BAB 03 : Yang Disenangi dan Tak Disenangi

69 11 3
                                    

Aku baru pulang jogging dari taman komplek dan melihat Artemis sibuk memilih sayur bersama bibi. Dia termasuk salah satu dari sebagian kecil majikan muda yang dekat dengan pekerja rumah tangga, tak hanya itu saja, Artemis juga dekat dengan sekumpulan ART di komplek ini karena saking seringnya ikut belanja.

Sifat ramahnya itu membuat Artemis banyak disenangi. Apalagi di kalangan ibu-ibu yang memiliki anak laki-laki, mereka terang-terangan menyampaikan minat untuk mengambilnya sebagai menantu. Dan penolakan halus yang Artemis sampaikan membuat mereka tak bisa membencinya. Malah ada yang pantang menyerah, kerap minta dipertimbangkan kembali setiap tak sengaja berpapasan di jalan.

Senangnya memiliki sifat dan rupa seperti malaikat, menjadi pusat perhatian di mana pun berada. Bersinar dan disukai banyak orang, tak sepertiku yang langsung redup saat disandingkan dengannya.

"Non Temis udah punya pacar, ya? Beberapa hari yang lalu saya lihat ada yang anter pulang, lho."

Artemis kaget mendengar pertanyaan itu. "Ya ampun, belum, Mbaaak. Kami cuma rekan kerja. Dia salah satu dosen kayak aku jugaaa."

"Rekan kerja apa rekan kerja?" goda yang lain. Mereka langsung tertawa melihat reaksi Artemis yang kelabakan. "Ini pertama kalinya, deh. Bau-bau ada yang mau dibawa ke hubungan jenjang serius, nih."

"Ih, Mbak, bukan gituuuu ..."

Bibi yang sedari tadi hanya tersenyum mendengarkan sambil mengumpulkan sayur apa saja yang akan dibeli, kini turut menimpali, "Pacaran atau belum, doakan saja gimana baiknya buat Non Temis."

"Aamiin," jawab mereka serempak. "Ditunggu kabar baiknya ya, Non ..."

Aku melewati mereka tanpa menoleh sedikit pun, tatapanku lurus tertuju ke arah pagar yang sedikit terbuka. Meski AirPods masih terpasang di kedua telinga, tetapi lagunya sudah kumatikan dari belasan menit yang lalu. Sehingga obrolan mereka terdengar jelas olehku.

"Kak Thena! Baru selesai jogging, ya?" Artemis tiba-tiba bertanya, dia juga melambaikan sebelah tangannya. "Sini ikut ngumpul bareng kami, aku sama bibi ada beli buah nanas dan semangka kesukaan Kakak."

Hanya menoleh sekilas, aku tak memberi respon apa-apa kecuali tatapan datar saja.

Oh, jelas sikapku ini membuat orang-orang yang ada di samping Artemis melirik satu sama lain. Mereka menilai, bahkan diam-diam mencibir. Perbedaan perilaku kami yang begitu kentara membuat mereka menyayangkan kenapa Artemis harus kembar denganku, kenapa tidak dengan yang lain saja? Yang jauh lebih baik dan ramah tentunya.

"Rasanya manis banget lho, Bi Ranti tadi ikut bantu pilihin."

Artemis menunjuk ke arah salah ART tetangga, sementara yang ditunjuk tersenyum canggung padaku.

Sebelum suasana makin tak nyaman, bergegas aku masuk dan menuju salah satu kursi taman untuk beristirahat sejenak. Perlahan kuatur napas agar jadi lebih stabil, serta kuusap keringat di leher serta pelipis.

Kalau tak ada jadwal syuting pagi biasanya aku rutin jogging seperti ini. Ini salah satu caraku merawat badan agar tetap langsing, karena bagi seorang artis tubuh dan wajah adalah aset berharga. Aku tak punya berkah seperti Artemis yang makan sebanyak apa pun tetap kurus, tanpa bersusah payah harus diet ini dan itu, menahan diri makan ini dan itu.

Ya ... terkadang hidup memang tidak adil. Ada yang tak perlu berusaha keras untuk mendapatkan semua yang diinginkan, ada pula yang sudah berusaha keras tapi tak dapat apa-apa. Semacam Artemis dan aku, si kembar yang satunya untung dan yang satunya lagi buntung.

***

"Ma, dandananku nggak kelihatan berlebihan, kan?" tanya Artemis pada Mama saat mereka bersamaan menuruni tangga.

Tolong, Cintai Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang