Part 15: Jevandra

22 3 0
                                    

Jevan baru saja pulang kerumah setelah tadi dia dan teman-temannya berkumpul untuk membahas masalah tadi siang yang terjadi disekolah. mereka menyusun rencana kalau seandainya Yudha dan teman-temannya kembali berulah.

pria tampan itu berjalan santai dan masuk kedalam rumah mewah itu. rumah bertingkat dua itu terlihat sedikit sepi. hingga dia tiba di ruangan tempat biasa keluarga nya berkumpul.

'PLAKKK'

suara itu mengema diseluruh ruangan yang cukup luas itu. seorang pria paruh baya memberikan tamparan tepat dipipi Jevan dengan cukup keras.

wanita yang berada didekat pria itu langsung menghampiri jevan yang terkejut. dia berusaha untuk menenangkan putra bungsunya itu.

"apa-apaan papa nampar aku kaya gitu?"

"harusnya papa yang nanya, apa yang udah kamu lakuin disekolah sampai harus diskors" balas orang yang berstatus ayah nya Jevan

rupanya pihak sekolah sudah mengadukan soal kenakalan nya disekolah. mungkin sekolah sudah mulai lelah dengan mereka dan memutuskan untuk memberitahukan kenakalan mereka kepada orang tua masing-masing.

"kenapa kamu sampai berantem disekolah. kamu pikir kamu itu jagoan sampai berani bikin ulah disekolah" ucap ayahnya dengan nada marah

"aku berantem juga buat belain sekolah aku, pa" balas Jevan membela diri

"gak perlu banyak alasan kamu, papa tau kamu itu udah kelewatan nakalnya. harusnya kamu bisa kaya abang kamu, dia pintar dan gak pernah bikin ulah"

Jevan terkekeh geli mendengar ucapan ayahnya yang terkesan sedang membela saudara sulung nya. jevan tau kalau dia dan abangnya cukup berbeda, tapi tidak seharusnya dia dibandingkan seperti itu.

"abang lagi, apa-apa abang selalu aja abang. segitu buruk kah aku dimata papa sampai abang yang selalu papa banggain. abang selalu papa istimewakan, sedangkan aku cuma angin lalu buat papa. se gak berguna itu aku sampai papa gak pernah anggap aku" suara Jevan sedikit bergetar

Dia menahan air matanya yang akan tumpah, tapi dia tidak boleh menangis karena itu hanya akan membuat orang berfikir kalau dia lemah.

sedangkan ibunya hanya bisa menepuk lembut bahu anaknya agar bisa tenang. dia juga tidak tahu harus berbuat apa jika dua pria dihadapannya ini sudah cekcok seperti ini.

"abang bisa buat papa sama mama bangga, sedangkan kamu cuma bisa bikin papa sama mama malu karena kelakuan kamu yang gak pernah bener. selalu berantem gak jelas, main sama temen-temen motor kamu yang gak ada guna itu. kamu malah tambah nakal kalau terus bareng mereka"

"setidaknya sama mereka aku bisa ngerasain apa itu kebersamaan, daripada dirumah aku selalu diasingkan. aku bukan gak bisa bikin kalian bangga, tapi setiap apa yang aku lakuin gak pernah kalian apresiasi, gak pernah kalian support. dari dulu abang selalu jadi anak kesayangan kalian dan aku selalu disalahin. bukan salah aku kalau sekarang aku jadi gini, karena kalian yang bikin aku lupa sama suasana rumah" air mata yang dia tahan dari tadi jatuh tanpa izin

dengan cepat tangannya menghapus kasar air mata itu.

"aku juga capek pa, hidup kaya gini. aku gak pernah dihargai, gak pernah ngerasain apa yang abang rasain, aku juga gak pernah ngerasain gimana jadi anak kesayangan. aku juga gak pernah dapetin apa yang aku mau, sedangkan abang gak minta aja dikasih. lalu kalian minta aku buat banggain kalian disaat kalian gak pernah bisa liat apa yang selalu aku kasih"

"udah mulai berani ngejawab kamu ya"

"aku cuma membela diri pa, disaat gak ada orang yang bisa belain aku. mungkin bener ya kehadiran aku gak pernah kalian harapin, tapi aku juga gak pernah minta dilahirin kan" Jevan sudah tidak tahan dengan semua sesak di dadanya.

ARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang