatap dinosaurus t-rex biru dan dinosaurus kuning, juga robot berbentuk gurita. Ibunya Radan juga turut menelusuri kamar putra sulungnya.

"Ini punyamu kan?" katanya. Membuatku menoleh menatap scruncie oranyeku juga jedai biru yang dibawa Radan. Kuraih benda itu, jika jedai cokelat ada di spion motor Radan, jedai biru dan scruncie oranyeku ada di sini, kemana perginya scruncie biruku yang Radan bawa sebelum dia pulang dari rumahku?

Aku kembali menelusuri nakas, buku ukuran sedang bersampul jingga dengan pulpen di atasnya, sepertinya juga terdapat selembar kertas yang disobek di dalamnya. Aku raih dengan penuh rasa penasaran.

Kamu itu kebahagiaan, akan kucintai dirimu selalu, di detik terakhir napas kukenang namamu "Anjali Sastraraya", di detik terakhir detak jantung kubayangkan wajahmu yang elok, sampai detik kematian menjemput bagian otakku, akan kukenang cintaku dan cintamu dan membawanya ke keabadian. Anjali, akan kucintai dirimu selalu, walau tanpa napas lagi

-Radan Arzatta Bastio

𝐄𝐥𝐞𝐠𝐢 [𝐝𝐮𝐤𝐚] 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang