Atlantis terdiam, berusaha mencerna kata-kataku. Matanya menatap lurus ke arahku, seakan mencari kebohongan dari apa yang baru saja kukatakan. Aku bisa melihat campuran antara keterkejutan dan kebingungan dalam matanya. Saat itu, aku merasa waktu seolah berhenti, dan detik-detik berlalu dengan sangat lambat.
"Thena," akhirnya Atlantis bicara dengan suara pelan. "Lo beneran serius dengan apa yang lo katakan barusan?"
Aku mengangguk lamat, berusaha menyembunyikan kegugupan yang merayap di seluruh tubuhku. "Iya, Kak. Aku serius. Ini bukan sesuatu yang baru muncul begitu saja. Perasaanku padamu sudah ada sejak dulu, tapi aku selalu menahannya karena takut merusak apa yang kita punya."
Atlantis menyandarkan punggungnya ke kursi, masih memandangku dengan tatapan bingung. "Kenapa bisa? Kenapa baru sekar—maksud gue, kenapa harus sekarang?"
"Karena aku baru mempunyai keberanian sekarang. Aku tahu kau dekat dengan Artemis, dan aku tidak berniat membuat semuanya jadi rumit. Tapi semakin lama menahannya, semakin sulit bagiku. Aku tidak bisa terus berpura-pura bahwa aku hanya teman biasa bagimu."
Menghela napas panjang, Atlantis kini beralih menatap ke arah jendela cafe. "Ini ... banyak yang harus gue pikirin, Thena. Lo tau sendiri faktanya gimana, dan gue juga nggak mau melukai perasaan Artemis."
"Aku tahu," jawabku lirih. "Aku juga tidak berniat menyakiti siapa pun. Itu sebabnya aku selalu menahan perasaanku. Tapi, Kak, aku sudah tidak bisa lagi. Aku harus jujur pada diriku sendiri."
"Ini terlalu tiba-tiba, gue butuh waktu buat mencerna semuanya. Dan lagi ... demi, Tuhan, Thena, Artemis itu kembaran lo."
"Tapi 'kan kalian belum ada hubungan, dan masih sebatas proses mengenal lebih dalam. Apa aku salah?"
"Jelas salah! Lo udah tau tujuan kami, tapi nekat memberitahu semuanya seolah-olah itu bukan hal yang besar. Ada dua kemungkinan yang bisa gue simpulkan di sini; pertama, lo nggak punya niat apa-apa karena murni pengin gue tau. Kedua, lo nggak mau gue sama Artemis bersama makanya mutusin buat confess."
"Semuanya benar," ucapku dengan senyum getir.
"Thena, lo udah ... kehilangan akal sehat, ya? Apa lo mabuk sekarang?"
"Aku, ... seratus persen sadar, Kak."
"Gila lo ya!" Raut wajah Atlantis tidak lagi tenang, dia menggeleng-gelengkan kepala karena merasa tak habis pikir dengan kelakuanku. "Lo kayak bukan Athena yang gue kenal."
"Justru inilah aku yang sebenarnya, yang sebelum-sebelumnya itu palsu."
"Cukup, jangan ngomong lagi. Gue bakal anggap tadi nggak dengar apa-apa, yang gue tau kita temenan dan lo nggak pernah nyatain perasaan ke gue."
"Memangnya bisa semudah itu? Padahal aku tidak memaksa Kakak untuk menerimanya sekarang, asal tahu saja, itu sudah lebih dari cukup buatku."
"Nggak gue sangka, Athena yang kaku, polos, dan apa adanya ternyata bisa seegois ini. Begini sifat asli lo rupanya."
Tenggorokanku langsung tercekat mendengar kalimat itu. Dalam sekejap penilaian Atlantis langsung berubah, semarah itu dia mendengar pengakuanku. Tapi apakah aku menyesalinya? Tidak. Ini salah satu konsekuensi yang pernah kubayangkan sebelumnya, dia tidak terima karena pemilihan waktunya yang salah. Apalagi aku orang terdekatnya dan Artemis. Aku dicapnya buruk seolah sudah merebut apa yang akan jadi milik Artemis.
"Artemis nggak boleh tau soal ini. Gue nggak mau bikin hubungan kalian yang tadinya harmonis jadi merenggang."
Aku tertawa kecil mendengarnya. "Sayangnya, sebelum memberitahumu, aku sudah memberitahu Artemis dan mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong, Cintai Aku!
Romance"Kalau bisa mengulang masa lalu, apa yang ingin kau perbaiki?" *** Selama ini Athena Ranjana hanya mencintai satu pria yang bernama Atlantis Pranadipta. Namun, begitu sulit mendapatkan hatinya karena Atlantis justru tertarik pada kembarannya, Artemi...