ʙᴀɢɪᴀɴ 𝟷𝟾𝓡𝓪𝓭𝓪𝓷 𝓣𝓮𝓻𝓴𝓪𝓼𝓲𝓱
Tajuk mahkota, aku 'kan menunggu, walaupun seribu tahun lagi asal kau akan kembali padaku. Aku 'kan menunggu sama sepertimu, menungguku sambil menyemai cinta.
Kutatap kursi di seberang yang kosong, aku berharap Radan akan tiba di tempatnya menikmati kopi bersamaku, ditemani cicitan burung, ayam bahkan angsa peliharaan mama, atau bahkan diganggu boleh Sadewa.
Aku lihat potretnya di handphone, dengan senyum sumringahnya Radan di kenal periang ... aku telah kehilangan Radan yang periang ... untuk selamanya dan mahligai cintaku telah hancur.
"Kamu itu cintanya Radan yang paling dalam, Anjali. Meski dengan jarak membentang yang begitu jauh dia tetap mempertahankan cinta itu, membuktikan bahwa cintanya di dalam hati bukan di depan mata."
Aku mengingat lagi ucapan Kahfi tiga bulan lalu di teras rumah Radan, beberapa teman tongkrongan Radan berkumpul di sana, mengenang si Bunda Tongkrongan. Kahfi adalah salah satu kawan Radan yang paling terluka, mereka berangkat ke kampus bersama, siang dan malam bertatap muka sejak kecil.
"Seribu teman baru bisa datang tapi hanya ada satu jenis manusia macam Radan." Kahfi terkekeh. Tengah mengingat betapa konyolnya Radan, mungkin.
"Dia kemana-mana bawa ikat rambutmu, jepitan dia simpan di spion motor, ikat rambut birumu juga dia bawa saat naik ke gunung kemarin." Nanda menambahkan.
Nanda juga terluka, fisiknya selamat dari kejadian kemarin tapi mentalnya juga terguncang. Dia begitu pilu ketika mengatakan, mereka naik berdelapan pulang hanya berempat.
"Mau kopi?" Koh Sadewa tiba menawarkan. Aku terdiam beberapa saat, mengingat kopi dan ribuan kisah di dalamnya, Radan merajai jiwaku yang nestapa. Aku menggeleng pelan seiring air mataku menetes tiba-tiba.
"Aku mungkin gak akan suka kopi lagi," kataku.
Semua tau Radan dan Anjali yang sama-sama pecinta kopi; kopi & kita adalah kisah; setiap bertemu kita tidak pernah melewatkan coffe talk dihalaman belakang rumahku dengan fokus tanpa ponsel dan tatapan teduhmu selalu menatapku; membuat tanpa sadar perbincangan kita selalu berkesan; membicarakan apa saja yang selalu kamu buat seru; sejak kamu pergi aku tidak lagi menyentuh kopi canduku.
"Kalian berdua sama-sama kehilangan." Koh Sadewa melirik angsa di bawah pohon. Aku memandang sedih seekor angsa di hadapanku yang tengah merenung tanpa gerak dan tanpa suara, tidak macam biasanya. Dia ditinggal mati pasangannya tak lama setelah aku pulang dari bumi lancang kuning.
"Hei angsa, kamu nampak lebih diam, enggan menggangguku lagi? aku tau sedalam apa lukamu, aku juga merasakannya, kalian berdua selalu bersama dan romantis tapi pasanganmu mati setelah di gigit ular, memang keparat ular itu." Celotehanku membuat angsa itu memandangku, macam tertarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐥𝐞𝐠𝐢 [𝐝𝐮𝐤𝐚] 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚
Teen Fiction𝐋𝐚𝐧𝐭𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐧𝐚𝐦𝐚𝐦𝐮 𝐤𝐮𝐥𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐁𝐮𝐧𝐠𝐚 𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐮𝐡𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫 𝐤𝐞 𝐩𝐮𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐢𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐫𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐦𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐣𝐢𝐰𝐚 𝐊𝐚𝐭𝐚...