Panic Attack

450 95 32
                                    

Hari ini, pikiran Eunbi sibuk menerka-nerka arti tatapan tajam Jacky tadi pagi. Meski lelaki itu tetap bersikap biasa saja saat mengantarnya ke kampus, Eunbi masih penasaran. Walaupun sebenarnya mungkin memang tidak ada apa-apa, dan Eunbi hanya over thinking seperti biasanya.

Meski begitu, Eunbi cukup menyadari kalau pikirannya jauh lebih ringan daripada biasanya. Perempuan itu tidak ketakutan setiap bersitatap dengan orang lain yang tidak dikenalnya.

"Yuju, apa hari ini kau mau menemaniku ke perpustakaan?" Eunbi bertanya pada temannya yang sedang asyik menyantap makan siang.

"Mau apa kau ke perpustakaan?" Tanya Yuju, mengabaikan menu makan siangnya sebentar.

"Tidak ada. Aku hanya ingin pergi keluar, tapi tidak punya tempat tujuan selain perpustakaan," jawab Eunbi.

"Kalau begitu ikut aku saja ke club. Hari ini aku disuruh datang lebih awal, dan Victor berjanji kami akan pulang lebih awal juga!" Tawar Yuju.

"Apa akan ada acara atau semacamnya? Tumben sekali Victor tidak memeras tenagamu?" Ujar Eunbi, mengerutkan kening.

"Kau sudah dengar berita tentang kelompok yang berseteru semalam, kan?" Tanya Yuju, yang segera diangguki Eunbi. "Victor takut akan ada jilid duanya!"

"Kenapa Victor hanya peduli kalau yang bersengketa kelompok besar? Maksudku, kita kan tidak pernah tau kapan kita terluka! Bagaimana kalau kau di todong pistol atau di tusuk oleh orang asing seperti ketua Hokey itu?" Cerocosan Eunbi membuat Yuju terperangah.

"Eunbi, kau sadar kan kalau kriminalitas disini memang cenderung tinggi? Kalau Victor tidak membuka club setiap ada penyerangan, maka club tidak akan pernah buka!" Sahut Yuju, mengingatkan. "Lagipula, ucapan mu jelek sekali. Kau mendoakanku supaya kena tusuk atau bagaimana?"

"Bukan begitu maksudku," bantah Eunbi.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kencanmu dengan Jacky kemarin?" Tiba-tiba Yuju mengalihkan pembicaraan. Perempuan itu bahwa temannya tidak berniat jelek, hanya saja pikiran Eunbi memang cenderung berlebihan.

"Apa?" Sahut Eunbi, membuang muka ke arah lain.

"Kalian pergi kemana dan apa yang kalian lakukan? Tumben sekali kau belum bercerita padaku," balas Yuju.

"Tidak ada yang istimewa," Eunbi kembali mengelak meski wajahnya merona teringat Jacky dan hubungan mereka.

Yuju menoleh sambil mengerutkan kening. "Benarkah?" Tanyanya tidak percaya. "Lalu, kenapa tadi pagi aku melihatmu diantar Jacky? Lalu, bajumu ini, baru beli?"

"Ya... Begitulah. Intinya, ya begitu!" Jawab Eunbi tidak jelas. Mendengar hal tersebut, Yuju pun tertawa geli.

"Tinggal bilang kalian sudah pacaran apa susahnya?" Ledek Yuju, yang membuat Eunbi nyengir.

"Aku ke kelas dulu, ya?" Ucap Eunbi, tiba-tiba memberesi makanannya.

"Ho, mau kabur?"

"Bukan, tapi mempersiapkan ujian. Signor Orlando kan sering melakukan tes sebelum pembelajaran dimulai," Eunbi menjelaskan. Yuju menangguk dan balas melambai saat Eunbi menjauh.

"Oh, nanti kau ikut ke club?" Tanya Yuju, teringat Eunbi belum menanggapi tawarannya.

"Iyaa ..."

###

Baik Yuju maupun Eunbi sama-sama mengernyitkan kening ketika melihat puluhan orang memakai jas berkumpul di dalam club saat tempat itu belum dibuka untuk umum. Eunbi memeluk lengan Yuju erat-erat, membiarkan temannya itu memimpin jalan menuju ruang staf.

"Siapa orang-orang itu?" Yuju bertanya pada salah satu teman kerjanya begitu mereka sampai di ruangan dimana karyawan menyimpan barang-barang mereka.

"Kudengar, mereka adalah kelompok Lincoln yang ingin balas dendam pada kelompok Timothy karena penyerangan kemarin," salah satu teman Yuju menjawab.

"Apa? Kenapa Victor memperbolehkan mereka berkumpul disini?" Tanya Yuju, yang segera mendapat kedikan bahu sebagai jawaban.

"Bagaimana kalau mereka membuat kerusuhan?" Tambah Eunbi, cemas.

"Seharusnya, tidak," jawab teman kerja Yuju yang lain. "Mengingat Victor tidak menelepon polisi, sepertinya mereka sudah membuat kesepakatan."

"Jadi, kita menunggu mereka pergi dulu baru mulai kerja?" Tanya Yuju.

"Benar. Kata Victor, mereka tidak akan lama. Kudengar, mereka sedang menunggu bos besar mereka," sahut pegawai yang pertama kali menyahuti Yuju.

Meski telah di bilang bahwa club aman, tapi perasaan cemas tidak meninggalkan Eunbi. Tentu skenario buruk tentang penyerangan dan lain-lain terus berputar dikepalanya hingga membuatnya pusing.

"Eunbi, lebih baik aku antar kau pulang dulu," ucap Yuju yang menyadari keadaan temannya yang memburuk. Eunbi tidak membantah, menganggukkan kepala dengan tangan memijit kening. Perasaan cemasnya berubah menjadi rasa mual.

Eunbi terengah-engah saat akhirnya dia keluar dari club itu. Kepalanya masih pusing, tapi udara segar memenuhi paru-parunya.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Yuju, cemas.

"Yuju, antar aku ke apartemen Jacky saja. Letaknya tidak jauh dari sini," pintu Eunbi yang berusaha tetap sadar meski kepalanya berkunang-kunang.

"Apa kau mau duduk dulu?" Tawar Yuju, masih cemas.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Ayo!"

###

Apartemen Jacky kosong saat mereka tiba disana, namun Eunbi dan Yuna bisa masuk karena Eunbi tau password apartemen lelaki itu. Begitu masuk, Eunbi segera menuju kamar dan melemparkan dirinya ke atas ranjang.

"Kukira tidak terjadi apa-apa denganmu dan Jacky kemarin," ucapan menggoda Yuju di balas lambaian tangan oleh Eunbi.

"Interogasinya lain kali saja, ya? Kau bisa menunggu disini selagi orang-orang itu masih di club," balas Eunbi.

"Perlu kutelepon Jacky supaya datang?" Tawar Yuju yang dibalas gelengan oleh Eunbi.

"Aku mau tidur saja," katanya.

"Memangnya kau bisa tidur?" Eunbi tidak menanggapi lagi, memilih menutup matanya dan berusaha mengosongkan pikiran.

###

Eunbi terbangun saat merasa sepasang tangan memeluk pinggangnya. Tidak lama kemudian, sebuah bibir mengecup lembut pipinya. Perempuan itu membuka mata dan tersenyum melihat sosok Jacky tidak jauh darinya.

"Kukira kau tidak akan pulang karena sibuk," ucap Eunbi, teringat kata-kata Jacky tadi pagi.

"Yuju mengabariku, katanya kau datang ke apartemenku dan memintaku menemanimu," sahut Jacky tenang.

"Maaf, apa aku mengganggu pekerjaanmu?" Tanya Eunbi, mendorong bahu Jacky yang hendak mencium bibirnya untuk melihat wajah lelaki itu lebih jelas.

"Tidak, pekerjaanku sudah selesai, makanya aku datang," jawab Jacky.

"Kalau begitu, mungkin lebih baik kalau aku pulang saja," ucap Eunbi, hampir bangun dari ranjang andai Jacky tidak menahannya.

"Kau mau kemana? Ini sudah hampir tengah malam. Menginaplah lagi," sahut Jacky, menawarkan.

Eunbi tidak menolak. Meskipun bisa saja Jacky mengantarnya pulang, Eunbi tidak mau merepotkan lelaki yang baru pulang kerja itu. Kalau pulang sendiri, jelas dia tidak berani.

"Apa kau sudah makan?"

"Apa kau sudah makan?"

Mereka berdua tersenyum karena menanyakan hal yang sama. Eunbi menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban dan Jacky pun bangkit dari ranjang. Lelaki itu mengulurkan tangan ke arah Eunbi.

"Ayo makan," ajaknya.

"Tapi ini sudah tengah malam. Aku bisa tambah gemuk nanti," jawab Eunbi menolak.

"Kau belum makan, kan? Nanti kalau tidak makan malah sakit. Ayo makan walau cuma sedikit," bujuk Jacky, menarik pelan lengan Eunbi yang tampak ogah-ogahan.

###

Tinggal 2 draft 🤧

Mafia In Love (Rate M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang