Selama perjalanan, Sena terdiam dengan perasaan gugup. Sedikit canggung sebab ia hampir ketahuan jika telah berbohong pada Hamdan. Pria yang sedang mengemudi di sampingnya itu sesekali menoleh. Menatap wajah gadis yang seperti sedang banyak pikiran."Senara,"
"Iya, Mas?" sahutnya cepat ketika suara Hamdan mengusik telinganya.
"Ada apa? Nggak terjadi sesuatu sama Emak, kan?"
Sena menggeleng. "Nggak kok, Mas. Emak alhamdulillah udah mulai baikan. Cuma lambungnya aja yang sering ngulah. Tapi nggak apa-apa. Aman, kok." Ia tersenyum lebar seolah memperlihatkan semuanya baik-baik saja.
Padahal yang sebenarnya terjadi. Saat ini kondisi kesehatan Emak kian hari kian memburuk. Terlebih setelah masalah yang menimpa Sena. Emak sakit lambung kronis beserta asma.
"Obatnya masih?"
"Masih, Mas."
Padahal habis. Sena tidak enak terus-terusan merepotkan Hamdan. Pria itu sudah sangat baik padanya dan keluarganya. Sebelum kejadian sial menimpa Sena, Hamdan sering berkunjung ke rumah gadis itu hanya untuk memeriksa kondisi Emak. Tapi sekarang, sepertinya ia tidak bisa melakukan hal tersebut lagi.
"Di Bandung tinggal sama siapa?"
Sena tercekat. Jujur saja, ia sama sekali tidak memiliki sanak saudara di kota tersebut.
"Sama Budhe, Mas." Ia terpaksa bohong lagi.
"Oh. Kapan Emak pulang ke Jakarta? Nanti biar Mas yang jemput,"
"Saya juga nggak tahu, Mas. Tapi, Mas nggak perlu jemput. Nanti Bapak saya yang jemput,"
Hamdan tersenyum remeh. Bukan pada perkataan Sena. Tapi pada ayah gadis itu.
"Kamu yakin Bapak kamu itu bisa diandalkan? Menafkahi kamu dan Emak saja dia nggak bisa,"
Sena diam. Hamdan benar. Jika benar kejadiannya Emak di Bandung, Bapak pasti tidak akan mau jika diminta untuk menjemput. Pria itu hanya mementingkan diri sendiri. Dia berkerja sesuka hati dan jarang memberikan nafkah.
Hamdan tahu bagaiamana ayahnya Sena. Sebab dulu ia hampir sering melihat kedua orang tua gadis itu bertengkar setiap kali ia antar pulang.
"Jangan khawatir. Nanti biar Mas yang jemput,"
Sena tersadar dari lamunan. Bukannya tenang, ia malah resah. Sebab cerita tentang keberadaan Emak hanyalah karangannya saja.
"Nggak usah, Mas. Beneran nggak usah. Saya nggak mau ngerepotin Mas terus,"
"Mas sama sekali nggak merasa kamu repotkan, Senara. Mas senang kalau keberadaan Mas bisa bermanfaat bagi orang lain, apa lagi buat kamu. Lagipula, sebentar lagi Emak akan jadi orang tua Mas juga,"
Deg!
Bagaimana sekarang? Sena bahkan sudah menikah dengan lelaki lain. Tapi tenang dulu. Toh, ia kan sudah membuat perjanjian pada Zaid jika pernikahan mereka hanya akan bertahan sampai tiga bulan. Dan semoga dalam tiga bulan ke depan, Hamdan tetap tidak tahu akan pernikahan rahasianya dengan Zaid.
"Makasih ya, Mas."
Hamdan tersenyum dan mengangguk. "Jadi, kapan Mas bisa bawa orang tua Mas ke rumah?"
Jantung Sena tersentak lagi.
"Eum ... Mas mau nggak nunggu tiga bulan lagi?"
"Tiga bulan? Kenapa begitu?"
"Ya ... soalnya saya harus mempersiapkan diri saya dulu. Saya nggak mau nantinya malah mengecewakan Mas,"
"Begitu? Memangnya apa yang ingin kamu persiapkan? Karena diri kamu yang saat ini, menurut Mas sudah oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Sunshine (END)
RomanceSenara Jihan, seorang gadis ceria yang memiliki banyak luka. Tak pernah menyangka akan menikah dengan sahabat sendiri lantaran dituduh telah berbuat zina di pos ronda. padahal saat itu, keduanya sedang terjebak hujan deras dan berteduh di sana. Pena...