ʙᴀɢɪᴀɴ 𝟷𝟶
𝓢𝓪𝓴𝓲𝓽
Speaker bluetooth di ruang tengah memutar lagu Minang, kini berjudul "Mimpi Parintang Rusuah"
Di hari yang cerah ini, aku menatap Radan yang baru keluar dari kamarnya tengah mengeringkan rambut mengandalkan handuknya. Aku lantas membawa hairdryer dan menarik Radan untuk kembali masuk ke kamarnya; kondisi pintu terbuka.
"Eh kenapa? kamu mau apain aku?" tanyanya panik, dia menutupi kedua dadanya dengan tangannya membuat aku gemas mencubit dadanya.
"Aduh, aku belum siap dirusak Sayang," lirihnya.
Aku berdecak sambil menyambung kabel hairdryer ke stop kontak. Radan masih mengeringkan rambutnya dengan handuk, sambil beberapa kali menyisirnya agar tidak kusut.
"Sini aku keringin, aku gak ada kerjaan," kataku.
"Perhatian banget sayangnya Radan." Pemuda itu cengengesan membuat aku mengarahkan hairdryer yang sudah menyala ke wajahnya.
"Kasih sayang kamu tuh ditunjukinnya emang pake kekerasan ya," lirih Radan membuatku terkekeh. "Tapi gak masalah buat aku," lanjutnya.
"Vitamin rambut kamu sini." Aku mengulurkan tanganku, sementara pemuda itu memberikan botol spray berukuran sedang.
Aku melirik karet milikku yang ada di nakas juga rambut mullet Radan yang mulai mengering, aku tersenyum penuh arti. Setelah rambut Radan kering sempurna, aku segera meraih sisir untuk membagi tiga rambut belakang Radan yang panjang.
Menyadari bahwa aku tengah sibuk, pemuda itu lantas berkomentar. "Jail banget."
"Rambut kamu bagus kaya di curly gitu," kataku.
"Iya emang dari sananya ... aku ngantuk banget lagi," ujar Radan.
"Nanti bobo, kalo udah selesai dikepang." Perkataanku membuat Radan melirik pura-pura sinis.
"Hayo ngapain," bisik Koh Sadewa yang tengah mengintip. "Tinggal pakein jepitan aja tuh buat poninya, sama pakein bedak," lanjutnya. Dia masuk ke kamar dan berdiri di hadapan Radan sambil memainkan rambut Radan membuat pemuda itu mendengus kesal dan mendorong perut Kokoh.
"Jangan ganggu momen aku sama Anjali dong," pekiknya.
"Radan melupakan aku setelah dapetin Anjali," lirih Koh Sadewa. Dia memilin jemarinya membuatku mual.
"Jijik, gak usah kaya gitu," kataku.
Koh Sadewa merebahkan diri di kasur, tepat di sebelah Radan.
"Radan Frozen," celetuk Koh Sadewa.
Radan meraba rambutnya yang telah kukepang sambil terkekeh. "Ada buntutnya."
Aku terkekeh, mengalungkan kedua tanganku di pundak Radan. "Gendong, kita ngopi ke belakang ," kataku. Radan bangkit berdiri membawaku dipunggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐥𝐞𝐠𝐢 [𝐝𝐮𝐤𝐚] 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚
Teen Fiction𝐋𝐚𝐧𝐭𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐧𝐚𝐦𝐚𝐦𝐮 𝐤𝐮𝐥𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚 𝐁𝐮𝐧𝐠𝐚 𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐮𝐡𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫 𝐤𝐞 𝐩𝐮𝐬𝐚𝐫𝐚 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐢𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐫𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐦𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐣𝐢𝐰𝐚 𝐊𝐚𝐭𝐚...