kesepakatan

1.2K 74 6
                                    


Tak memperdulikan tindakan Zaid atas dirinya saat ini, Sena yang juga panik lantas mengambil bantal untuk selanjutnya memukuli kecoa yang seolah menempel di kasur.

"Eeeugg! Mati lo! Mati! Dasar kecoa laknat! Eeeuuuhg! Mati! Mati!" Pergerakan Sena kian terpacu seiring perkataannya.

Kecoa yang merasa terancam pun berjalan ke segala arah mencari perlindungan. Namun, Sena tak begitu saja melepaskan. Pukulannya akan mengikuti ke mana kecoa itu pergi. Gadis itu mungkin akan benar-benar membunuhnya.

Tapi sialnya, kecoa itu berhasil menyelamatkan diri dengan mengepakkan sayapnya terbang melewati pintu kamar yang terbuka.

Zaid yang masih memeluk Sena, membuat pergerakan gadis itu jadi terbatas. Alhasil ia tidak bisa mengejar dan melanjutkan misi membasmi hewan tersebut.

Sena terlihat ngos-ngosan. Napasnya naik turun seiring rasa pegal pada kedua tangannya.

"Udah pergi, Sen?" tanya Zaid tanpa merubah posisinya.

"Udah. Capek banget gue! Huft!" Sena menyeka keringat di keningnya.

Merasakan sesuatu yang erat menekan pinggangnya, Sena pun tersadar. Matanya membelalak kala melihat tangan Zaid melingkari tubuhnya.

"Woi, Za! Lo ngapain, kampret!" Sena lalu mencubit lengan pemuda itu sekuat tenaga.

"Aduh duh! Sakit, Sen, sakit!" Zaid lekas menarik tangannya, dan setelah itu langsung menjauhi Sena yang menatapnya garang.

Zaid meringis kesakitan sambil mengusap-usap lengannya yang terasa perih akibat capitan istrinya.

"Ya maaf! Gue reflek aja tadi,"

"Halah! Alasan! Bilang aja lo modus! Nyari kesempatan dalam kesempitan! Dasar mesum!"

"Heh! Jaga ya tuh muncung! Gue emang beneran nggak sengaja, kampret! Mesum sama lo? Dih, amit-amit! Lo itu jauh banget dari kriteria cewek idaman gue. Jadi, nggak usah GR!"

"Siapa juga yang GR. Gue juga bersyukur banget karena nggak masuk kriteria cewek idaman lo!" balas Sena tak kalah sengit.

"Kayaknya gue perlu mandi tobat karena disentuh sama kampret jadi-jadian!" sungutnya, kemudian berjalan melewati Zaid menuju lemari. Sena mengambil handuk dan setelah itu melangkah keluar kamar.

"Enak aja! Lo yang kampret!" seru Zaid ketika Sena sudah tidak lagi berada di kamar.

Sena berdecak di tengah langkahnya menyusuri ruangan menuju kamar mandi. Sesekali ia akan menghentak-hentakkan kaki lantaran kesal pada keadaannya saat ini.

"Kenapa sih gue harus nikah sama dia? Aaaa kesel banget! Gue nggak bisa jalani pernikahan konyol kayak gini. Gue harus bikin perjanjian supaya gue  bisa secepatnya pisah sama dia!" Sena menggurutu di sepanjang langkahnya. Kini ia sudah tiba di kamar mandi.

Di tempat lain.

Zaid duduk di tepi ranjang sambil berulang kali menghela napas. Ia mengusap wajah hingga kepala bagian belakang.

"Ini nggak bisa gini. Gue nggak bisa jalanin rumah tangga sama Sena. Gue nggak ada rasa apa-apa sama dia. Tapi, nggak mungkin langsung gue talak, kan? Ntar malah kena hajar bokap lagi gue. Aaghrr! Sial banget!" Zaid tampak frustrasi. Ia mengacak-acak rambutnya kesal.

***

Malam harinya. Di ranjang berukuran 1,8 × 2 meter itu, Sena dan Zaid duduk di masing-masing sisinya.

"Lo nggak jadi tidur di sofa, Sen?"

"Nggak."

"Takut juga lo, kan?" ledek Zaid.

Hello, My Sunshine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang