Bab 1. Di antara mimpi dan kenyataan -part 2-

2.6K 102 4
                                    

Pemandangan Henry di bawahnya semakin lama semakin tinggi. Angin yang menyedotnya memutar seluruh tubuhnya bagai angin puyuh. Pandangannya berputar sangat kencang seperti dikocok dalam mesin cuci.

Tidak sampai sepuluh detik, dia pun hilang ditelan awan. Henry serasa mati. Semua pandangan memudar. Tidak ada warna dan bentuk, hanya ada kegelapan. Dia bahkan tidak bisa melihat tangannya sendiri.

Semuanya tidak mungkin. Dia menemukan monster loch ness, dikejar orang-orang mistis, hingga awan yang meledak. Hari yang tidak masuk akal. Perlahan-lahan akhirnya Henry sadar. Henry bermimpi. "Ya mimpi! Tidak mungkin kenyataan seaneh ini. Ini pasti mimpi dan aku terbangun sebentar lagi."

Matanya perlahan-lahan dapat melihat semenit kemudian. Yang pertama kali ia tatap adalah jalan tua berbatu. Dia kemudian berdiri dengan limbung dan perlahan merasakan tubuhnya kembali. Seluruh kulitnya kesemutan dan sela-sela ototnya keram seakan ada truk gandeng menubruknya.

"Apa-apaan ini?" pikir Henry kebingungan. Henry melihat sekeliling tetapi pemandangan di sekitarnya sangat jauh dari terbangun mimpi. Saat ini Henry tengah berada di sebuah kota aneh. Perumahan terbuat dari pepohonan purba yang besar dan menjulang tinggi. Papan penunjuk jalan terbuat dari batu cokelat dan ada lumut hijau yang menempel di sepanjang jalan. Tidak ada siapa pun di sana seakan ia berada di kota hantu.

"Di mana ini?" ucapnya keheranan. Udara yang ia hirup terasa dingin seakan penuh oksigen. Henry lalu melihat langit. Dia terkejut begitu sekelebat bayangan mahluk hitam terbang di atas kepalanya. Mahluk itu bukan burung atau kelelawar. Mahluk itu seekor capung purba sepanjang kakinya.

"Buset! Itu Meganeura!" Henry terkesima dengan bentuknya yang persis seperti capung, tetapi bentuk ekornya seperti capit. Badannya bersegmen-segmen dan bergerak naik-turun seperti ulat.

Henry bingung, keheranannya tidak selesai hanya dengan capung purba itu. Dia melihat bulan muncul di siang bolong, sangat besar, dan tampak dekat dengan Bumi. Aurora muncul di seluruh belahan angkasa dan berpendar indah bagai selendang tertiup angin.

"Indah sekali!" gumam Henry sambil menepuk pipinya keheranan.

Henry kemudian berjalan seraya memandang alam sekitarnya. Mau ke mana pun ia pergi, Henry tidak merasa ada di Bumi. Tubuhnya ringan dan langkahnya jauh-jauh, seakan ia berada di planet lain yang gravitasinya kecil.

Henry menjejakkan kaki lebih keras dan tubuhnya meloncat tinggi. Dia melambung terbang ke udara bagaikan sehelai kapas. Saat kembali jatuh dari ketinggian sepuluh meter, kedua kakinya tidak sakit. Kalau dunia ini nyata, mungkin kedua lututnya patah dan harus digips berbulan-bulan.

Henry mencoba menendang batu hijau di pinggir jalan. Seperti perkiraannya, batu besar itu hancur berkeping-keping. Henry tidak merasa sakit. Dia serasa menendang triplek kayu yang sudah tua.

"Aku ... aku jadi manusia super?" tanya Henry yang terkejut dengan kekuatannya sendiri.

Henry terus berjalan menelusuri jalan setapak. Dia mulai melihat berbagai mahluk setelah sampai di suatu lapangan mirip alun-alun kota. Dia melihat kadal berjengger, kucing dengan taring sebesar tangannya, dan mahluk berbulu yang mampu berdiri. Juga ada manusia yang memakai baju kulit dan mereka berbicara satu sama lain dengan sewajarnya. Bahasa mereka terdengar aneh dan cara mereka hidup seperti rakyat abad pertengahan. Tidak ada satu pun kendaraan seperti mobil dan motor sejauh mata memandang.

"Mungkinkah Anda Mister Henry Virnando?" ucap seseorang dari belakangnya.

"Astaga!" Henry berteriak kaget. Dia kemudian melihat belakang dan mendapati seorang pria telah berdiri di sebelahnya. Pria itu memakai jubah kulit cokelat, topi lancip tinggi bercorak bintang, dan sepatu coklat pantoefel kulit yang tidak selaras dengan gaya pakaiannya. Ada tongkat oak sepanjang kaki yang ia pergunakan layaknya tongkat penopang tubuh. Henry terkejut karena pria ini orang pertama yang menyapanya dalam mimpi.

Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang