- 14

198 32 2
                                    

Nichole hanya melamun menatap langit kamar kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nichole hanya melamun menatap langit kamar kosong. Tidak menyangka jika Zeon lebih memilih bermalam di luar dibandingkan di kamarnya sendiri. Apa karena ada dia?

Karena pemikirannya, Nichole kembali bangkit dari kasurnya. Jam di dinding sudah menampilkan waktu sangat larut. Dengan langkah ragu-ragu, Nichole akhirnya memutuskan keluar.

Nichole berjalan pelan, mencari Zeon. Pria itu rupanya berbaring di ruang tengah sendiri. Sepertinya semua orang telah tertidur.

Dengan helaan panjang, Nichole mendekat ke samping Zeon, mulai mensejajarkan wajahnya dengan Zeon.

"Zeon...?" lirih Nichole pelan. "Bukankah disini dingin? Ayo, kembali ke kamarmu."

Tidak ada sahutan.

Nichole hanya menatap dalam diam pahatan wajah Zeon yang sesekali Nichole memujinya. Tangan Nichole mengarah ke rambut Zeon, sedikit mengusapnya perlahan.

"Kalau kau tidur disini, maka aku juga disini."

Pergelangan tangan Nichole tertahan, mata Zeon mulai membuka. Pria itu akhirnya bangun dan terlihat lelah. "Kau ini kenapa sangat keras kepala?"

Nichole hanya berkedip-kedip bingung.

"Baiklah, ayo."

Setelah mereka berdua memasuki kamar, entah kenapa rasa canggung justru menyelimuti mereka berdua. Padahal ini bukan hal pertama bagi mereka berbagi kamar.

"Kenapa? Kau tidurlah dahulu."

"Lalu kau?" tanya Nichole.

"Aku ... sepertinya tidak akan tidur," alibi Zeon mengalihkan pandangannya.

Nichole mulai mendekat. "Walaupun begitu, kau tetap bisa berbaring bukan?"

Zeon mengedipkan matanya berkali-kali. "Be-benar, tapi sepertinya—"

"Sepertinya kau yang tidak mau tidur bersamaku, bukan?" Nichole menampilkan wajah cemberut, menebak pikiran Zeon.

"Tidak, aku tidak seperti itu...," balas Zeon, dia menggiring tubuh Nichole untuk berbaring di kasur.

Walaupun begitu, lama-kelamaan Zeon pun ikut berbaring di samping Nichole, dan matanya menatap langit-langit kamar.

Nichole menyampingkan tubuhnya, tersenyum tipis. "Ada yang mengganggu pikiranmu sebelumnya? Kau terlihat aneh."

Zeon melirik Nichole yang menatapnya lekat. Lantas kembali menatap atas. "Entahlah, aku sedang dalam perasaan yang buruk saat ini."

"Apa ini karena Nevi?" tanya Nichole pelan, takut jika menyinggung.

Namun, Zeon hanya diam.

Nichole meraih tangan Zeon, menggenggamnya erat. Hal itu membuat Zeon terkejut sekaligus berdebar.

"Tidak papa, kau sudah melakukan yang terbaik untuknya," gumam Nichole memejamkan matanya sembari mengelus tangan Zeon pelan.

Zeon hanya menatap tangan dan wajah Nichole bergantian. Perempuan itu sudah memejamkan matanya, entah sudah tertidur atau tidak. Tapi, Zeon ingin melakukan ini tanpa alasan jelas.

Mengecup singkat kening Nichole.

"Good night, Nichole."



Mata Nichole mulai membiaskan cahaya yang masuk, dia merenggangkan tubuhnya namun tertahan oleh tubuh seseorang didekatnya. Nichole menyadari jika Zeon mendekapnya erat semalam.

"Bisakah kau sedikit melonggarkan pelukanmu?"

Ditanya seperti itu, Zeon hanya mengernyitkan keningnya tanpa membuka matanya. Dia menuruti keinginan Nichole, namun menyembunyikan wajahnya di ceruk leher perempuan itu.

Melihat hal tersebut, Nichole hanya menghela napas panjang. Dia mengusap kepala Zeon. "Besok aku akan pergi keluar kota, ada acara penting. Ayahku menyuruhku untuk datang karena memberikan kesempatan untukku."

"Jadi, kemungkinan aku akan segera pergi dan mengurus keberangkatan besok."

"Aku tidak bertanya."

Nichole berdecak kesal, dan mendorong tubuh Zeon menjauh tapi Zeon tetap menahannya. "Menjauhlah dariku."

"Kau marah?" tanya Zeon membuka matanya dan mencoba melihat ekspresi wajah Nichole saat itu.

Zeon terkekeh. Dia melepaskan pelukannya. "Baiklah, hati-hati. Aku tidak bisa mengantarmu karena ada urusan penting."

"Kau sok sibuk sekali?"

"Jangan mengejek. Kau pikir aku hanyalah seorang pengangguran tanpa kesibukan begitu?"

"Memang faktanya seperti itu."

Zeon hanya berdecak kecil dan mulai bangun dari tidurnya. "Bangunlah, bukankah kau bilang akan sibuk, hm?"

"Aku akan sibuk seminggu kedepan. Kau tidak apa-apa?"

"Lalu?" tanya Zeon bingung. Dan yang ditanya justru terlihat kesal akan balasannya.

Nichole menekuk bibirnya, dan mulai bangun. "Kau tidak akan merindukanku?" tanyanya bernada kesal.

"Haruskah aku menunjukkannya sekarang?"

Nichole mengangguk mantap. Dia merentangkan kedua tangannya, bersiap menerima pelukan dari Zeon.

Sementara Zeon hanya tersenyum meledek. Tapi, pada akhirnya memeluk tubuh Nichole erat. Bahkan Zeon mengangkat tubuh Nichole untuk duduk di pangkuannya, saling berhadapan dengan sangat dekat.

Nichole yang tak menduga itu hanya terdiam gugup. Dia bahkan menelan ludahnya karena saking gugupnya.

"Kenapa terkejut? Bukankah ini yang kau inginkan?" 

Jari-jemari Zeon mulai mengusap wajah Nichole. Zeon menghentikan pergerakan jarinya di bibir Nichole. "Seminggu, bukan? Baiklah, aku akan membuatnya agar nanti tidak merindukanmu."

Zeon tersenyum miring.

•••

"Kau ada jadwal apa seminggu kedepan?" tanya Nichole setelah turun dari motor Zeon. Perempuan ini baru saja sampai depan gedung apartemennya.

"Gym. Terus apalagi ya? Ah mungkin klub?"

Nichole mengangguk. Dia menatap Zeon disaat pria itu membantunya melepaskan helm dari kepalanya. "Terimakasih."

Zeon merapihkan tatanan rambut Nichole. "Apa tidak apa-apa jika aku kesana?" tanyanya seakan meminta ijin.

"Kenapa tidak? Aku tidak berhak melarangmu, bukan?"

Jawaban Nichole barusan seakan menjadi tamparan untuk Zeon sadar. Pria itu tertawa kecil dan mengangguk. "Aku akan mencari penggantimu dahulu kalau begitu."

Nichole mengangguk. "Baiklah, semoga berhasil."

"Semoga berhasil untukmu." Zeon memberikan sebuah senyuman tulusnya. "Aku...,"

Nichole hanya diam menunggu kelanjutan perkataan Zeon. Pria itu dengan sengaja membuat perkataannya menggantung terlalu lama.

"Akan sangat merindukanmu," lanjut Zeon.


Last ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang