BAB 06 : Kamera Mirrorless

82 8 0
                                    

Aku mencoba mengepalkan tangan yang terasa gemetar, tetapi sekeras apa pun berusaha nyatanya getaran itu masih belum bisa dihentikan. Beralih ke cara lain, aku menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Kulakukan hal tersebut berulang-ulang sampai berhasil meraih ketenangan ...

"Thena, kau baik-baik saja?"

Melirik sekilas lewat bahu, aku mendesah pelan, "Ah, Mbak Hera ... padahal semuanya berjalan lancar, tapi tremor ini sangat menjengkelkan ..."

"Apa terjadi sesuatu saat audisi?"

"... entahlah ... " Tatapanku kini jatuh pada sling back heels yang kukenakan. "Aku sudah berusaha untuk terlihat baik-baik saja, tapi sebenarnya ... aku ingin kabur."

"Padahal aku sudah berusaha keras untuk sampai ke sini, tapi segala hal ternyata tidak didapat dengan mudah."

"Aku 'kan hanya aktris kecil, sementara dia aktor terkenal. Kenapa dia melakukan hal itu padaku?"

"Kenapa dia senang menggangguku? Apa semenarik itu melihatku terancam dan berusaha keras menghindarinya?"

"Selama ini aku belum terkenal karena merasa bernasib sial, tapi ternyata ada yang lebih menakutkan dari itu, yaitu pertemuanku dengan Mahendra. Dia bagaikan mimpi buruk yang berkepanjangan, Mbak ..."

Setelah beberapa saat diam mendengarkan, akhirnya Mbak Hera menarik pelan bahuku agar kami saling berhadapan. "Si mesum itu terlibat dalam proses produksi?"

Aku mengangguk lemah. "Dia juga tampil dalam film ini, makanya memiliki hak untuk ikut serta dalam proses audisi."

"Beritahu padaku, dia minta kau melakukan apa sampai kau jadi seperti ini?"

"Berakting, setelah itu ... membuka pakaianku."

"Berengsek!" umpat Mbak Hera. "Ayo, Thena, kita cari dia sekarang juga dan laporkan ke polisi atas dasar tindakan pelecehan! Kalau perlu beberkan semua sifat bejatnya ke media-media besar, supaya semua orang tahu kelakuannya dan dia turut mendapat sanksi sosial!"

"Jangan—"

"Kenapa? Kau ingin diam saja lalu berakhir hancur seperti korbannya yang lain?"

"Bukan seperti itu, sampai kapan pun aku tak akan sama dengan mereka, Mbak. Aku lebih berani dari mereka." Kutatap Mbak Hera tepat di matanya, untuk sekadar memberitahu kalau emosi lah yang tadi lebih mendominasi daripada rasa takutku akan permintaan melenceng Mahendra. "Tak sedikit pun aku menurutinya. Lebih baik aku kehilangan peranku daripada menjual tubuhku, Mbak. Aku tremor karena terlalu marah, bukan ketakutan ..."

"Ya Tuhan, Thena, kupikir kau sudah ... sudah—syukurlah kalau begitu. Syukurlah, Tuhan ..." Dia sampai mengusap dada berulang kali karena benar-benar merasa lega.

"Apa Mbak baru mengenalku? Memangnya aku ini tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu?"

Dengan raut wajah bersalah Mbak Hera menggelengkan kepala. "Nggak sama sekali, maafkan aku. Saking emosinya aku nggak mikir sampai situ. Kau sungguh gadis yang pemberani, Thena, luar biasa pemberani. Aku bangga padamu."

"Terima kasih atas pujiannya," ucapku berusaha tersenyum. Ah, sekarang aku menemukan cara ampuh untuk menenangkan diri, yaitu bercerita pada Mbak Hera. Berkatnya aku jadi merasa lebih baik.

"Sama-sama, tapi meskipun begitu kita nggak bisa melepaskan Mahendra begitu saja. Minimal dia harus mendapat makian dariku atas ucapannya yang kurang ajar itu!"

"Jangan khawatir, aku sudah memakinya sebelu meninggalkan ruang audisi."

"Kerja bagus! Kau sudah melakukan hal yang tepat, Thena!"

Tolong, Cintai Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang