Prolog

1.1K 139 37
                                    

Ruangan remang-remang bernuansa mewah itu sunyi hingga ketukan di daun pintu terdengar. Setelah ada sahutan dari pemilik ruangan, barulah pintu itu terbuka. Dua sosok lelaki bertubuh tinggi besar menganggukkan kepala penuh hormat pada pemuda di hadapannya yang tekun dengan dokumen yang entah apa isinya.

"Signor," salah satu dari mereka yang berkulit hitam berbicara. "Tugas yang anda berikan telah selesai."

Pemuda di depannya tidak mendongak sama sekali.
"Tapi?" Tanyanya dengan nada datar, seolah tau kalau ada yang bawahannya sembunyikan.

Terbukti, pertanyaan singkat itu tidak langsung terjawab. Kedua pria berjas mewah itu saling melirik was-was.

"Seseorang memergoki kami saat menghabisi Signor Timothy dan sampai sekarang, kami kehilangan jejak orang itu," jawab pria berkulit putih, tidak mampu menyembunyikan rasa takut dari suaranya.

Pemuda itu akhirnya mendongak dengan sorot mata tajam.
"Omong kosong apa yang baru saja kudengar?" Tanya orang yang dipanggil Signor itu.

"Kami telah mengerahkan beberapa kelompok untuk menyisir jalanan, tapi hingga kini belum ada pergerakan misterius yang membahayakan kita, Sig." Ucap bawahan yang pertama.

Pemuda itu menutup dokumen yang dibacanya, meraih minuman kerasnya dan bangkit berdiri. Sorot matanya tidak setajam tadi, sementara otaknya mencerna keadaan. Jika sesuatu yang mengancam terjadi, pasti dia akan lebih dulu tau daripada polisi.

"Kalian yakin bisa menemukan orang itu dan membereskan kelalaian kalian?" Pemuda yang namanya tidak berani di sebut oleh bawahannya itu kembali bertanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kalian yakin bisa menemukan orang itu dan membereskan kelalaian kalian?" Pemuda yang namanya tidak berani di sebut oleh bawahannya itu kembali bertanya.

Kedua bawahannya saling melirik, sama-sama tidak yakin karena memang mereka tidak melihat sosok misterius itu dengan jelas. Namun, hal tersebut lebih bisa diatasi daripada amukan bos besar mereka.

"Tentu, Signor," jawab mereka sekenanya.

"Bergerak cepat lah," perintah singkat itu segera di laksanakan mengingat kedua orang itu ingin segera melarikan diri.

###

"Eunbi!"

"Aah!!" Suara yang memang diniatkan untuk mengagetkan si empunya nama pun sukses besar. Perempuan asia bermata besar dan rambut pendek sebahu itu melotot pada temannya.

"Yuju!" Tegurnya galak pada perempuan lain berambut panjang yang berdiri di belakangnya. Yuju tertawa.

"Penakut seperti biasa," ledek Yuju, menyadari tubuh temannya sedikit gemetar.

"Apa-apaan, sih?" Gerutu Eunbi kesal. Suasana lorong ruang kelas yang cukup ramai membuat Eunbi merasa was-was. Saat menyadari temannya telah terpancing, perasaan bersalah pun langsung muncul. Dengan lembut Yuju merangkul Eunbi.

"Maaf," ucap Yuju tulus. "Ayo, aku traktir minum!"

Eunbi masih cemberut meski pasrah saat tubuhnya diseret oleh Yuju ke bar dekat universitas. Mereka duduk di luar, menikmati pemandangan kendaraan yang berlalu lalang sembari menikmati segelas bir.

"Kudengar George dari jurusan Arsitektur menyatakan cinta padamu?" Yuju berbasa-basi sambil menyeruput birnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kudengar George dari jurusan Arsitektur menyatakan cinta padamu?" Yuju berbasa-basi sambil menyeruput birnya.

Eunbi mendengus mendengar pertanyaan itu.
"Tidak mungkin! Dia pasti sedang bermain-main! Atau menjadikan aku bahan taruhan dengan teman-temannya!" Jawab Eunbi senewen.

"Hidup dalam pikiranmu sendiri, seperti biasa," sindir Yuju. Eunbi menanggapi dengan mengedikkan bahu.

Bagi Eunbi, manusia memang mengerikan. Seseorang yang tampak baik, belum tentu benar-benar baik dan hal itu membuat Eunbi selalu mempertanyakan sikap orang-orang.

"Kau mau pesan sesuatu untuk di makan?" Tanya Eunbi.

"Tidak, aku sedang diet," jawab Yuju.

"Kalau begitu aku ke pergi sebentar," ucap Eunbi. Yuju mengangguk dan Eunbi bangkit dari duduknya. Toko roti di seberang jalan menjadi tujuan perempuan itu.

"Signor, aku mau roti gandumnya 2," ucap Eunbi pada pemilik toko.

Pria bertubuh tambun dan berkumis tebal itu mengangguk sambil tersenyum ramah.
"Apa kau dari daratan China, Signorina?" Pemilik toko itu bertanya.

"Non, saya berasal dari Korea Selatan," jawab Eunbi mengoreksi.

"Bahasa Italia mu bagus sekali! Kau sudah lama disini?", pemilik toko itu kembali bertanya sambil mengulurkan pesanan Eunbi.

"Benar," jawab Eunbi ringkas. "Grazie," tambahnya saat menerima pesanan.

Eunbi melirik pemuda yang mengantre dibelakangnya, seperti tidak sabar kalau di dengar dari caranya menghela napas. Eunbi buru-buru menyingkir, tidak menanggapi pemilik toko yang mengundangnya untuk kembali berkunjung.

###

Test test!!
Ada kah orang?

Mafia In Love (Rate M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang