33 | Sah! [END]

15.2K 630 33
                                    


"Mbak, duduk aja di sini. Supaya lebih tenang."

Diyah menatap dua orang perias yang ada bersamanya di kamar itu. Salah satu dari mereka baru saja memberikan saran yang sama sekali tidak membuat hatinya tenang. Di luar sana sedang berlangsung ijab kabul yang prosesnya bisa di dengar lewat pengeras suara. Sesekali Diyah melirik ke luar, mencari sosok Yayin yang katanya tadi mau mendokumentasikan proses sakral dengan ponsel barunya.

"Sah?"

"SAH!"

"Alhamdulillah ...."

Suasana jadi riuh setelah ijab kabul selesai tanpa halangan. Tidak lama kemudian yang dicari sejak tadi muncul, Yayin memasuki kamar dengan terburu-buru. Rok batik yang ia kenakan sengaja diangkat sedikit supaya langkahnya lebih leluasa.

"Udah sah!" seru Yayin dengan heboh. "Sekarang pengantin perempuan harus keluar untuk ketemu suami."

"Jangan sekarang, Yin!"

Mata Yayin mengerjab cepat. Jelas ada kebingungan di sana. "Kok gitu? Nggak mau ketemu suami? Masih deg-degan?"

"Bukan itu!" Diyah menunjuk pintu kamar mandi yang ada di kamar itu.

"Gimana, sih!" Yayin kesal. Dia melangkah besar-besar mendekat ke pintu kamar mandi lalu mengetuknya secara brutal. "Da! Mada! Lo masih hidup nggak di dalam sana?"

"Masih, lah!" teriak Mada. "Ini pasti gara-gara rujak kemarin sore!"

"Siapa suruh lo ikutan gue sama Yayin ngerujak?!" Diyah setengah memekik. Sejak tadi dia gelisah karena Mada tidak juga keluar dari sana. "Mada, lo masih lama? Beneran nggak bisa ditahan?"

"Mana bisa!!" suara Mada menggelegar. Tapi kemudian terdengar suara rintihan dari dalam sana. "Suami gue suruh sabar dulu. Bentar lagi istrinya ke situ."

Yayin kembali mengetuk pintu dengan keras. "Da, gimana kalau lo pakai pampers aja?"

Diyah langsung memukul pundak Yayin. "Yakali!"

"Mbak, pengantinnya mana?" sebuah suara muncul dari ambang pintu. Perempuan dengan baju serba hitam yang menjadi salah satu staff dari WO memasuki kamar. "Udah waktunya keluar."

Yayin dan Diyah sama-sama menunjuk ke pintu kamar mandi dengan wajah pasrah.


***


Meskipun sempat diwarnai insiden 'kamar mandi', acara hari itu berlangsung dengan lancar. Mada dan suami tampil menawan. Mereka benar-benar jadi raja dan ratu sehari. Semua anggota keluaga berbahagia, begitu juga dengan Yayin dan Diyah yang membawa pasangan masing-masing. Yayin pun membawa Shaum bersama mereka.

Tamu undangan sedang antre untuk foto saat pengantin baru saja keluar setelah berganti baju. Lagi-lagi baju yang dikenakan Mada berhasil membuat tamu undangan terpesona. Mada memang tidak salah memilih WO.

"Mas, besok kita pakai WO yang ini, ya?" Yayin memberikan saran. Ia dan Rifan memang sedang mencari WO untuk hari bahagia mereka yang rencana akan diadakan tiga bulan lagi.

Rifan yang sedang memangku Shaum mengangguk. "Boleh. Nanti kamu tanya kontak mereka."

"Ini." Diyah terkejut saat ada tangan yang mengangsur sepiring salad ke depan wajahnya. "Ngelamunin apa?" Galil duduk di sebelah Diyah setelah perempuan itu menerima salad yang ia bawa.

"Nggak ngelamun, kok. Cuma lagi menikmati suasana." Jujur ada perasaan yang terus mengganjal di hati Diyah sejak Yayin resmi bertunangan dengan Rifan.

Nanti setelah Yayin menikah, berarti tinggal dia seorang diri yang tinggal di kontrakan. Mada akan tinggal jauh atau bahkan berpindah-pindah karena pekerjaan suaminya. Yayin akan pindah ke rumah Rifan yang jaraknya cukup jauh dari kontrakan. Rumah sederhana yang selama ini menjadi tempat mereka bekeluh kesah akan kehilangan dua orang yang sudah melangkah ke jenjang kehidupan yang lebih serius.

Galil menangkap kekhawatiran di wajah Diyah. Perempuan yang sedang menikmati salad itu kini terus menunduk. "Hey, kenapa?" Ia mendekat supaya suaranya terdengar karena musik kembali dimainkan. "Ada yang sakit?"

Diyah mengangkat wajahnya. Matanya berkaca-kaca. "Terharu aja karena Mada udah nikah dan sebentar lagi Yayin nyusul. Kayaknya baru kemarin kami beli perabotan untuk kontrakan. Dan sekarang mereka lagi beres-beres untuk ikut suami."

"Kalau gitu Mbak juga ikutan beres-beres terus pindah ke apartemen gue."

"Lo mau kita digerebek polisi?"

"Gue belum pernah dengar ada polisi gerebek apartemen." Galil melingkarkan tangan kanannya ke punggung Diyah. Ia mencoba menenangkan perempuan itu.

Hubungan mereka memang baru berjalan beberapa bulan. Tapi seminggu yang lalu Galil menemuinya dengan membawa sepasang cincin. Laki-laki itu menawarkan sebuah keseriusan yang tidak terbayangkan oleh Diyah akan datang begitu cepat. Diyah tidak menolak atapun mengiyakan. Dia meminta waktu untuk mereka lebih mengenal dulu. Bukannya Diyah meragukan perasaan Galil, sama sekali tidak seperti itu.

Hanya saja Diyah takut salah ambil keputusan. Apalagi saat ini dia sedang sedih karena dua sahabatnya akan pergi dari kontrakan. Dia tidak mau menikah hanya karena tidak ingin tinggal sendiri. Dia tidak ingin mengambil keputusan saat hatinya sedang galau.

Dan Galil memahami posisi Diyah. Laki-laki itu setuju memberi Diyah waktu.

"Gimana kalau kita nikah bulan depan? Oh, atau akhir bulan ini juga boleh."

"Buru-buru banget mau kemana, sih?" Diyah menanggapi pertanyaan Galil dengan nada bercanda.

Galil lega setelah melihat keceriaan telah kembali diwajah kekasihnya. "Gue mau membawa Mbak Diyah ketempat yang lebih seru."

"Pelan-pelan Mas Galil."

Galil tak bisa menahan tawanya. Ia terbahak bersama Diyah sampai mereka jadi pusat perhatian.

"Kalian kenapa?" tanya Yayin yang duduk satu meja dengan mereka. "Kesambet demit penganten?"

"Kesambet cinta, Mbak!" kata Galil dan berhasil membuat Yayin bergidik ngeri. "Persiapan pernikahannya udah sampai mana, Mas?" ia mengajak ngobrol Rifan yang sejak tadi lebih fokus ke putrinya ketimbang suasana acara.

Rifan menurunkan Shaum dari pangkuannya. "Lagi cari WO. Tadi Yayin bilang mau pakai WO yang ini." Ia menunjuk tim WO yang sedang berkumpul disatu sudut.

"Maaf, ya, Galil, gue duluan." Yayin memamerkan cincin yang ada di tangan kirinya.

Galil sama sekali tidak terlihat iri. "Gue, sih, gampang aja kalau emang mau nyalip. Asalkan pacar gue bilang 'yes', minggu depan nikah juga ayok!"

"Diyah! Itu bocah mulai ngelunjak!" Yayin meminta pertolongan. Karena respon dari Diyah kurang memuaskan, ia beralih ke Rifan. "Mas! Kita mau di salip! Kita harus ngebuut!!!"


-Selesai-


PERSISTEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang