A Killer

411 78 43
                                    

Jungkook tau ada yang tidak beres saat melihat senyum Eunbi menghilang dari layar ponselnya. Kecurigaannya terbukti saat tiba-tiba Eunbi melarikan diri dari orang asing itu. Jungkook menyadari orang asing itu sempat bicara padanya, tapi dia tidak tau apa yang dikatakan oleh orang itu karena memakai bahasa Korea.

Jungkook segera mencari Jeremy untuk menolong Eunbi. Lelaki itu hampir memesan tiket pesawat ke Seoul andai Jeremy tidak segera mengangkat teleponnya. Jungkook baru bisa bernapas lega saat Eunbi telah selamat bersama Jeremy.

Dan sekarang, waktunya pembalasan.

"Kita sedang berada di puar negeri, Signor," suara Jeremy terdengar mengingatkan. "Sebaiknya dilakukan dengan cepat."

Jungkook kembali melepaskan pukulan ke arah wajah yang sudah penuh darah itu. Suasana malam di tepi sungai sangat sepi hingga tidak ada seorang pun yang lewat. Lelaki itu agak terengah setelah melepaskan emosinya pada Mingyu.

Jungkook melap darah Mingyu yang menempel di tangannya, membiarkan tubuh Mingyu limbung ke tanah karena tak sadarkan diri.

"Kau yakin dia belum melakukan sesuatu pada perempuan itu?" Jungkook kembali bertanya.

"Saya sudah mengecek cctv cafe untuk memastikan," jawab Jeremy meyakinkan.

"Kita tinggal saja dia disini kalau begitu," ucap Jungkook, menendang sedikit tubuh Mingyu untuk memastikan lelaki itu masih hidup. "Beruntung kalau ada anjing liar yang lapar dan memakannya." Jeremy tidak menanggapi.

Jeremy lebih memilih memberikan jas hitam Jungkook, membantu atasannya itu memakai jasnya dan mengawal lelaki itu ke dalam mobil. Jeremy melakukan tugas terakhirnya sementara Jungkook menyulut rokok.

"Bagaimana dengan para gangster di sekitar sini?" Tanya Jungkook saat Jeremy menyalakan mesin mobil.

"Tidak ada yang menyulitkan setelah tau saya berasal dari keluarga mana," jawab Jeremy.

"Bagus," komentar Jungkook singkat, menghembuskan asap rokoknya asal.

"Mereka meminta jatah dari penjualan narkoba di club-club malam, Sig," ucap Jeremy.

"Berikan saja. Beri barangnya sebagai bonus. Semakin banyak yang memakai barang itu, semakin bagus untuk kita," sahut Jungkook. "tapi berhati-hati lah dengan polisi."

"Tentu."

"Lalu, apa yang kau tau tentang perempuan itu?" Jungkook mengalihkan topik perbincangan.

"Dia sudah tidak keluar rumah sejak insiden terakhir. Sepertinya terlalu takut. Saya sudah menyuap pegawai di rumahnya untuk memberi saya informasi," jawab Jeremy.

"Sudah kuduga kau bisa memakai otakmu," gumam Jungkook. "Timothy sedang menyiapkan serangan balasan. Jadi aku harus memastikan kita tidak kekurangan orang."

"Dimengerti, Sig," ucap Jeremy singkat.

###

Andai tidak di seret oleh ibunya, Eunbi tidak akan ikut acara makan malam hari ini. Sebuah restoran mewah telah di sewa, dan dua keluarga sudah datang. Eunbi duduk dengan tidak nyaman, berusaha bersikap biasa pada orang yang ingin ibunya kenalkan.

Eunbi sudah bilang pada ibunya, kalau dia sedang takut untuk keluar rumah, tapi ibunya tetap memaksa, memakai alasan bahwa makan malam itu telah direncanakan sejak beberapa bulan lalu dan tidak enak kalau Eunbi tidak ikut datang. Eunbi melirik ke paras lelaki yang akan dijodohkan dengannya.

Sarjana lulusan kedokteran itu tampan, tapi memiliki pesona yang berbeda dengan Jacky. Eunbi mulai terus-terusan merindukan pacarnya itu, namun tampaknya Jacky sedang sibuk dengan urusannya.

Eunbi menghela napas panjang, memainkan lipatan rok yang dia pakai secara asal. Eunbi berpikir untuk mencari alasan agar bisa kembali ke Italia secepat mungkin. Yah, meskipun itu berarti dia akan berhadapan dengan kriminalitas lagi.

Suara ketukan di pintu terdengar, beberapa pelayan masuk membawa pesanan makanan mereka.

"Nona Jung, ada orang yang mencarimu di luar," ucap salah seorang pegawai, membuat Eunbi mengerutkan kening was-was. Dia takut Mingyu menemukannya lagi.

Namun, saat melirik ke arah pintu, justru sosok Jacky yang memakai kemeja hitam lah yang dia temukan. Eunbi tidak bisa menahan diri, perempuan itu tersenyum dan lekas berlari untuk memeluk pacarnya itu.

Jacky terkekeh saat menerima pelukan Eunbi.

"Hallo, My Love," sapanya ringan.

"Aku tidak menyangka--" Eunbi tidak menyelesaikan kalimatnya, memilih untuk menatap Jacky kagum.

"Aku ada urusan sebentar dengan Jeremy dan memutuskan untuk mampir. Apa aku mengganggu?" Ucap Jacky, mengusap kepala Eunbi ringan. Eunbi menggelengkan kepala.

"Eunha? Siapa itu?" Suara ibunya membuat Eunbi berjengit kaget. Perempuan itu lekas melepaskan pelukannya sebelum melirik ke arah Jacky.

"Pacarku, Ma. Dia baru saja datang dari Italia," jawab Eunbi, agak gugup.

Mata ibu Eunbi melebar, teringat sosok yang telah memberinya barang-barang mewah beberapa waktu yang lalu.
"Suruh dia bergabung dengan kita," ucap ayah Eunbi.

Eunbi menyampaikan hal itu kepada Jacky sebelum menggandengnya menuju meja makan. Keluarga teman ibunya yang mereka undang tampak agak kurang nyaman namun mempersilakan Jacky bergabung.

Eunbi bertindak sebagai translator antara Jacky dan keluarganya dan kebanyakan pertanyaan ibunya seputar kehidupan pribadi, semisal pekerjaan dan pendidikan. Eunbi tidak tau kalau Jacky mengelola perusahaan keamanan yang ditinggalkan orangtua angkatnya andai sang ibu tidak bertanya.

"Sudah berapa lama kalian berpacaran?" Ibu Eunbi masih terus menginterogasi. Eunbi menyampaikan pertanyaan itu ke Jacky sebelum menjawab sendiri.
"Baru saja kalau begitu. Sebelum kau pulang?" Kini ibu Eunbi bicara pada anaknya.

"Ada urusan apa di Seoul?" Ayah Eunbi bertanya. Eunha menyampaikan pertanyaan itu ke Jacky.

"Selain urusan pekerjaan, saya juga merindukan putri kalian," jawab Jacky, membuat Eunbi merona saat menerjemahkannya kepada orangtuanya.

"Astaga, padahal kau pasti sibuk sekali," komentar ibu Eunbi. "Apa Eunha kami sering merepotkanmu?"

"Tidak. Lagipula saya suka saat Eunbi meminta bantuan saya," jawab Jacky lagi.

Wawancara itu berakhir setelah menu makanan mereka habis. Percakapan dengan tamu utama mereka justru teralihkan setelah kedatangan Jacky, dan ibu Eunbi meminta maaf dengan tulus.

Jacky sempat mengajak Eunbi untuk pergi jalan-jalan sebelum berpisah dengan kedua orangtua Eunbi. Jacky menghentikan mobil pinjaman dari Jeremy di tepi sungai Han.

"Aku masih tidak percaya! Sejak kapan kau di Seoul? Kenapa tidak mengabariku? Dan darimana kau tau aku ada di restoran itu?" Tanya Eunbi bertubi-tubi.

"Aku baru sampai tadi pagi dan langsung mencari Jeremy, tidak sempat mengabarimu," jawab Jacky. "Ngomong-ngomong, bukankah kau bilang ibumu sudah tau kau punya pacar? Lalu untuk apa makan malam itu?"

"Benar. Ibuku bilang, karena makan malam itu sudah di rencanakan sejak jauh-jauh hari, tidak enak kalau tiba-tiba di batalkan," jawab Eunbi. "Padahal aku sedang tidak ingin keluar rumah."

"Kenapa? Orang itu masih mengganggumu?" Tanya Jacky, teringat Mingyu yang entah bagaimana kondisinya sekarang. Eunbi menggelengkan kepalanya.

"Aku hanya takut bertemu dengannya seperti kemarin lusa. Sungguh tidak menyenangkan," jawab Eunbi.

"Tidak perlu takut pada orang seperti itu. Laporkan saja ke polisi," saran Jacky.

"Wah, tidak pernah terpikirkan olehku," cibir Eunbi sengit. Jacky tertawa mendengarnya. "Sangat mudah bagi Mingyu untuk berkelit. Aku sudah pernah mencobanya."

"Ya sudah, toh sebentar lagi kau akan kembali ke Italia," Jacky mengalah, melepaskan tangan Eunbi yang sejak tadi di genggamnya untuk beralih memeluk perempuan itu. "Aku sangat merindukanmu," katanya.

Tidak ada seorang pun dari kedua manusia itu yang menyadari berita malam yang mengabarkan penemuan mayat di tepi sungai.
###

Mafia In Love (Rate M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang