Ending

595 46 12
                                    


Hari demi hari berlalu. Banyak hal indah yang terlewati di hidup Sena selama menjadi istri Hamdan. Pria itu benar-benar meratukannya. Adegan romantis selalu terjadi nyaris setiap hari. Empat bulan lagi, Sena sudah akan mendaftar menjadi mahasiswi di kampus.

Kehidupannya saat ini seakan sempurna. Emak sudah sembuh dari sakit yang dideritanya selama ini. Kedua adiknya tumbuh dengan baik dengan prestasi mereka yang terus bersinar. Benar-benar kehidupan yang Sena inginkan sejak dulu.

Di pantai, di pasir putih yang menghiasi tepiannya, sepasang kekasih halal tampak sedang bercengkrama dengan mesra. Sesekali larian kecil terlihat bersama tawa yang ikut mengudara bersama angin laut di tengah langit yang mulai senja.

Lelah berjalan-jalan, keduanya memutuskan untuk duduk menikmati sunset. Sena menyandarkan kepala di pundak kokoh Hamdan sementara jemarinya bertaut dengan pria itu.

"Kamu tahu nggak, apa yang membuat senja jadi indah?" tanya Hamdan.

Sena menggeleng. "Emangnya kenapa?"

"Karena waktunya yang singkat. Senja jadi terlihat indah karena keberadaannya yang nggak lama. Karena nggak lama, senja jadi hal yang selalu dirindukan orang-orang. Sama kayak filosofi usia kita. Umur kita itu singkat kayak waktu senja. Nggak terasa tiba-tiba udah dekat sama kematian. Tapi kita nggak sadar, karena kita terlalu menyukai hal yang singkat itu. Paham maksudnya?"

Sena mengangguk. "Menyukai hal yang singkat itu, maksudnya kita terlalu lalai kan, Mas?"

"Iya. Nanti di akhirat, usia kita bakal ditanya, udah dihabiskan untuk berbuat apa aja."

"Jadi takut ya, Mas?"

Hamdan tersenyum menatap Sena yang terlihat sendu. "Selama kita pakai usia kita buat melakukan kebaikan, insyaallah kita aman." Lalu mengusap-usap kepala perempuan itu.

"Iya, sih. Tapi tetap aja takut. Gimana kalau ada dosa yang ternyata belum diampuni dari tindakan kita di masa lalu?"

"Perbanyak istighfar, Sayang."

Sena menghela napas pelan seraya mengangguk. "Tapi, Mas nggak akan diam aja kan kalau Sena masuk neraka?"

Hamdan tertawa. "Tergantung bakti kamu, sih."

"Mas!" Sena menatap sebal pada suaminya yang terkekeh.

"Dengerin Mas, Sayang. Yang bisa nolong kamu di akhirat nanti adalah diri kamu sendiri. Mas nggak bisa jamin bakal bisa nolongin kamu sementara Mas sendiri juga nggak yakin bakal ada di surga. Tapi, kalau ternyata Mas masuk surga, kamu adalah orang pertama yang akan Mas cari. InsyaAllah."

Sena tersenyum dan kembali bersandar di bahu Hamdan.

"Semoga kita masuk surga ya, Mas."

"Aamiin. Tapi sebelum punya keinginan ke sana, alangkah lebih baiknya kalau kita fokus sama ridha Allah, Sayang. Kalau Allah ridha, tanpa kita minta pun, kita pasti di tempatkan di tempat terbaik."

"Astaghfirullah, iya juga ya, Mas."

Hamdan tersenyum lagi. "Iya, Sayang."

"Oke, mulai sekarang Sena bakal jadi isteri yang sholeha buat Mas. Karena kalau seorang suami ridha sama istrinya, Allah juga bakal ridha sama si Istri tersebut."

"Aamiin, Sayang. Selama kamu nggak menentang syar'iat Allah dan RasulNya, Mas akan selalu meridhoi kamu,"

Sena terenyuh. Tidak salah ia memutuskan pilihannya pada Hamdan. "Makasih ya, Sayang!" Kemudian memeluk pinggang Hamdan.

Hamdan tertawa seraya membalas pelukan isterinya. "Sama-sama, Sayang."

"Love you, Mas."

"Love you more, Sayang." Hamdan mengecup pucuk kepala Sena.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, My Sunshine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang