Vote dan komennya ditunggu...♥️
###
Berawal dari rasa cemas karena ucapan Yuju, ketakutan Eunbi mengudara begitu dia tidak menemukan Jacky dimana pun. Sudah dua minggu ini Eunbi bolak-balik ke fakultas, caffe hingga apartemen lelaki itu tapi yang selalu ditemuinya adalah kekosongan.Pikiran Eunbi tidak bisa berhenti berpikir, mengkhawatirkan keadaan Jacky yang sama sekali tidak bisa dihubungi. Yuju juga tidak membantu. Temannya itu justru memupuk kecemasan Eunbi hingga membuat frustasi.
"Mungkin aku benar, dia pergi karena bosan bermain denganku atau motifnya mendekatiku sudah ketahuan?" Ucap Eunbi pada Yuju yang dengan tenang meminum birnya.
"Wah, apa itu? Guilt trip?"
Eunbi memberengut mendengar balasan Yuju, tapi tidak memungkiri perasaan kesal menyelimutinya setiap kali teringat Jacky. Walaupun kalau dipikir-pikir lagi, kenapa dia merasa kesal saat lelaki itu menghilang?
"Yuju ... Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Eunbi, nyaris merengek. Dia merasa kesal dan bersalah, tapi anehnya merasa bingung kenapa dia merasa demikian.
"Konsultasi ke psikolog profesional dulu," jawab Yuju.
"Apa hubungannya?" Omel Eunbi. "Psikolog tidak akan tau dimana Jacky berada!"
"Psikolog memang tidak akan tau dimana Jacky, tapi pasti tau apa yang sedang terjadi dengan otakmu," sahut Yuju. "Sejak kapan kau peduli pada orang yang kau tolak?"
"Jacky sudah berteman dengan kita selama tiga bulan!" Eunbi mengingatkan.
"Lalu? Kau merasa dekat dengannya?" Apa hanya perasaan Eunbi, atau Yuju memang sedang meledeknya? "Pesanmu belum di balas sampai sekarang? Bagaimana dengan telepon?" Akhirnya Yuju menyahut dengan benar setelah Eunbi tidak bisa berkutik.
"Nomernya aktif, tapi dia mengabaikanku," gerutu Eunbi. "Baiklah kalau begitu, aku juga akan mengabaikannya!"
"Oh, ayolah! Dia mungkin masih patah hati denganmu," balas Yuju, memutar bolamata. "Pertama-tama, apa kau sudah meminta maaf dengan benar?"
"Untuk apa aku meminta maaf?" Eunbi tampak terperangah. "Karena sudah menolaknya? Atau menamparnya karena menciumku seenaknya?"
Yuju terkekeh melihat wajah Eunbi tampak kesal lagi. Memang harus dia akui, Jacky agak gila karena langsung mengambil langkah cepat itu di hari pertamanya menjadi pacar gadungan Eunbi.
"Benar, seharusnya dia meminta ijin terlebih dulu," sahut Yuju setuju.
--Aku seharusnya mengatakan itu lebih dulu sebelum menciummu tapi-- Eunbi mendecih teringat perkataan Jacky yang nyaris sama dengan Yuju.
"Jujur saja, sekarang aku pun bingung kenapa aku harus mengkhawatirkannya!" Eunbi mendengus sebal.
"Karena kau berpikir dia tidak akan bisa mengatasi patah hatinya dan bertindak macam-macam?" Tebak Yuju yang segera di sahuti dengan raungan putus asa Eunbi.
"Kau bisa jadi psikolog yang lebih baik daripada aku!" Keluh Eunbi, membuat Yuju tertawa.
"Tidak susah membaca orang yang hanya hidup dalam prasangka pribadi seperti mu, yang isi kepalanya hanya hal negatif saja," sahut Yuju tenang. "Pokoknya, pikirkan dulu apa yang akan kau lakukan setelah bertemu Jacky. Jangan sampai kau kabur karena terlalu merasa bersalah dan takut Jacky tidak akan memaafkanmu!"
Eunbi menghela napas panjang, memikirkan ucapan Yuju dalam diam. Adalah wataknya untuk takut pada sesuatu, bahkan jika sesuatu itu bisa dibilang tidak mungkin. Meski beberapa kali dirujuk ke psikiater, Eunbi tetap keras kepala, meyakini terapi mandiri yang dia jalani saja sudah cukup membantu. Toh, kecemasan itu tidak akan pernah hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia In Love (Rate M)
FanfictionJeon Jungkook adalah seorang pemuda yang sudah terkenal sebagai seorang bos mafia di Italia sana. Sosoknya yang terkenal kejam tidak lepas dari perlakuan rasis yang dulu sempat dirasakannya. Jung Eunbi adalah mahasiswa fakultas psikologi yang mengin...