(Catatan: masih POV Liam, Flashback)
.
.
.
."Aku tahu ini hanya kesepakatan kontrak kita dan ini juga sudah menjelang waktu setahun. Tidak ada yang tersisa diantara kita, bahkan untuk sekedar sikap baik untuk menghargai sesama.
Jadi aku menghargai mu, ketika kau mempercepat proses perceraiannya..." ucap Noe tegas.
"Bukankah kau yang bilang untuk menunda perceraian ini?!, dan ini belum saatnya.... Aku masih sibuk di perusahaan" Liam membantah.
"Sibuk tidaknya itu bukan urusanku, aku akan melayangkan surat cerai itu sendiri jika kau tidak mau..." Jawabnya.
"Mengapa?! Padahal setiap hari kau mengatakan *suamiku, suamiku aku mencintaimu ~* apa itu hanya lelucon ?!" Liam.
"Entahlah... rasanya sulit bertahan dalam dunia yang sudah runtuh Liam, apalagi sekarang yang kulihat hanya kegelapan. Kuharap kau tau apa maksudku...
Tidak perlu repot kalau kau memang sibuk, aku akan mengurus semuanya sebisaku... dan tidak akan membuatmu maupun diriku mendapatkan kerugian...." Noe berkata sambil melayangkan senyum sedihnya. Lalu ia pergi.
"Mau kemana kau?!". Liam
"Tentu saja mengemas barang-barangku. Aku akan menetap di rumah temanku, dan memberimu waktu 10 hari untuk datang kepengadilan mulai besok. Susah rasanya tinggal di tempat yang menyesakkan seperti ini..." jawab Noe singkat.
"A, apa kau bilang. Hei apa kau serius.. ?!.". Liam.
"Aku punya nama Liam..." Ucap Noe sedih tapi wajahnya masih tersenyum lembut.
"Aku harap kau tidak lupa, walaupun aku hanya istri palsu..." Noe.
Nao pun pergi berkemas. Sedang Liam hanya berdiri mematung melihat perubahan istrinya.
Waktu malam tiba tidak sengaja Liam membuka kulkas, dan melihat masih ada makanan yang bisa dipanaskan disana. Tentunya itu adalah buatan Noe.
Liam merasa rumahnya sedikit luas tanpa kehadiran Noe. Dan ia cukup penasaran untuk mencoba masakan Noe untuk pertama kalinya karena ia tak pernah makan dirumah walaupun Noe tetap menyiapkannya.
"Ternyata ini enak..."
Ia jadi ingat bagaimana ia memperlakukan Noe selama ini dan sedikit menyesalkan.
Ia melihat kamar Noe yang tertutup rapat. Karena mereka bahkan tidur di kamar terpisah.
Satu yang pasti sejak kejadian itu Noe tak pernah kembali. Dan Liam tak pernah mencarinya karena kesibukan perusahaan. Noe hanya mengirimkan bukti fisik surat perceraian dilengkapi dengan persyaratan yang harus disiapkan dan ditanda-tangani 2 belah pihak itu.
Hingga akhirnya ia benar-benar bercerai.
.
.
.
.Back!
Dan disinilah dia sekarang.
Melihat bagaimana kakek mati dengan senyuman damai di wajahnya, dan Noe yang berlari lagi ke dalam ruang UGD karena perawat itu keluar memberitahukan bahwa kakeknya sudah tiada.
"Tidak kek... bangun ... kumohon bangunlah.. jika kakek pergi, aku tidak punya siapapun lagi... kakek janji kita akan melihat kebun mawar putih itu mekar bersama. Kita bahkan menanamnya bersama... kakek sudah janji...." Ucap Noe, tangisnya pecah. Ia bahkan mengguncang-guncang tubuh kakeknya.
Ruangan itu dipenuhi perasaan kalut baik dari dokter dan perawat yang berada di sana maupun keluarga Liam.
Liam melihat itu semua di depan matanya, bagaimana hancurkan Noe saat ini. Bagaimana dia tega mementingkan urusannya waktu itu dan membiarkan Noe sendirian.
Meski sekarang Noe bersama keluarga Liam. Hal itu tidak menutupi rasa menyesalnya dimasa lalu.
Liam mencoba merangkulnya dan berkata dengan lembut.
"Noe, iklaskan kakek, dia sudah pergi dengan tenang...kau juga harus kuat... banyak orang yang menyayangimu di dunia ini Noe...." Pinta Liam.
Tanpa disangka Noe langsung membalikkan badannya dan menampar Liam.
PLAKKK
"Haha, bisa bisanya kau berkata begitu... jika kau tak datang dan mengatakan leluconmu pada kakek. Kakek tidak akan bekerja sekeras itu mengumpulkan uang untuk mempersiapkan pernikahan ini. Aku bahkan sudah menolakmu berulang kali...tapi kenapa kau... kenapa ...." ucap Noe tertatih, butir air matanya terus keluar meski coba ia tahan.
"Noe, aku... aku minta maaf...." ucap Liam, meskipun ia ditampar dengan kuat seperti itu ia tetap menenangkan Noe dengan cara memegang tangannya dengan perlahan ingin memeluknya.
"Noe...kumohon tabahlah nak..." ucap ayah Liam.
"Bagaiman aku bisa tabah paman?! Katakan bagaimana aku bisa tabah di situasi ini?!( Noe menjerit. Bahkan setelah Liam berusaha keras menahannya) kenapa kau terus memelukku. Bedeb*h s*alan, brengs*k jika tidak karena kau kakekku tidak akan mati!!! Kakekku tak akan mati sia-sia seperti ini!!!" Noe mengeluarkan sumpah serapahnya.
"Lepaskan, lepaskan aku brengs*k!" Noe meronta.
"Tidak, sebelum kau tenang Noe. Kakekmu menitipkanmu padaku, kau sepenuhnya adalah tanggungjawabku sekarang." Tegas Liam. Meski ia cukup kesakitan melihat Noe yang memukul dadanya terus-memerus.
Namun pelukannya tidak mengendor sedikitpun. Malah makin rapat.
"Kau, Aku
....AKU BENAR-BENAR MEMBENCIMU"
Liam terkejut dengan kata-kata itu, hatinya seakan teriris, namun melihat darah yang keluar dari hidung Noe.
Liam sadar kembali.
Berbeda dengan Noe, melihat darah bercucuran keluar dari hidungnya jatuh kebawah lantai. Ia tersenyum pahit. Pandangannya mulai pudar dan tak kuat menopang tubuhnya sendiri.
"Hah... hah... haha... lihat... berkat kau... aku bisa menyusul kakekku... terimakasih untukmu..." Seketika ia pingsan mengatakan itu. Mata Liam melebar melihat Noe pingsan dan bersandar dalam dekapannya.
"Tidak! Tidak kumohon Noe, tidak sekarang ... tidak sekarang kumohon...."
Semua menjadi panik, Dany baru sekali ini melihat Liam sedih seperti ini.
Begitu pula dengan ayah dan ibunya.
Liam langsungmenggendong Noe ketika perawat menyuruh untuk membawa ke ruang perawatan segera.
.
.
.
.
Bersambung
Revisi 6/1/2025

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Bride
FantasiNoemi merasa seperti hidupnya terulang kembali dengan ingatan samar bersama suaminya Liam. Entah kenapa sejak pertemuannya dengan Liam yang membahas pernikan sampai tinggal serumah Liam yang di kenal Noemi selama ini 180° berbanding terbalik dengan...