Halilintar (34 tahun)
Rose (26 tahun)
Anak 1, Amora (3 tahun)Siang itu, matahari bersinar terik di atas kota. Kesibukan kantor tak terbantahkan, suara telepon berdering dan bunyi ketikan keyboard memenuhi ruangan. Namun, di kantor pribadi Halilintar, suasana berbeda sedang terjadi.
Rose datang mengunjungi Halilintar saat jam makan siang. Dia membawakan makanan kesukaan suaminya, berharap bisa menikmati waktu bersama di tengah kesibukan. Namun, begitu pintu kantor tertutup, Halilintar tak bisa menahan diri melihat istrinya yang begitu cantik dan memesona.
Halilintar mengunci pintu dan mendekati Rose dengan langkah tegas. "Aku rindu kamu," bisiknya dengan nada berat.
Rose tersenyum lembut, meletakkan kotak makan di meja. "Aku juga rindu mas. Tapi, kita punya waktu sebentar saja sebelum kembali bekerja."
"Tidak masalah," jawab Halilintar sambil mendekat, tangannya mulai menjelajahi punggung Rose, menariknya ke dalam pelukan. "Aku butuh kamu sekarang.
"Mas, nanti malam di rumah saja," lirihnya mencoba menasehati, meski suaranya sudah mulai bergetar oleh hasrat yang semakin membara.
Halilintar menggeleng, tatapan matanya penuh gairah. "Aku tidak bisa menunggu." Dengan tangan yang kokoh, dia mendorong Rose perlahan hingga terpojok di tembok kantor yang dingin. Sentuhan kulit mereka menciptakan kontras antara panasnya gairah dan dinginnya permukaan di belakang mereka.
Saat tangan Halilintar mencapai bagian intimnya, Rose menggigit bibir bawahnya, tubuhnya merespons secara otomatis. "Oh, Tuhan... MASHH...," desahnya lagi, semakin tenggelam dalam gelombang kenikmatan.
Rose mendesah, tubuhnya bergetar di bawah sentuhan Halilintar. "Massh... aahh...," lirihnya, antara kenikmatan dan ketidakmampuan untuk berkata lebih banyak.
Halilintar menarik jari-jarinya, seakan mempersiapkan langkah berikutnya. Dengan satu gerakan cepat, ia membebaskan dirinya dari penghalang terakhir yang memisahkan mereka. Tanpa ragu, ia memasukkan miliknya yang sudah tegang ke dalam Rose, mendesah pelan saat mereka bersatu.
Rose merasakan kehangatan dan kepenuhan itu dengan intens. Tubuhnya merespons secara alami, melengkung dan menerima setiap dorongan dengan penuh rasa. "Mas... lebih dalam..." desah Rose dengan suara yang semakin serak dan penuh gairah.
Halilintar mengangkat salah satu kaki Rose, memudahkannya untuk masuk lebih dalam, menghilangkan jarak terakhir yang tersisa di antara mereka. "Begini, sayang?" tanyanya sambil tersenyum tipis, menikmati setiap detik dari kebersamaan mereka.
"Mas Halli... oh... lebih dalam lagi... jangan berhenti..."
Desahan Rose memenuhi ruangan, suara napas mereka bercampur dalam simfoni hasrat yang tak tertahankan. "Oh, Hallii... aku... hampir... ya, begitu... jangan berhenti..."
Setiap dorongan Halilintar membuat Rose semakin merintih, menandakan betapa dalam kenikmatan yang ia rasakan. "Oh, Halilintar... aku tidak bisa... oh... ya... ya..."
Saat puncak kenikmatan mendekat, suara Rose semakin keras, rintihannya memenuhi ruangan. "Halilintar... aku... oh, Tuhan... ya..."
Setiap gerakan mereka penuh dengan sinkronisasi sempurna, seolah mereka berdua sudah terbiasa dengan ritme yang saling melengkapi. Napas mereka bercampur dalam keheningan siang, hanya diselingi oleh suara desahan yang keluar tanpa bisa ditahan. "Oh, mas Halii... jangan berhenti..." rintih Rose, merasakan gelombang kenikmatan yang semakin mendalam.
Di luar, suara lalu lintas dan aktivitas kantor seakan menjadi latar belakang yang jauh. Di dalam ruangan itu, hanya ada mereka berdua, terisolasi dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri. Halilintar semakin memperdalam setiap gerakan, mencari titik di mana mereka bisa melepaskan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What If : OPEN YOUR WORD
Short StoryHanya pelepasan stress author. KONSEP CERITA INI NGGAK ADA ATURAN KARAKTER TETAP. BISA AJA KARAKTER A SAMA B DI NEXK CERITA JADI MUSUH, ATO LAINNYA. DAN ADA KARAKTER YANG ILANG PADAHAL DI CHAP SEBELUMNYA ADA. Dan mungkin paling banyak shipp Hali-Ros...