Bab 6. Laputa -part 1-

1.2K 57 5
                                    



"Nico bangun! Kita hampir sampai."

Nico merasa tangan Paman Henry menyodok-nyodok telapak kakinya.

Awalnya Nico lupa sedang berada di mana, tidur di atas apa, tetapi setelah beberapa saat bengong, kesadarannya perlahan kembali. Nico mengejap-ngejapkan matanya dan melihat jam dinding digital kereta menampilkan angka dua puluh satu pagi. Dia terbangun dari tidurnya dengan perasaan melayang. Dia kemudian melihat secercah cahaya dari pinggir jendela, terlihat samar-samar daratan dikelilingi awan di kejauhan. Begitu sadar berada dalam kereta api, matanya langsung terbuka lebar. Rasa penasaran Nico menggelora. Dia bangkit dari tempat duduknya dan membuka korden yang menutupi jendela.

Kereta api baru saja menembus awan tebal dan pandangan yang sebelumnya tertutup kabut menjadi jelas. Nico tercengang melihat daratan luas mengambang di udara. Daratan itu bergerak ke kanan mengikuti arus angin dan awan di bawahnya. Ketika kereta melengkung menuju sisi lembah, terlihat banyak burung putih berterbangan menghampiri kereta api.

"Wah! Ini apa, Paman?" teriak Nico terkesima melihat pemandangan agung di depan matanya. Semua kekecewaannya selama ini sirna. Nico pun berteriak kegirangan, "Gilaaah!"

"Selamat datang di Laputa," ujar pamannya seraya tersenyum.

Kereta api yang mereka naiki turun dari ketinggian dan merapat di pinggir lembah hijau yang tebalnya berkilo-kilometer. Saking tingginya, Nico tidak mampu melihat dasar lembah. Pepohonan tampak bergelantungan di sepanjang sisi tebing dengan akar yang tertancap bagai jangkar dan memberikan tempat ribuan burung di sana membuat sarang. Kini ratusan burung albatross terbang di sepanjang sisi lembah dan menghampiri kereta api yang terdengar seperti suara ketel meletup. Mereka mencari makan dengan menangkap kacang yang dilempar penumpang kereta.

"Kau tidak boleh bermain sampai ke pinggir jurang. Jatuh berarti terjun bebas."

"Tapi-tapi, daratan ini ...," kata Nico takjub tidak bisa berkata-kata. "Wah! Aku sekarang mengerti mengapa Paman tidak mau cerita."

Mata Nico berkaca-kaca terpesona melihat kereta maju menembus sela-sela bebatuan yang melayang di sekitarnya. Begitu kereta naik kembali beberapa kilometer ke atas, mata Nico menangkap daratan seluas mata memandang; perkotaan dengan berhektar-hektar sawah di bawah gunung kembar; sungai mengalir memecah tengah-tengah kota dan berakhir di pinggir tebing menjadi air terjun besar yang hilang dalam gumpalan awan di bawahnya. Saking tingginya, air terjun itu bertingkat-tingkat dan beberapa saling bertubrukan satu sama lain. Nico berteriak senang melihat banyak pelangi bermunculan dengan megahnya di sekitar air terjun. Pemandangan semegah ini membuat Nico ingin menangis bahagia.

Nico lalu membuka kaca jendela hingga koran yang dipegang pamannya terlepas. Pamannya ingin marah, tetapi tidak jadi karena ikut menikmatinya. Angin segar dataran tinggi masuk ke dalam paru-paru, menerjang kesadaran Nico dengan tingkat kesegaran yang tidak pernah ia rasakan. Nico lalu mengeluarkan kepalanya di jendela bagai seekor anjing, sambil tidak lupa menjulurkan lidahnya. Saking senangnya, Nico merasa bahkan udara di Laputa semanis permen.

Ketika kereta melintasi perkotaan, Nico tertegun melihat keasrian rumah mereka. Banyak kastil tinggi pencakar langit dan menara pohon di berbagai tempat. Semua rumah terlihat berdinding kayu dan beratap hijau. Halaman mereka luas-luas dan dipenuhi dengan rumput-rumput gemuk. Pohon-pohon berdaun raksasa menjulang tinggi melindungi jalan-jalan kota. Rumah mereka punya berbagai bentuk cerobong dan kipas angin besi tua yang bertambal dan berkarat. Nico yakin melihat salah satu cerobong rumah kembang-kempis dan mengeluarkan lidah api. Entah apa yang dilakukan orang yang tinggal di dalamnya.

Tidak ada kendaraan bermesin; tidak ada asap hitam menyesakkan; semua bersih. Nico merasa ingin turun dari kereta dan berjalan kaki di sana. Benar kata kakek, semua orang di Laputa tampak berbeda. Mereka semua tersenyum dan melakukan beragam aktivitas yang Nico tidak pernah lihat sebelumnya seperti selancar udara, bermain senapan air otomatis, nongkrong di puncak menara benteng, dan berbagai hal mustahil lainnya.

Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang