"Tadi itu temanmu?" tanya Paman Henry yang berjalan menghampirinya.
"Ya, satu tempat les denganku ... dan dia kaget sekali," kata Nico dengan nada puas. Dia lalu berjalan ceria seakan dunia sekarang menjadi miliknya. "Lalu makan di mana?"
"Setelah kulihat-lihat, ada satu yang bagus," ujar Paman Henry seraya menunjuk rombong besar berbau enak. "Kau pasti suka."
Mereka berdua kemudian berjalan dan masuk dalam naungan rombong, Nico melihat banyak tusuk sate direndam dalam kuah kental merah mendidih.
"Berapa harganya pak?" tanya Paman Henry. Dia duduk di bangku pojok diikuti Nico di sebelahnya. Begitu melihat kuah mendidih, perut mereka langsung keroncongan.
"Satu tusuk, satu bintang."
Paman mengambil sate dan memberikannya ke Nico. Awalnya Nico tidak yakin dengan kuahnya yang sangat merah dan berbuih seperti sup monster, tetapi begitu melahapnya, matanya pun terbelalak. Nico mengecap rasa terenak dan terindah yang pernah dirasakannya. Rasanya seperti memakan daging dibalut tepung, lalu digoreng dan direbus kuah sambal bersamaan. Nico tidak tahu daging atau tepung apa yang dipakai. Konsistensi dagingnya lembut, tetapi teksturnya sama seperti daging sapi.
"Apa ini daging Paman? Kenapa enak sekali?" Mata Nico melotot heran melihat satenya.
"Makanan ini tidak ada di belahan Bumi mana pun. Namanya Bol."
"Wuah?" ujar Nico heran, "Bol?"
"Ya. Ini makanan sintetis. Bahannya dibuat dengan paduan alchemy dan teknologi modern. Karena daging buatan, semuanya terbuat dari protein. Tidak ada lemaknya. Kau tidak bakal gendut makan ini. Benarkan, Pak?" Paman Henry melempar senyum pada penjual.
"Benar. Ada Bol goreng, bakar maupun rebus," kata Pak penjual dengan ramah. Kumisnya yang tebal bergoyang ketika tersenyum. Wajahnya mirip ras viking yang gemuk.
"Wah, makanan idaman buat yang takut gemuk nih," gumam Nico.
Nico suka sekali dengan Bol rebus atau Bol bakar. Ketika digigit, daging itu seakan meleleh di lidahnya. Rasanya enak, memuaskan, dan membuat lidahnya bergoyang. Apalagi Pak penjual menyate bol itu sehingga gampang dipegang. Nico pun semakin rakus.
"Dari baju kalian, tampaknya kalian bukan dari sini." Pak penjual berbasa-basi
"Kami mau ke Burglatch," jawab Paman Henry. "Anakku berhasil masuk."
"Wah, benarkah? Selamat ya. Anakku juga berhasil masuk klauter ketiga,"
"Benarkah?" tanya Paman Henry.
"Ini dia." Penjual bol itu memperlihatkan foto seorang wanita muda yang tersemat di sisi dalam rombongnya. "Velina Einsleir. Adiknya juga masuk tahun ini. Veronica."
"Aku sangat bangga saat ia pertama kali kerja. Senang kekuatan kakekku menurun ke mereka," ujar Pak Penjual sambil mengaduk kembali saus Bol yang mengental. "Sekarang dia sudah tiga bulan tidak menelepon. Aku jadi penasaran."
"Mungkin sibuk, di sekitar sini banyak kejadian mistis aneh kan?" tanya Paman.
"Mungkin. Atau karena dia malu ... sudah lama tidak naik tingkat," jawab Pak penjual sambil tersenyum garing. "Adik kalau ketemu dengannya, beritahu ya?"
"Namanya Velina einsleirkan? Kalau ketemu, akan kusampaikan Pak," jawab Nico yang dibalas senyuman Pak penjual Bol.
"Baiklah. Kukasih gratis sate bol. Tambah makannya ya," kata Penjual yang dibalas teriakan senang Nico dan senyuman paman Henry.
Setelah perut kenyang, mereka pun berjalan memasuki Burglatch. Ada tangga aneh yang menghubungkan Laputa dengan Burglatch. Tangga itu membentang ke atas bagai permadani terbang, bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri sesuai dengan tiupan angin. Anak tangga terbuat dari porselen dan tampil sangat cantik bagai tangga putih pelaminan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )
FantasyNicholas terlahir di akhir perang dunia kedua. Dia bertualang menuju tempat Mistis bernama Laputa, benua yang melayang di angkasa. Dia tidak pernah tahu ternyata dunia yang selama ini dikenalnya penuh dengan rahasia alam menakjubkan. Nico menya...