12. RUMAH PAPA

47 31 3
                                    

"Merinduhkan seseorang yang beda alam sama kita sakit banget ya"
-Satya Devanio


Pagi ini tepat Tanggal Dua puluh Desember, Satu tahun kematian papahnya. "Ga kerasa ya pa, udah satu tahun aja" ucap Senja seduh, air matanya sudah berhasil membasahi pipi.

"Senja masi suka berharap papa kembali, Pa ini mimpi kan?" Lanjut senjani sambil mengusap bingkai foto yang berisi foto dirinya dengan sang papa waktu senjani baru memasuki sekolah dasar.

"Berat pa, hidup tanpa sosok papa seperti hidup tapi mati"

"SENJA WHERE ARE YOU!!" pangil Satya, siapa lagi jika bukan abangnya itu yang selalu membuat rumah heboh jika tidak ada Nela sang mama. Jika Nela berada di rumah, rumah ini seakan-akan seperti rumah kosong tidak ada yang tinggal di dalamnya. Senja buru-buru mengusap air matanya yang membasahi pipinya.

"Kenapa si bang?" sahut senjani, Senja lansung menaruh kembali bingkai itu di meja belajarnya dan ia lansung keluar kamarnya untuk menemui abangnya.

Senjani berjalan menuruni tangga, "kenapa bang sat?" tanya senjani kepada Satya. (Bang sat pangilan dari senjani untuk satya)

"Inget enga Hari ini, Hari apa?" tanya Satya.

"Inget"

"Hari apa?" tanya Satya lagi.

"Satu Tahun papa pergi" jawab Senjani, dengan nada sedih.

"Ayo siap-siapa, kita ke rumah papa" ajak Satya pada Senjani, sejujurnya dirinya juga sangat sedih tapi melihat Senjani yang kelihatan sedih juga bahkan dari raut wajahnya Senjani sangat sedih. Jadi Satya tidak ingin Senjani tau bahwa dirinya juga sedih atau masih belum bisa menikhlaskan sepenuhnya kepergian papanya.

"Mama enga ikut?" tanya senjani.

"Yauda nanti kita ajak mama, Senja siap-siap dulu sana" titah Satya pada Senjani.

Senjani langsung bersiap-siap untuk ke makam papanya.

"Senja, ayo!" pangil Satya kepada Senjani dari ruang tamu.

"Sabar" jawab Senjani, senja lansung bergegas ke ruang tamu.

"Lama banget" ujar Satya.

"Lama dari mananya coba" ketus Senjani, Senja dan Satya lansung pergi ke makam papanya.

"Nanti di makam jangan sedih, nanti papa ikut sedih kalo liat lo sedih" ucap Satya, sambil melirik senjani dari kaca spion motornya.

"I-iya" jawab Senjani.

"Papa, Senja kehilangan papa banget" batin Satya.

Akhirnya mereka sampai di pemakaman sang papa, sebelum memasuki pemakaman, Senjani dan Satya terlebih dulu membeli bunga dan air mawar untuk sang papa, dan Senjani membeli setangkai bunga mawar hitam. (Mawar hitam adalah lambang kesedihan, perpisahan, dan akhir yang tidak bahagia. Bunga ini sering digunakan untuk merenungkan kematian dan perasaan kehilangan. Mawar hitam menciptakan simbolisme yang kuat tentang akhir sebuah babak dalam hidup).

Setelah membeli bunga dan air mawar, Senjani dan Satya lansung memasuki area pemakaman, terlihat sangat sepi hanya ada Senjani dan Satya, tapi di pojok ujung pemakaman ada seorang laki-laki yang berjiarah juga.

ALSENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang