"kak Dya belum balik?"
Pertanyaan itu menyambut Claretta sesaat setelah dirinya menginjakan kaki di ruang tengah. Handuk kecil masih menggantung di lehernya, pertanda kalau perempuan itu baru selesai mandi. Tanpa menjawab, ia duduk di samping pemilik suara dan mengeringkan rambutnya.
"Dih, bukannya jawab."
Claretta melirik malas ke arah kanannya, menatap adik bungsunya yang tengah mendumal sembari memainkan ponsel. "Ya menurut kamu aja, Lin. Kakak baru selesai mandi loh, ini. Mana tau kak Dya udah pulang atau belum."
Mendengar jawaban sang kakak, Eileen semakin merajuk. Terlebih, saat Kiara yang juga ada di sana tertawa.
"Emang kenapa, sih, Lin?"
Eileen mengeluarkan secarik kertas terlipat dari saku celananya, "lusa mau ada LDKS di sekolah, nginep. Butuh tanda tangan wali."
Claretta meraih kertas yang disodorkan Eileen, dan membacanya dengan teliti. "Bawa pena, gak?"
Tanpa menjawab, Eileen sodorkan pena yang sudah ia siapkan ke arah Claretta, yang langsung di terima oleh si anak kedua. "ini butuh tanda tangan aja? Butuh bawa sesuatu gk?" Ujarnya seraya membubuhkan tanda tangannya di tempat yang tertera.
"Cuma butuh beberapa barang aja kok, kak. Besok aku sama Hellyn udah janjian mau beli bareng."
"Yaudah, nanti kakak kasih uangnya." Claretta sodorkan kembali kertas yang sudah ia tanda tangani ke si bungsu. "Sana tidur, udah mau jam 9."
Tak ingin membantah, juga karena ia yang sebenarnya sudah sedikit mengantuk, Eileen pun pergi ke kamarnya. Meninggalkan Claretta juga Kiara yang berfokus pada ponsel masing-masing.
Keadaan hening diantara keduanya berlangsung lama. Baik Claretta maupun Kiara tak satupun yang memiliki niat untuk bersuara.
Hening itu pecah kala suara deru mobil bergerak memasuki pekarangan rumah. Claretta hanya menoleh singkat, sementara Kiara bahkan tak mengangkat kepalanya. Keduanya memilih menunggu sang pemilik mobil muncul.
"Buset dah, tumben amat jam setengah 11 masih pada di sini."
Yuvia, yang baru menampakan presensinya di ruang keluarga itu kaget saat melihat Claretta dan Kiara di sana. Kalau Claretta sebenarnya ia tidak terlalu kaget, kehadiran Kiara lah yang membuat Yuvia bingung.
Pasalnya diantara ia dan saudari-saudarinya yang lain, Kiara lah yang paling menjaga pola tidurnya. Dan biasanya, jam 10 malam ia sudah bergelung di balik selimut―itu kalau tidak ada tugas yang harus di selesaikan. Kalaupun ada, Kiara pasti akan duduk di kamarnya, mengerjakan tugas sendirian.
Karena itu, melihat Kiara disana, Yuvia heran.
"Gue nitip sesuatu sama kak Dya," jawab si anak keempat. "Disuruh nunggu kak Dya balik."
"Kebiasaan dia, minta sesuatu tapi mepet." Claretta menimpali.
"Pasti tugas sekolah."
Claretta mengangguk, membenarkan perkataan Yuvia. "Jam 8 malem nelpon kak Dya bilang besok disuruh taneman. Mau cari dimana, coba?" Claretta lirik Kiara yang hanya bisa cengengesan, "mana dia minta tiga."
Yuvia refleks tertawa, tau dengan jelas kalau alasan Kiara meminta tiga tanaman adalah untuk Yura dan Yana, si kembar bobrok sahabat sang adik. Claretta sendiri ikut tertawa kecil, sementara Kiara hanya bisa mengusap tengkuknya.
Tawa mereka terhenti kala suara mobil milik si sulung terdengar. Yuvia memilih berjalan keluar, berniat membantu kalau kalau sang kakak kesulitan membawa tanaman Kiara. Sementara Kiara sudah lebih dulu berlari keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brawijaya [SLOW UPDATE]
Fiksi PenggemarSetelah kematian kedua orang tuanya, Shanindya memutuskan untuk mengambil alih peran kedua orang tuanya dan mengurus keempat adiknya.