Menjelang pagi. Di ruangan yang baru pertama kali Sena singgahi, tampak gadis itu termenung dalam kesedihan. Mukenah masih membalut kepalanya. Di tengah keheningan, pikirannya berisik. Masih mencari jawaban atas sikap Zaid yang tak seperti biasanya. Cairan hangat turut mengambil peran membasahi pipi. Lama ia berpikir, namun tak kunjung menemukan jawaban."Astaghfirullahalazim ..." Sena mengusap wajah sambil terisak.
Di menit berikutnya, ia mengambil ponsel lalu berniat mengirimkan Zaid pesan.
Anda
[Maksud lo apa, Za? Kalau dari awal lo memang iseng, kenapa lo bawa gue masuk lebih dalam ke kehidupan lo! Kenapa lo memperlakukan gue seolah-olah lo tulus! Gue salah apa sih sama lo sampe lo giniin gue? Apa sehina itu gue di mata lo, Za? Sumpah, Za, lo jahat banget!]
Pesan terkirim, namun masih centang satu. Usai mengirimkan pesan tersebut, Sena kembali tergugu. Ia memeluk lutut lalu menenggelamkan wajahnya di sana. Perasaannya benar-benar terluka.
***
"Hari ini saya mau ke luar, ya. Mungkin nanti Zaid yang bakal ada di kafe," ucap Sena pada Septian.
"Bu Bos mau ke mana?"
"Ada keperluan sama temen. Saya titip kafe sampai Zaid datang, ya. Mungkin bentar lagi dia nyampe ke sini,"
"Oke, Bu Bos. Siap!" Septian nyengir, menanggapi dengan ramah seperti biasanya.
Sena tersenyum dan setelah itu beranjak. Berlalu dari hadapan Septian. Keluar dari kafe, Sena langsung naik ke motor seorang pria yang merupakan driver dari ojek online yang dipesannya beberapa menit yang lalu. Usai memakai helm, motor pun melaju. Perlahan mulai meninggalkan area kafe.
Di perjalanan, Sena termenung lagi. Pesan yang ia kirimkan sejam yang lalu belum mendapat tanggapan. Bahkan Zaid belum membacanya. Entah apa yang dilakukan pemuda itu di apartemen Sandrina, membuat Sena jadi menduga-duga saja.
Pagi ini, Sena memutuskan ingin pulang ke rumah orang tuanya. Ia ingin menenangkan diri di sana barang sejenak. Beberapa menit terlewati, Sena akhirnya tiba di rumah. Setelah membayar, ia pun masuk ke halaman.
Namun, di pelataran rumahnya ia melihat sebuah mobil terparkir. Sena mengenal mobil ini.
"Mas Hamdan ke sini?" gumamnya, lalu segera mengalihkan pandangan ke pintu rumah orang tuanya yang terbuka lebar.
Kemudian ia melanjutkan langkah, dan tak lama tiba di depan pintu. Melihat ke dalam, tampak Hamdan di sana. Sedang bercengkrama dengan Emak dan kedua adiknya. Obrolan mereka terdengar seru. Bahkan tak jarang, Emak dan kedua adiknya tertawa.
"Assalamu'alaikum," ucap Sena, yang seketika itu lantas mengalihkan pandangan setiap orang.
"Wa'alaikumussalam. Nak," sapa Emak usai menjawab salamnya.
"Kakak!" Kedua adik Sena lekas bangkit dan bersama memeluk gadis itu.
Sena tersenyum seraya menyambut pelukan kedua adiknya. Hamdan turut menampilkan senyum, dan setelah itu ia bangkit berdiri.
"Mak, saya pamit dulu, ya," ucapnya kemudian.
"Mau kerja ya, Nak?" tanya Emak, mengalihkan perhatian dari Sena.
Sena menatap Hamdan tidak enak. Langsung terbesit di ingatannya perihal obrolan mereka tadi malam.
"Iya."
"Kalau begitu, terima kasih untuk obat, dan sarapannya ya, Nak."
"Sama-sama, Mak. Jangan sungkan, Emak sudah saya anggap seperti orang tua sendiri. Kalau gitu saya balik dulu. Assalamu'alaikum,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Sunshine (END)
RomanceSenara Jihan, seorang gadis ceria yang memiliki banyak luka. Tak pernah menyangka akan menikah dengan sahabat sendiri lantaran dituduh telah berbuat zina di pos ronda. padahal saat itu, keduanya sedang terjebak hujan deras dan berteduh di sana. Pena...