06

168 6 0
                                    

Garendra Donahue adalah seorang anak sulung dari pasangan Keren Donahua dan Bella Donahue. Ia meliki seorang adik bernama Giandra Donahue, lebih muda tiga tahun dari Rendra.

Hidup Nendra dengan Gian itu sangatlah berbeda. Bisa dikatakan Nendra selama ini dibesarkan selayaknya robot, selalu mematuhi perintah tuannya.

Setelah kedua orang tuanya bercerai, Giant ikut dengan sang mama. Di sana adiknya itu dapat memilih apapun yang dia mau, hidupnya terpenuhi dan tidak pernah tertekan sama sekali.

Adiknya yang bekerja setelah usia dua puluh lima tahu pun mendapatkan apa yang ia inginkan. Fasilitas dan uang selalu menjadi perhatian utama kedua orang tuanya. Bahkan, di saat pekerjaannya tidak seberapa dengan Nendra, ia tetap memegang uang yang sama besar.

Nendra sendiri tidak pernah diberikan itu semua, ia dituntut usaha sendiri dari umurnya sepuluh tahun. Tidak ada sekolah untuknya, hanya belajar untuk mengelola perusahaan di rumah

Jangan tanya soal kebebasan, usia remajanya hanya habis untuk belajar dan belajar. Tidak ada kuliah seperti Gian, ia hanya perlu menguasai cara mengelola perusahaan.

Di usianya yang tergolong muda, yaitu enam belas tahun, Nendra sudah punya ruangannya sendiri di perusahaan. Namun, perkiraan orang tuanya cukup tepat sasaran saat mendidik Nendra, buktinya sang ayah tidak bisa meneruskan perusahaan di usia Nendra baru dua puluh lima tahu.

Sekarang memandang wajah adiknya tertekan karena untuk pertama kalinya dipaksa adalah pemandangan wajar bagi Nendra. Dulu ia pernah merasakan yang lebih, bebannya dipikul jauh lebih berat saat menerima kenyataan ia harus tinggal dengan sang papa.

Orang yang diperebutkan memang gian waktu itu, sehingga walaupun papa dapat hak asuh Nendra, yang selalu diperhatikan hanyalah Gian.

Kali ini biarkan Nendra menang sekali saja. Ia menolak perjodohan ini dengan keras, mengancam perusahaan akan ditinggalkan begitu saja, sehingga tidak ada yang mampu lagi mengelola. Jadi keterpaksaan mereka harus menjodohkan Gian saja.

Anak kesayangan mereka tidak memiliki pilihan selain pasrah. Mungkin juga setelah mengetahui yang dijodohkan dengan adalah seorang lelaki, anak sulung dari keluarga Wilasa.

Demi membayar perjanjian di masa lalu, mereka harus kembali bertemu dan menjodohkan anaknya dengan sedikit tujuan bisnis.

Makan malamnya berjalan cukup lancar, jadi Nendra tidak terlalu terganggu, walaupun hatinya merasa kesal dengan acara seperti ini. Lebih baik bersama Farsan di rumah sakit dari pada menemui wajah-wajah yang Nendra sangat benci.

"Kalau begitu pertunangan ini akan dilakukan satu bulan lagi, saya menerima baik lamaran kalian," jawab kepala keluarga Wilasa yang dibalas dengan tatapan lega semua orang.

Akhirnya acara makan ditutup, keluarga Wilasa pamit pergi lebih dulu dengan menggengam tangan anaknya kasar.

Nendra tahu apa arti itu, hidup sebagai anak pertama memang selalu lebih keras, dan penuh tekanan.

Meja makan VIP yang dipesan terasa kosong, jujur Nendra tidak pernah memandang tiga orang di depannya sebagai keluarga, jadi tidak pernah ada kehangatan yang tersebar di lingkungan mereka.

Nendra merapikan jasnya, hendak pergi tanpa memperdulikn mereka.

"Nendra," panggil Bella lembut.

Hal itu membuat Nendra menghentikan kegiatannya dan memandang Bella malas. "Apa lagi,  Nendra sudah melakukan apa yang mama minta," ujarnya ketus dan acuh tidak acuh.

Bella hanya menghela napa panjang. Ia memandang Nendra seperti seorang ibu yang telah kehilangan anak. Namun, dalam konteks yang berbeda.

"Kamu jangan terlalu membohongi Farsan, bisa saja apa yang terjadi dengan mama, kamu juga akan mengalami."

Nendra tersenyum sinis, dia menatap satu-persatu anggota keluarganya yang hanyalah tuan bagi Nendra selama ini. "Apa hak Mama mengatur hidup Nendra?"

Nendra dengan kesal menunjuk Giant yang masih memasang wajah masam. "Ouh, apa yang kalian takutkan tidak akan pernah terjadi kecuali kalian yang melakukan itu demi menyalamtkan anak kesayangan kalian." Nendra pergi dengan penuh emosi.

Bahkan tempat VIP itu semakin sunyi dengan wajah penyesalan semua orang.

Keren sebagai kepala keluarga yang hanya diam bukan berarti tidak merasa terluka dengan kalimat anaknya sendiri. Hatinya malah terasa diperas dengan kuat hingga rasanya benar-benar sesak.

Coba dengarkan para anak sulung bercerita, lukanya benar-benar membajiri mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Coba dengarkan para anak sulung bercerita, lukanya benar-benar membajiri mata.

Memories (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang