Bab 4. Pesan kilat

901 52 9
                                    


Saat sore tiba, emosi Paman Henry sepulang kerja meledak seperti bom atom saat melihat puluhan burung bertengger di sepanjang atap rumah.

Paman berteriak marah sambil menyemprot air taman ke atap, "Burung kurang ajar. Aku pangkas rumah pohonmu, lalu kalian balas dendam dengan pindah ke atap, Hah! Aku telepon restoran burung biar kalian dimasak!"

Nico berdiam diri di pojokan teras sambil melihat pamannya gaduh berisik seperti monyet lepas dari kebun binatang. Pamannya melempari burung-burung di atap dengan kerikil. Bahkan Pak Miller tetangga sebelah menelpon polisi karena mengira ada perkelahian rumah tangga di rumahnya.

Saat tante Rina pulang, ia pun segera menelpon petugas satwa. Semua burung berhasil diusir ketika matahari terbenam–mereka hanya pindah ke kabel dan tiang listrik–.

Hari semakin malam. Walau keadaan rumah sudah tenang, tetapi kekhawatiran Paman Henry semakin menjadi-jadi. Pekerjaannya sebagai detektif-kurang-kerjaan telah merusak akal sehatnya. Menurutnya, "dewa burung" telah mengutuknya. Paman kemudian meminjam senapan angin dua laras milik Pak Sylan. Pemukul kasti kata Paman terlalu ringan. Padahal menurut Nico, justru berat senapan lebih ringan.

***

Suara angin menerjang atap rumahnya terdengar sangat keras. Badai diramalkan menerjang Edintown dan memuncak tengah malam. Nico terbangun tepat jam dua belas dan merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Bulu kuduknya terasa merinding.

Angin aneh menyisir sekujur rumah. Hawa dingin keluar dari sela pintu dan mengisi seluruh ruang. Nico julurkan lehernya untuk melihat keluar jendela, mengira ada badai menerjang, tetapi yang dilihatnya hanya kegelapan malam. Dia merasa malam ini terlalu sunyi, bahkan tidak terdengar suara jangkrik satu pun.

Nico melihat ngeri belakangnya tiap lima detik, mengira akan muncul tangan hantu dari balik bayangan. Bahkan sekedar laba-laba kecil yang muncul di kolong meja membuatnya terkejut ketakutan.

Sesaat kemudian jantung Nico serasa jatuh, mendadak terdengar suara teriakan menggema dari ruang keluarga.

Nico mengenal suara pamannya. Bertepatan dengan teriakan, lampu di kamar Nico berpijar terang.

Nico terperanjat kaget, ia sampirkan selimutnya dan duduk dengan gusar. Tidak ada siapa pun di kamarnya, lalu mengapa lampu di kamarnya menyala sendiri? Dia lalu mencoba mematikan saklar, tetapi lampu tidak padam walau saklar ditekan berkali-kali.

Nico bingung. Dia kemudian turun dari kamarnya dan terperangah. Semua elektronik di dalam rumahnya hidup. Jam weker tua di atas lemari yang mati sejak lima tahun lalu tidak hanya kembali berdetak, tetapi juga berdering keras. Paman Henry berteriak karena rice cooker di ruang makan meledak dan isinya tercerai-berai ke mana-mana.

"Apa maksudnya ini, Mas?" tante Rina keluar kamarnya dengan kebingungan. Dia keheranan lampu kamarnya berkedip-kedip.

Paman Henry mencabut semua kabel kontak, seperti televisi, kulkas, dan microwave, tetapi semua elektronik tetap menyala. Tante Rina juga melepas baterai HP, tetapi layarnya tetap putih.

Nico menutup matanya dan duduk di kursi pojok. Dia panik ketakutan. Keadaan dalam rumahnya benar-benar seperti rumah hantu, seakan ada mahluk halus mengamuk. Nico mencium bau wewangian di mana-mana; lampu rumah menyala terang-gelap layaknya ada kekuatan supranatural menyerang rumahnya. Walau klakson mobil terus berbunyi, tidak ada seorang pun tetangga terbangun. Seakan-akan mereka terbawa ke dunia lain.

Paman Henry penasaran dengan asal listrik yang membuat semua elektronik menyala. Dia pun membongkar semua kabel rumah; sedangkan Tante Rina mengambil air dan menyiram boneka monyet penepuk genderang yang kembali menyala setelah mati belasan tahun.

Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang