Bab 3. Mencari Kerja

1.1K 53 9
                                    


Beautiful Hill, Edintown.

Sudah lima belas tahun waktu berlalu sejak pertemuan di sungai Loire, Paman Henry telah meninggalkan pekerjaan arkeologinya dan menetap untuk mengasuh Nico. Hutan dan padang Beautiful Hill berganti perumahan; trotoar pertokoan di selatan Holyrood telah diganti menjadi tegel dan banyak pepohonan ditanam di pinggir jalan.

Kicauan burung menandakan pagi telah tiba. Embun pagi di atas daun menetes jatuh di atas alis Henry Virnando–sang pemilik rumah–hingga membuatnya kaget dan berteriak kesetanan mengusir burung-burung gereja yang hinggap di atas pohon.

"Ah, tai burung! Hebat!" kata Henry marah sambil mengibas-ngibaskan koran yang diambilnya dari teras.

Dia kemudian masuk rumahnya lalu berteriak, "Ayo bangun! Jangan malas! Hari ini kita pangkas pohon mangga, biar burung-burung itu jera. Mana gergaji listrik?"

Sayup-sayup teriakan pamannya terdengar. Nico tersentak bangun saat mendengar kata gergaji listrik. Seingatnya mereka tidak punya alat menyeramkan seperti itu.

Nico mengerang sambil menggeliat di kasur. Dia masih ingin tidur. Sesal rasanya terbangun dari mimpi yang nyaman dan menghanyutkan.

Nico malas bukan main membuka matanya, tetapi semenit kemudian, lonceng di bawah tangga dibunyikan tante dengan keras menandakan ia harus bangun secepatnya atau tidak dapat sarapan sama sekali karena si Bary–anjing peliharaan keluarga yang pintar mencuri–akan menghabiskan seluruh makanan di meja makan. Nico ingin mengutuk cacing di dalam perutnya, atau apalah yang membuat anjing itu tidak pernah kenyang. Nico berani bersumpah kalau ia pernah melihat anjing itu menghabiskan seloyang besar daging. Namun tidak ada yang tahu karena anjing itu pintar menyembunyikan curiannya.

Nico kemudian bangkit dari tidurnya dan duduk. Dia melihat foto mantan pacarnya yang cantik itu masih terpajang di atas meja belajar. Sesaat dia termenung mengingat masa lalu, menatap bingkai tua dan foto menguning termakan waktu. Archia, pacar tiada duanya itu seperti angin laut, datang tiba-tiba tanpa diundang dan pergi tanpa kabar sama sekali. Suka-duka setahun bersamanya terasa hanya sekejap saja. Sekarang ia telah berpisah dengannya bertahun-tahun, menyisakan rasa rindu yang membeku.

Nico lalu berdiri dan memasukkan foto pacarnya ke dalam laci. Sudah waktunya untuk melupakannya. Dia teringat perkataan Miss Moor, "Archia pergi bantu pacarnya ke luar negeri, kamu siapanya?". Itu juga yang diketahui Miss Diana, katanya dia pergi ikut pacarnya dan tidak pernah kembali. Setelah Nico jelaskan situasinya, mereka memberitahu kalau Archia terkenal berhidung belang dan suka mengambil pria lain. Awalnya Nico sakit hati, tetapi sekarang ia merasa bagus Archia bukan cewek baik-baik, karena dengan begitu Nico tidak menyesal ditinggal olehnya.

Nico merenggangkan ototnya, menguap, lalu turun dari kamar lembabnya di lantai dua dan masuk ruang makan. Di atas meja telah disiapkan telor orak-arik, sepiring daging asap, dan secangkir teh hangat.

"Luruskan punggungmu, jalan yang tegak. Usap ilermu. Sisir rambutmu, rapikan!" omel Pamannya saat melewati ruang makan lalu menghilang masuk garasi. Nico bahkan tidak sempat lihat batang hidungnya.

Seperti biasa, paman dan tantenya sibuk dengan kerjaan masing-masing sehingga tidak ada yang makan pagi di meja makan. Paman Henry terlihat mencari-cari alat pemotong daun. Perutnya six-pack, badannya gempal berisi, dan kulitnya kuning langsat. Tante Rina yang sibuk menyiapkan pakaian kerja pun penampilannya cantik sekali. Dia bekerja di perusahaan model sehingga saat di rumah, bajunya stylish melebihi artis.

Jika dibandingkan dengan mereka, Nico lebih mirip hantu kolong jembatan. Perbandingan Nico dan paman-tantenya bagai belah-pinang-kena-injek.

Nico nol-pek, tubuhnya kurus dan pendek seperti orang-orangan sawah. Rambutnya pirang seperti sapu lidi. Nico tidak pernah habis pikir darimana perawakannya yang seperti nasi campur itu berasal. Pernah guru sekolahnya marah karena rambut pirangnya terkesan seperti berandalan pasar. Bedanya, celana Nico tidak berantai dan tidak berjalan penuh gaya seperti anak habis sunatan.

Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang