Teman sekelasnya ramai membahas dewa kematian, tetapi Nico dan Eris tidak peduli. Mereka lapar dan ingin makan siang sekarang juga. Mereka lalu menggunakan pintu-ke mana-saja agar sampai ke aula makan lebih cepat. Sayangnya, Eris salah lihat jadwal kali ini. Setelah masuk pintu-ke mana-saja nomor tiga ratus enam belas, mereka tiba di sebuah lorong besar berlantai tegel cokelat. Nico melihat pohon berdaun merah muda tumbuh di tengah-tengah lorong dengan ratusan lilin dan bola cahaya keemasan melayang berputar di sekelilingnya. Pohon itu memiliki sembilan dahan besar yang mencuat ke segala arah.
"Eih! Aku salah lihat lagi. Inikan pohon Yggdrasil." Eris tampak kesal melihat catatannya. "Jangan dekat-dekat dengan pohon itu, Nic. kalau tidak mau energimu disedot."
"Lalu kita di mana?" tanya Nico dengan ngeri dan berjalan menjauhi pohon.
"Kelihatannya kita di depan markas Garuda." Eris menunjuk sebuah pintu masuk markas yang berada di bawah hologram raksasa.
Hologram itu berpendar megah menceritakan hidup Garuda. Garuda adalah burung raksasa berbadan manusia. Kepalanya bertopeng emas dan sayap pelanginya membentang luas. Tiap-tiap bulunya mengeluarkan aura kegelapan yang berputar-putar seperti angin puyuh. Kakinya bertekuk seperti burung dan punya cakar hitam tajam. Hologram itu menampilkan perjuangan seekor Garuda melawan naga hitam di depannya, demi melindungi sebuah pintu kecil keemasan di bawahnya. Pintu kecil itu adalah pintu masuk markas Garuda.
"Astaga, hanya untuk pintu masuk saja sampai bikin film tiga dimensi seperti itu?" Nico heran melihat hologram raksasa itu luar biasa besar. "Lebay amat."
"Apa tuh tiga dimensi?" tanya Eris.
"Tiga dimensi itu segitiga," jawab Nico ngawur. Dia tidak mengerti bagaimana cara menjelaskannya.
Eris kemudian melihat denah jadwalnya lagi. Dia kelihatannya percaya dengan penjelasan Nico.
"Ayo, jalan di depan kita menuju aula makan, Nic."
Tiba-tiba bau yang menusuk hidung tercium. Nico pun tertegun dan bergumam, "Tunggu, bau apa ini?"
"Bau?" Eris sesaat terdiam. "Bau lilin?"
Ada banyak lentera lilin cantik harum mengelilingi pohon, tetapi bau yang dicium Nico tidak harum. Dia kemudian melihat pintu markas Garuda. Bau tidak enak itu dari sana.
"Bukan lilin. Ini bau busuk."
"Eh? Bau busuk?" tanya Eris heran.
"Tunggu dulu. Itu bukannya si bunga bangkai? Apa bau ini darinya?" tanya Nico heran. Dia melihat Rafflesia berbicara di ujung persimpangan jalan ditemani wanita dan pria besar di sampingnya. Mereka memakai sweater hoodie dengan celana jeans biru yang selaras. Siapa pun bisa lihat kalau mereka satu geng dari gaya pakaiannya yang sama.
"Iih, pantesan bau," gumam Eris.
"Jangan lihat mereka," ujar Nico.
"Benar. Kita lewati saja."
Mereka berdua lalu berjalan menuju aula makan. Nico berharap Rafflesia yang mulutnya pedas itu tidak sadar ia lewat di sampingnya. Tetapi setelah berjalan lima langkah, mata Rafflesia menangkap mereka.
"Dasar!" kata Rafflesia seraya melihat Nico dan Eris. Dia kemudian tersenyum hampa.
"Kau lagi Eris. Tidak bisakah kau menghilangkan wajahmu sampai lima ratus tahun ke depan. Wajahmu pemandangan menyakitkan," ujar Rafflesia dengan suara yang sangat mengesalkan.
"Siapa mereka," tanya Cylen Masin, pria besar di sebelah Rafflesia.
"Perkenalkan, Mr Nico ndeso dan Eris kodok. Mereka bukan temanku," kata Rafflesia dengan nada bicara sopan layaknya berpidato di atas podium.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )
FantasyNicholas terlahir di akhir perang dunia kedua. Dia bertualang menuju tempat Mistis bernama Laputa, benua yang melayang di angkasa. Dia tidak pernah tahu ternyata dunia yang selama ini dikenalnya penuh dengan rahasia alam menakjubkan. Nico menya...