Kami berakhir di Imperial Kitchen setelah aku membeli dress yang direkomendasikan Atlantis. Menu yang kupesan cumi pedas dan nasi goreng, sementara Atlantis memilih nasi hainan set dan ceker ayam, tambahan lain ada bakpao telur asin, dimsum, dan tahu jamur shimeji. Untuk minumannya air mineral dingin dan satu snow ice untuk dessert-ku.
"Selain dress, ada lagi yang lo pengin beli?" tanya Atlantis setelah memulai makannya.
"Tidak ada," jawabku tanpa pikir panjang. "Kalau Kakak sendiri?"
"... mungkin nanti, sekarang makan dulu, setelahnya ada yang mau gue tanya-tanya ke lo. Pertanyaan nggak serius juga, sih, tapi jawabannya lumayan penting buat gue."
"Apa itu?"
"Sabaaar, fokus makan dulu, ya. Rasa enaknya bakalan berkurang kalo kita kebanyakan ngomong."
"Tapi aku bisa sambil keduanya."
Atlantis tertawa geli melihat raut wajahku yang sungguh-sungguh. "Gue takut lo kesedak, Thena."
Seketika wajahku memerah, buru-buru aku menunduk seolah berdalih ingin menyendok nasi dan memasukkannya ke dalam mulut, padahal faktanya hanya ingin menghindari tatapan Atlantis.
"Eh, hari ini lo nggak ada jadwal syuting?"
"Ada, tapi nanti sore."
"Sampai malam?"
"Sampai pagi," gumamku, kemudian melirik Atlantis sekilas untuk melihat seperti apa reaksinya, tetapi tak kutemukan apa-apa di sana. Dia terlihat biasa saja.
"Nginap gitu di lokasi?"
"Iya."
"Ada disediain tempat istirahat, nggak? Khawatirnya masuk angin atau kena hujan, 'kan kasihan orang-orang yang kerja di sana."
"Ada, tapi buat aktor-aktris utamanya aja. Kalau aku lebih sering tidur di mobil sama Mbak Hera."
"Serius?"
"Iya."
Atlantis mendadak meletakkan sendok dan garpunya, lalu mengusap mulut dengan tisu. "Gue nggak tau apa yang buat lo suka banget sama bidang ini, tapi, Thena, apa lo nggak ada rasa takut sedikit pun? Buat dua orang perempuan yang sama-sama nggak ada pengalaman bela diri, lo sama asisten lo kelewat berani. Minimal kalo nggak disediain tempat istirahat, harusnya booking penginapan dekat situ pakai uang pribadi. Demi keamanan dan kenyamanan kalian."
"Sejauh yang aku ingat, semua aman dan nyaman. Terlebih tidak setiap hari juga kami syuting dari malam sampai pagi, Kak."
"Orang tua lo gimana? Artemis pasti heboh kalo denger ini."
"Tidak, mereka biasa saja," ujarku dengan senyum yang dipaksa. "Dua tahun lebih aku bekerja sebagai aktris, mereka tidak menunjukkan ketertarikan untuk bertanya atau mencari tahu. Tak terlihat mendukung, apalagi melarang. Jadi, kusimpulkan mereka tidak peduli. Sisi positifnya dari ini semua, aku bebas melakukan apa yang kumau. Kalau Kakak tanya kenapa aku suka, itu karena aku ingin dikenal banyak orang dan ingin diperhatikan. Dua hal itu yang jadi alasan kuat kenapa aku memilih pekerjaan di bidang ini."
"Lantas lo udah dapat keduanya?"
"Belum terlalu, ... mungkin nanti."
Atlantis langsung tertawa. "Gue simpulin kalau lo belum dewasa dalam menilai, Thena. Lo hanya fokus pada pandangan lo sendiri, sementara kurang peka sama sekitar. Atau mungkin lo merasa kurang, makanya mencari yang lebih di luar sana. Padahal di rumah lo udah dapatin kedua hal itu, hanya saja lo meragukan mereka."
Aku paham kenapa Atlantis berkata demikian, karena dia berada di pihak Artemis dan tidak menerima apa yang kujelaskan sekalipun itu faktanya. Tak apa, saat ini aku tak akan memaksanya untuk percaya, mau mendengarkan saja sudah bagus. Nanti seiring berjalannya waktu dia pasti akan mengerti juga, bahwa tidak boleh buru-buru menyimpulkan sebelum mengenal jauh lebih dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong, Cintai Aku!
Romansa"Kalau bisa mengulang masa lalu, apa yang ingin kau perbaiki?" *** Selama ini Athena Ranjana hanya mencintai satu pria yang bernama Atlantis Pranadipta. Namun, begitu sulit mendapatkan hatinya karena Atlantis justru tertarik pada kembarannya, Artemi...