Before The Break Up

318 54 10
                                    

Victor menatap perempuan di depannya dalam spekulasi. Pasalnya, sikap yang diambil perempuan itu sangat berbeda dari seseorang yang selama ini sangat dia kenal.

Perempuan itu masih saja diam sejak dipersilakan duduk oleh Victor. Alkohol yang kadarnya lebih tinggi dari bir yang biasanya tampaknya juga tidak menganggu perempuan yang sedang larut dalam pikirannya itu.

"Sebenarnya, apa yang ingin kau bicarakan denganku?" Victor akhirnya berbicara, memecah keheningan yang dirasa telah terjadi terlalu lama.

Perempuan itu terusik sejenak, tampaknya sadar kalau dia sedang ada keperluan.
"Maaf," gumamnya tersenyum tipis, kemudian meraih tas yang biasa dipakai untuk kuliah.

Victor mengerutkan kening bingung saat perempuan itu menyodorkan amplop cokelat ke arahnya.
"Bacalah," pinta perempuan itu.

Victor mengiyakan permintaan sederhana itu setelah menghela napas dalam. Raut terkejut muncul di wajahnya setelah membaca secara singkat dokumen yang perempuan itu bawa.

"Eunbi, darimana kau dapat ini?" Tanyanya menuntut.

"Jadi itu benar," sahut Eunbi, menganggukkan kepalanya pelan. "Ataukah ada yang harus kau ralat?"

Victor menelah ludah kelu, meletakkan dokumen itu dan bergerak tidak yakin.
"Darimana kau mendapatkan semua informasi itu?"

"Seseorang bernama Hero Timothy?" Jawab Eunbi santai, tapi dengan cepat Victor menggelengkan kepalanya.

"Tidak mungkin! Kami sudah membereskan orangtua it--" Victor menggigit lidah, tidak menyangka dirinya akan keceplosan hingga membuat lawan bicaranya tersenyum miring.

"Biar bagaimanapun, aku tetap berterimakasih padanya. Kalau tidak, aku pasti masih menjadi mainan bodoh kalian, benar?" Sahut Eunbi lagi, nada suaranya tidak berubah sama sekali. Tenang, tanpa secercah emosi. Seolah mereka sedang berbasa-basi.

"Mainan bodoh?" Nada suara Victor terdengar tersinggung. "Kapan aku memperlakukanmu seperti itu?"

"Entahlah, kurasa aku tidak yakin kalau kau sendiri tidak merasa melakukannya. Mungkin hanya aku yang berpikir bahwa kau sengaja membiarkan bosmu mendekatiku," ucap Eunbi.

"Apakah itu salahku? Apa kau tau betapa terkejutnya aku saat melihatmu datang dengannya?" Mata Eunbi langsung meliriknya tajam.

"Bukankah kau setidaknya bisa memberiku sedikit informasi kalau dia orang yang berbahaya? Oh, tentu saja tidak, karena kau sama saja dengannya!" Balas Eunbi geram.

"Hei, apa menurutmu aku punya kesempatan?" Tukas Victor, kesal. "Lagipula, memang apa yang sudah Signor lakukan padamu?"

Eunbi diam, tidak menyahut. Jacky memang tidak mencoba untuk melukainya, tapi hal itu tidak mengubah pandangan Eunbi bahwa Jacky adalah sosok yang berbahaya. Victor yang menyangsikan Jacky akan bersikap kasar pun tampak puas dengan kediaman Eunbi.

"Kau sudah cukup lama mengenalku dan berhubungan dengan Signor. Apa kau masih berpikir kami orang yang patut di hindari? Bahwa kami orang jahat?" Eunbi tertawa mendengar pertanyaan itu.

"Apa kalian orang baik?" Tanya Eunbi balik. "Aku kesal karena merasa telah dibohongi oleh bosmu. Aku merasa telah di jebak, karena tidak memiliki pilihan yang seharusnya aku punya!"

Kali ini giliran Victor yang tidak bisa menyahut.
"Seharusnya aku tau tentangnya sebelum mengambil keputusan untuk menjalin hubungan, tapi dia memilih berbohong dan kau pun tutup mulut. Apa kau tau betapa terguncangnya aku sekarang? Aku bahkan sudah tidak tau lagi apa yang harus kulakukan karena kebingungan!"

"Kalau kau mencintainya, kenapa kau harus bingung?" Sambar Victor cepat.

"Apa dia benar-benar mencintaiku? Kau bisa menjaminnya?" Balas Eunbi. "Yang sekarang kulihat darinya hanya kebohongan dan kebohongan. Dan aku tidak mau jatuh cinta sendirian."

###

Jungkook mengerutkan kening pada ponsel di tangannya karena Eunbi sama sekali tidak bisa di hubungi. Apa perempuan itu sedang sangat sibuk? Sial sekali karena penjaga yang biasanya bersama perempuan itu sedang ditarik karena acara penting nanti malam.

"Sig, orang itu ingin bertemu denganmu," Josh menginterupsi lamunan singkat.

"Apa orang yang akan mati memang banyak mau?" Gumam Jungkook sebal, tapi menyimpan kembali ponselnya ke saku celana dan berjalan menuju ruangan tempat Hero Timothy dikurung.

Rumah keluarga besar Lincoln memang sering dipakai untuk hal-hal gelap seperti menyekap dan membunuh orang seperti ini. Ada ruang khusus di bawah tanah yang digunakan sebagai penjara juga. Disanalah kaki Jungkook melangkah sambil mengisap cerutunya.

"Kudengar kau ingin bertemu denganku?" Ucap Jungkook, duduk di kursi penjaga yang kini kosong setelah Jungkook usir.

"Ah, mulia sekali kau mau datang memenuhi panggilanku," sahut Hero Timothy, terdengar tenang. Bahkan tampak sedikit senyum di bibirnya saat melihat wajah congkak Jungkook.

"Anggap saja memenuhi permintaan terakhir," balas Jungkook, tersenyum sengit. "Seharusnya kau tau mana yang tidak boleh kau usik, kan?"

"Ah, Anak Bawang, kau lupa bahwa kau lah yang memulai mengusik 'hal yang tidak boleh diusik' itu?" Jawab Hero Timothy, agak kesal. "Gadis muda itu bahkan tidak tau sedang berurusan dengan siapa? Kasihan sekali!"

"Sebelum mengasihani seseorang, lebih baik kau mengasihani dirimu sendiri lebih dulu," sindir Jungkook. "Yang hampir mati disini adalah, kau."

Hero Timothy justru tertawa geli.
"Hahahahahahaha! Anak Bawang, aku ini sudah hidup cukup lama. Kau tidak mengerti, tapi justru kau lah yang seharusnya dikasihani. Aku sudah mendapatkan banyak hal yang aku inginkan, sementara kau?"

"Ah, tidak perlu merasa kasihan padaku. Bisa menghancurkanmu dan menguasai Italia seluruhnya adalah sebuah berkat bagiku. Jika kalkulasiku benar, itu berarti luas wilayah ku dua kali lebih besar daripadamu?" Jungkook kembali tersenyum sombong.

"Wah, itu benar," Hero Timothy tampak setuju selama beberapa detik. "Tapi sebuah pencapaian akan selalu memerlukan pengorbanan, kan? Aku ingin tau, apa yang harus kau korbankan untuk rasa egois dan tamakmu itu. Oh, jangan tersinggung. Aku sedang mengaggumimu."

Jungkook mencibir, dan Hero Timothy pun melanjutkan.
"Aku yakin kau menghancurkan... Siapa nama wanita itu? Jeniffer? Sheila? Siapa wanitaku yang terakhir kau bunuh itu? Ah, sudahlah. Lupakan saja namanya. Maksudku adalah, aku yakin kau berpikir kau telah menghancurkan diriku karena itu. Tapi kau salah. Kau tidak mengusikku sebesar itu."

"Teruslah mengoceh orang tua. Anggap saja hadiah sebelum kau ku bunuh," Jungkook menginjak sisa cerutunya dan berdiri hendak beranjak pergi.

"Tapi, aku tau akan seberapa hancur kau kalau gadis itu meninggalkanmu," ucapan Hero Timothy yang terdengar terhibur itu membuat tubuh Jungkook menegang.

Lelaki itu menoleh dan menemukan Hero Timothy sedang menyeringai.
"Kuharap, saat hal itu terjadi kau akan menjalani kehidupan seperti di neraka."

"Kau bahkan belum sekarat, tapi sudah membual kemana-mana," ucap Jungkook pedas. Lelaki itu tidak bisa mencegah perasaan marah yang menguasainya mendengar ucapan Hero Timothy.

"Hahaha! Kau pasti sedang gelisah karena tidak tau dimana gadis itu berada sekarang, bukan?" Hero Timothy tampak sangat gembira melihat ekspresi wajah Jungkook yang biasanya membuat bawahannya kabur melarikan diri. "Butuh bantuanku?"

Jungkook berbalik arah untuk mencengkram leher Hero Timothy.
"Kalau diberi kebaikan, ucapkanlah terimakasih. Bukan justru kurang ajar!"

"Anak Bawang, meskipun aku mati ditanganmu, ketahuilah, bahwa aku yang menang atasmu!" ucap Hero Timothy sebelum Jungkook mengambil pistol, dan menembakkannya ke kepala Hero Timothy.

"Kau terlalu banyak bicara!"

###

Hai haii... Maaf ya lamaaaa hehehehee...

Mafia In Love (Rate M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang