BAB 11 : Frustrasi (Bagian 3)

76 4 0
                                    

Sambil menyesap segelas frappe, aku menikmati pemandangan padatnya jalan raya dari balik kaca cafe tempatku menghabiskan waktu santai sepanjang sore. Tak ada teman mengobrol, hanya kebisingan sekitar yang meramaikan suasana. Aku sangat menyukainya, me time seperti ini adalah rutinitasku setiap minggu untuk tetap menjaga kewarasan di tengah situasi yang amat memusingkan.

Letak cafe-nya tidak jauh dari komplek perumahan. Hanya butuh sepuluh menit menggunakan layanan ojek online untuk sampai ke sini, dan alih-alih menyetir sendiri, aku memilih diantar oleh driver yang kupesan lewat sebuah aplikasi. Mengingat begitu tidak sukanya aku berkendara sendiri, aku memilih layanan jasa ini daripada harus mengeluarkan mobil dari garasi.

Berbicara soal mobil, aku langsung teringat soal rencanaku yang ingin menjualnya karena tidak sering dipakai. Tentu saja sebelum rencana ini terealisasi, aku butuh persetujuan dulu dari kedua orang tuaku sebab mereka yang membelikan dan menghadiahkannya padaku.

Dengan keputusan yang sudah bulat, kuraih ponsel yang sedari tadi terletak begitu saja di atas meja. Kubuka blokiran nomor papa, mama, dan Artemis, lalu aku mengirim pesan pada mereka lewat grup keluarga.

Athena: [Aku mau jual mobilku.]

Beberapa saat kemudian balasan dari mama langsung datang, sementara dari papa dan Artemis belum ada tanggapan.

Mama: [Kurang uang kamu? Sebut saja minta berapa, nanti ditransfer.]

Athena: [Tidak, aku memang tidak terlalu butuh.]

Artemis sepertinya baru masuk grup, terlihat dari keterangan dia yang sedang mengetik.

Artemis: [Saranku jangan, itu hadiah dari orang tua kita, Kak. Lebih berharga banget daripada uang.]

Mama: [Beda orang beda pemikiran, Nak @Artemis. Jadi, biarkan saja kalau Thena mau begitu.]

Sudut bibirku otomatis terangkat setelah membaca balasan mama untuk Artemis. Halus sekali kata-kata yang beliau tulis, saking halusnya aku langsung peka kalau beliau sedang membandingkan kami. Ah, memang orang tua satu ini kebiasaannya sulit diubah, suka sekali menyanjung anak satu dan menjatuhkan anak lainnya.

Artemis: [Tapi aku menyayangkan keputusan kakak, Ma.]

Artemis: [@Athena Kakak perlu uang berapa? Aku ada tabungan, Kakak bisa pakai itu dulu buat keperluan Kakak.

Aku paham honor film Kakak nggak banyak, apalagi dengan peran yang kecil. Sementara ada Mbak Hera yang harus Kakak gaji.]

Wah, sesuatu sekali Artemis ini. Mengulurkan bantuan, tetapi cenderung merendahkan dengan rangkaian kalimat yang lembut. Benar-benar tipe orang bermuka dua, dikenal tanpa cela padahal aslinya munafik sekali.

Athena: [Tidak perlu, aku tidak semiskin itu, kok. Justru karena menghargai makanya aku memilih membiarkan mobil itu bertemu pemilik baru daripada terus berdiam di garasi tanpa dipakai sama sekali.]

Athena: [Makasih karena menghargai keputusanku @Mama.]

Selesai memberitahu—meski tanpa pendapat papa, langsung aku menutup room chat WhatsApp dan kembali menyesap frappe sampai tandas.

Tak terasa satu setengah jam sudah berlalu, aku memutuskan beranjak karena hari tidak seterang tadi. Setelah membereskan barang bawaan, aku pergi dari cafe berjalan kaki menyusuri trotoar. Sepertinya sulit memesan ojek online mengingat ini waktunya para karyawan kantoran pulang. Daripada membuang waktu dengan menunggu, lebih baik aku sedikit berolahraga hingga sampai depan rumahku.

***

Malam minggu kali ini aku tidak betah di rumah. Selagi tak ada jadwal syuting, aku memutuskan menonton film di bioskop sendirian. Ya, lagi-lagi sendirian karena tidak ada teman. Mbak Hera pasti sedang menikmati waktu berduaan dengan suaminya, mana mungkin aku tega mengganggu mereka hanya karena merasa kesepian.

Tolong, Cintai Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang