BAB 01 : Kembar Tak Identik

159 10 8
                                    

"Selamat ulang tahun, Nak. Di umur yang ke-27 ini Mama harap kebaikan selalu menghampirimu. Dipermudah segala urusan, entah itu dalam pekerjaan maupun percintaan. Dikelilingi orang-orang yang kamu sayangi, dan juga menyayangimu. We love you so much."

Aku yang hendak memasuki ruang makan langsung mengurungkan niat. Dari tempatku berdiri, kebahagiaan terpancar jelas di raut wajah Artemis—kembaranku—saat mama dan papa menyiapkan kejutan berupa kue ulang tahun dengan angka 27.

Pemandangan yang indah sekali. Perwujudan sebuah keluarga harmonis, di mana terdiri dari orang tua dan anak yang saling mencintai. Namun, bagiku itu memuakkan. Bagaimana bisa ada dua anak yang berulang tahun, tetapi hanya salah satunya saja yang dirayakan? Dari sini pun bisa dinilai betapa timpangnya perlakuan mereka terhadapku.

Dengan ekspresi datar seolah sebelumnya tak melihat apa-apa, aku memilih melanjutkan langkah dan bergabung bersama mereka di meja.

Walau nafsu makan sudah hilang, tetapi aku harus mengisi perut karena hari ini jadwalku cukup padat. Ada syuting di beberapa tempat. Dapat dipastikan malam baru pulang, sementara sarapan di mobil bukan solusi bagus karena bisa memicu mual.

"Selamat ulang tahun juga, Kak," ucap Artemis tulus, lalu meminta lilin yang ada di kue tadi agar kembali dinyalakan dan dibawanya ke hadapanku. "Nah, sekarang buat permohonan, setelah itu tiup lilinnya."

"Tidak perlu." Langsung kutepis benda itu, setelahnya fokus mengambil dua lembar roti dan mengolesnya dengan selai kacang.

"Apa sulit sekali menghargai usaha adikmu? Padahal dia sudah berbaik hati mau berbagi," tegur Papa.

"Ya, sulit sekali. Aku tidak suka barang milik orang lain. Daripada membaginya denganku, lebih baik abaikan saja aku seolah kalian lupa."

"Pa, udah." Artemis menggeleng, senyum tipis langsung mengulas di bibirnya. "Aku nggak pa-pa. Benar yang dibilang Kak Thena, harusnya ada dua kue karena hari ini adalah hari kelahiran kami."

"Seingat Mama, Athena nggak pernah mau ulang tahunnya dirayakan. Itu sebabnya kami hanya memesan satu, khusus untuk Artemis saja," timpal Mama.

Nyaris aku mendengkuskan tawa, tetapi berusaha menahan diri demi menjaga sopan-santun di hadapan kedua orang tuaku.

Tahu apa yang membuatku tak suka hari ulang tahun? Karena sedari kecil yang diprioritaskan selalu Artemis. Setiap kue yang dibeli pasti kesukaan Artemis, bahkan untuk dekorasi ruangan dan gaun yang dipakai pun mengikuti keinginan Artemis.

Aku kakak beda beberapa menit, tetapi dituntut mengalah pada adikku. Seisi rumah dan seluruh perhatian orang tua kami milik Artemis, aku hanya menerima sisa. Itu pun kalau mereka masih ingat padaku.

"Aku selesai." Setelah menandaskan sisa susu coklat, aku segera berdiri. "Sekadar memberitahu, aku tidak akan pulang sampai malam. Ada syuting."

"Apa tak bisa meluangkan waktu sebentar untuk makan di luar? Artemis ingin merayakan ula—"

"Tidak bisa. Silakan kalian makan tanpaku. Bukankah bertiga lebih baik daripada berempat denganku?"

"Tapi, Kak," raut Artemis langsung berubah murung, "ini acara kita."

"Bukan kita, hanya kau saja," tekanku di setiap kata.

Setelah itu aku benar-benar meninggalkan ruang makan. Walau tak menoleh, tetapi aku sadar kalau kepergianku diiringi tatapan menegur dari papa dan mama. Mereka tak menyukai sikap penolakan, apalagi kalau itu menyangkut keinginan Artemis—si anak kesayangan.

Kembar tak identik, ya? Itu benar-benar tak identik, sampai-sampai segalanya pun tak sama.

Ah, sial! Aku benci sekali. Andai sebelum lahir bisa memilih, aku tak ingin ada di keluarga ini.

Tolong, Cintai Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang