05

142 9 0
                                    

"Apa kamu ingin mencoba membenturkan kepala agar bisa mengingat kembali?" tanya Nendra setelah berhasil mendudukan Farsan dengan nyaman di atas kasur.

Jelas Farsan yang tidak diterima dituduh begitu seketika langsung membantah. "Tidak, aku dengar ada suara ribut-ribut di luar, jadi ... aku ...."

Farsan berhenti menjelaskan setelah mendengar Nendra menghela napas kasar. Dari raut wajahnya Nendra benar-benar khawatir, padahal pria itu sudah lelah dengan merawatnya dan juga harus bekerja, tapi Farsan hampir saja membuat Nendra tambah lelah.

Dengan kepala menunduk Farsan mencoba membuat Nendra tidak marah lagi. "Maaf, aku sudah membuat pak Nendra khawati."

Nendra yang mendengar itu langsung mengakat sebelah alisnya, sebelum ia kembali menghela napaa dan mengelus kepalan Farsan lembut.

Perasaan Nendra langsung membaik setelah tahu kalau Farsan sadar rasa khawatirnya. Ternyata Farsan benar-benar peka .

"Saya mandi dulu, kamu bisa tidur," suruhnya dengan nada lembut, ia membaringkan Farsan lagi agar bisa istirahat.

Namun, saat Nendra sudah mau beranjak pergi, Farsan tiba-tiba menahan tangannya hingga Nendra kembali mengurungkan niatnya untuk pergi.

"Hem ... pak Nendra sudah tidak marah?"

Nendra menggeleng dan tersenyum tipis. "Awalnya saya sangat marah, tapi setelah saya tahu kamu peka dan ternyata tahu saya khawatir, saya tidak bisa marah lagi." Nendra melepaskan tangan Farsan dari tangannya, ia meninggalkan Farsan untuk mandi sebentar.

Namun, di saat Nendra sudah dekat dengan kamar mandi, ia tiba-tiba berbalik dan mencium kening Farsan.

Keduanya sama-sama malu, terbukti dari pipi Nendra yang merah dan langsung lari dari kamar mandi. Sementara Farsan mematung seorang diri, ia benar-benar marasa syok dengan wajah memanas.

***
"Apakah kakimu pegal?" tanya Nendra yang akhirnya pulang dari kerja di jam satu siang.

Farsan yang tidak menyangka akan pulang cepat sempat terperangah, sampai Nendra sudah duduk di samping kursi tempat tidur Farsan. Pria itu memijat pelan kaki Farsan agar tidak pegal.

Farsan yang memang merasa pegal saat latihan jalan pagi ini tidak berani meminta bantuan kepada siapun. Sekarang setelah pijatan sang kekasih, rasanya kakinya benar-benar membaik.

"Apa Pak Nendra pulang cepat?" tanya Farsan memandang penasaran Nendra.

"Hem ... saya ada acara nanti malam. Kamu tidak apa-apa, kan. Ditinggal sampai larut?" Nendra tetap mengutamakan izin Farsan lebih dulu.

Walaupun Nendra sudah menyetujui ibunya, jika kondisi Farsan tidak memungkinkan, maka Nendra pasti membatalkan janjinya.

Tapi kekasih imutnya itu memberi anggukan cepat. "Kenapa tidak, bukannya pak Nendra sudah menyewa pengawal dan suster," jawab Farsan terus terang.

"Baiklah, tapi nanti saya menyuruh pengawal berjaga di luar dan dalam juga. Saya benar-benar khawatir," ungkap Nendra sambil terus memijat.

Hatinya tidak pernah tenang semenjak kecelakaan itu terjadi. Nendra selalu merasa was-was kalau akan terjadi sesuatu kepada Farsan saat ditinggak sendiri.

Tapi disaat Nendra melihat sorot mata Farsan yang begitu yakin kalau semua baik-baik saja. Pembuktian kalau hari ini ia kembali membuka mata untuk mengobrol dengan Nendra membuat hatinya sedikit tenang.

"Apa Pak Nendra sudah makan?" Farsan dengan nada perhatian bertanya. "Kalau belum suruh saja pengawal yang ada di depan kamar memesan makanan."

"Sebenarnya sudah, hanya saja saya butuh makanan penutup." Nendra merapikan selimut Farsan agar menutupi kakinya yang telah lebih baik setelah dipijat.

Nendra berganti memandang memandang bibir Farsan yang masih agar pucat. Tapi dalam pikiran Nendra malah sudah membayangkan rasanya.

Farsan yang sadar kalau bibirnya menjadi objek utama mata Nendra seketika merasa malu.

Mereka berdua sama-sama terpaku cukup lama sampai Nendra menghentikan pikiran mereka berdua sekaligus.

"Saya tidak memaksa. Kamu tidak ingat apa-apa, jadi kamu pasti merasa tidak nyaman." Nendra berusaha menghentikan kekhawatiran Farsan.

Namun, Farsan tanpa berkata apa-apa menarik lengannya hingga wajah Nendra dekat pada wajah Farsan. Mereka saling berhadapan dengan jarak yang begitu tipis.

Nendra sempat terpaku lama, tapi setelah sadar ia lantas meminta maaf. "Ma ...."

Cup.

Farsan sudah lebih dulu menutup mulut Nendra dengan ciuman. Bahkan, Farsan melumatnya tipis hingga Nendra terpancing untuk membalasnya.

"Ini bukan pertama kalinya, kan?" batin Farsan yang semakin agresif memancing Nendra membalas lebih panas ciumannya.

"Ini bukan pertama kalinya, kan?" batin Farsan yang semakin agresif memancing Nendra membalas lebih panas ciumannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apakah ini rasanya cinta terbalas, benar-benar menyenangkan. Bagaimanapun lelahnya, raga ini akan tetap merasa bahagia.

Memories (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang