Puteri Rora & Pangeran Ricky

8 0 0
                                    

Jeritan kesakitan yang menusuk hati berasal dari kamar Selir Aura, memecah keheningan malam yang dipenuhi gemerlap bintang. Di istana Kerajaan Element, suasana tegang terasa saat keluarga kerajaan bersiap menyambut kelahiran anggota baru, terlebih lagi, kali ini merupakan kelahiran kembar yang sangat dinantikan.

Di samping tempat tidur, Raja Halilintar memegang erat tangan Aura, matanya penuh dengan kekhawatiran dan ketegangan. Aura merasakan dorongan yang luar biasa dari dalam tubuhnya, merobek kedua bayinya dari pelukannya yang hangat. Dia menjerit kesakitan, namun di balik rasa sakit itu, ada kekuatan yang luar biasa yang mendorongnya maju.

"Dorong, Aura, kau bisa melakukannya," ujar Halilintar dengan penuh keyakinan, memandangi istrinya dengan mata penuh kasih. "Aku yakin kau akan berhasil. Anak-anak kita hampir sampai."

Aura menggigit bibirnya, menerima dorongan dan dukungan dari suaminya dengan penuh tekad. Dengan sekuat tenaga, dia mendorong bayinya keluar ke dunia ini, melewati rasa sakit yang melanda tubuhnya. Suara tangisan pertama bayi kembar mereka akhirnya terdengar, menjadi musik kelegaan bagi Aura. Tangis kebahagiaan menyusul jeritan kesakitan, mengisi ruangan dengan kehangatan dan kelegaan.

Untuk sekilah Aura dapat melihat bayinya yang masih berlumuran darah. Tubuhnya serasa lebih ringan dari biasanya, dan suhu tubuh yang semakin dingin dalam genggaman hangat Halilintar.

Aura melirih menahan sakit yang masih melanda, tubuhnya terasa lemah setelah melahirkan. Dia merasa perlu untuk mendapatkan bantuan, dan segera meminta Halilintar untuk memanggilkan Rose, Ratu istana yang bijaksana dan penyayang.

"Yang Mulia..." bisik Aura dengan napas terengah-engah, suaranya lemah namun penuh dengan keputusan. "Aku membutuhkan Kakak. Tolong, cepat."

Halilintar mengangguk dengan penuh pengertian, merasakan keadaan genting yang dihadapi oleh istrinya. Dia segera bergerak, memanggil salah satu pelayan untuk segera mendatangkan Rose.

"Aura... kamu hebat, aku mencintaimu" Aura terpejam, rasanya begitu bahagia setiap kali Halilintar mengakatan kalimat cinta dengan porsi yang berbeda untuk Rose.

"Yang Mulia... kau akan menjaga anak-anak kita bukan?"

"Tentu Aura, kita akan menjaga dan mendidik mereka bersama"

Aura masih terengah, matanya semakin berat namun harus dia tahan hingga Rose datang. 

Rose segera mendekati tempat tidur Aura, matanya penuh dengan kekhawatiran. Dia segera mengambil tangan Aura dengan lembut, merasakan detak jantung yang lemah namun tegar.

"Aku di sini, Aura," ucap Rose dengan suara lembut. "Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

Aura merasa lega melihat kehadiran Rose, merasakan kehangatan dan ketenangan dari sentuhan dan kata-katanya. Aura menelan ludahnya dengan susah payah sebelum berbicara, "Kakak, tolong maafkan segala kesalahanku dan aku memohon, cintailah kedua anakku seperti kau mencintai kedua putramu. Beri nama mereka Puteri Rora dan Pangeran Ricky."

Rose mengangguk, matanya penuh dengan air mata. "Aku akan melakukannya, Aura. Aku akan menjaga mereka dengan penuh kasih sayang, kedua anakmu juga anakku"

Aura menarik nafas dalam-dalam, mempersiapkan dirinya untuk pengakuan terakhirnya. "Yang Mulia..., aku sangat mencintaimu. Sampai detik terakhir ini, cintaku padamu tak pernah pudar."

Halilintar menatap istrinya dengan mata penuh cinta, tangannya masih berpegangan erat. "Aku juga mencintaimu, Aura. Selamanya, kumohon bertahanlah"

Aura tersenyum lemah, rasanya seakan-akan beban besar telah terangkat dari dadanya. "Aku... percaya pada kalian...", dengan damai, dia menutup mata dan membiarkan nafasnya berhenti.

What If : OPEN YOUR WORDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang