Genap tujuh bulan setelah Farsan dirawat di rumah sakit, ia akhirnya bisa pulang dengan keadaan yang jauh lebih sehat.
Kakinya sudah bisa diajak berjalan dengan normal, walaupun badannya masih suka kelelahan jika digunakan untuk beraktivitas.
Farsan terpaksa tinggal dengan Nendra di rumah pribadinya yang cukup luas. Walaupun hanya terdiri dari satu lantai, rumah ini memiliki fasilitas yang lengkap. Para pekerjanya saja dibagi menjadi dua shif. Ini untuk memudahkan mereka jika membutuhkan sesuatu dalam waktu tidak menentu.
Farsan sebenarnya tidak enak harus menumpang di rumah pacarnya. Ia telah banyak menyusahkan, tapi Farsan tidak punya pilihan lain.
Nendra menceritakan kalau dirinya sebelum ke Jakarta memang sudah kesepian, tidak punya kerabat, hanya orang tuanya saja tempat Farsan bergantung. Tapi sekarang ini kedua orang tua Farsan telah berpulang.
Karena Farsan yang tinggal di kos-kosan kencil tanpa teman, tidak ada yang bisa merawatnya. Terkadang Farsan masih butuh bantuan orang lain, terutama tentang arah jalan. Ingatan Farsan masih sangat minim.
Untungnya para pekerja Nendra ramah semua. Mereka menyambut dengan hangat serta ramah tamah. Jadilah Farsan merasa tidak perlu adaptasi terlalu keras.
Saat ini Nendra telah mengajak Farsan ke kamar. Nendra dengan lembut membantu Farsan duduk. Mungkin karena melihat wajah Farsan yang belum benar-benar pulih.
"Apa ini kamar pak Nendra?" tanya Farsan spontan saat melihat betapa luasnya kamar yang mereka tempati sekarang.
Rumah ini juga walaupun tidak bertingkat sebenarnya sangat luas. Kemewahannya sudah terlihat walaupun tadi dilihat dari depan rumah.
Nendra yang mendengar jawaban Farsan menggeleng. "Bukan, ini kamar kamu," jawabnya dengan senyum menggoda. "Apakah kamu ingin kita sekamar?"
"Ah ... ti-dak, hanya saja ini luas." Farsan memandang ke lain arah, karena ia sadar kalau sedang digoda oleh pacarnya itu.
Nendra langsung terkekeh, ia mengecup kening Farsan lalu berbicara lagi. "Saya juga tidak ingin. Sebelum menikah saya tidak akan menyetuh kamu, ini juga sebagai salah satu dasar agar kamu percaya kepada saya."
Farsan merasa hangat di hatinya, ia akhirnya memandang Nendra sepenuhnya. Kata-kata itu benar-benar tulus.
Walaupun hubungan mereka semakin dekat, di mana setelah Farsan mencium Nendra lebih dulu. Pacarnya itu juga lebih berani sekarang, memberikan sentuhan ataupun ciuman acak tanpa nafsu.
Sejujurnya gaya pacaran mereka juga terbilang kaku, seperti remaja puber yang baru menjalin hubungan seminggu. Padahal Nendra mengatakan mereka pacaran selama satu tahun lebih.
Farsan yang terlihat terus menatap Nendra membuat pria yang lebih tua itu memeluknya. "Kamu tenang saja, kalau ada apa-apa saya selalu mendampingi kamu."
Karena merasa semakin dicintai, Farsan memeluknya erat. "Maaf," lirih Farsan yang merasa bersalah kepada Nendra.
"Kenapa kamu minta maaf?" tanya Nendra menakup pipi Farsan lembut.
Mereka berdua begitu rapuh, tapi bersama-sama menyangga agar tidak hancur.
"Maaf kalau aku belum ingat apa-apa. Semua kenangan kita, masa lalu kita, dan ...."
Nendra menutup mulut Farsan dengan ciuman, ia membuat bibir itu bungkam agar Farsan berhenti merasa bersalah karena masalah ini.
Suasana yang mendukung membuat mereka memperdalam ciuman. Walaupun tidak mahir tapi kehangan tetap bisa berbagi dengan sempurna.
Tautan bibir mereka baru terlepas saat Nendra khawatir akan menyakiti Farsan. Kondisi Farsan belum pulih benar, ia masih perlu banyak waktu istirahat.
"Nanti makan malam saya aku bangunkan. Kalau butuh sesuatu, saya ada di kamar sebelah."
Kamu sangat baik, dan dengan kebaikan itu aku merasa sangat bersalah dengan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories (END)
FanfictionSetelah terbangun dari koma Farsan tidak mengingat apa-apa. Ingatannya seperti kertas putih tanpa goresan tinta. Hanya ada seorang pria yang dengan setia merawatnya, mengaku sebagai kekasih Farsan . Namun, di hari pertunangan mereka Farsan kecelaka...