Siang ini jevan sudah tiba didepan rumahnya dan tidak melihat siapapun. Dia tahu kalau saat ini papa nya masih berada dikantor dan belum pulang. Mamanya pun mungkin sedang berada didapur dan abangnya tentu saja masih dikampus jam segini.
Jevan berdiri sejenak untuk melihat seluruh ruangan itu. Ruangan yang menjadi saksi dimana dia yang selalu dimarahi oleh Papa nya sejak kecil. Seolah dia lahir kedunia hanya untuk menerima makian dari Papanya.
Dia tidak pernah merasakan apa yang abangnya rasakan sejak kecil. Yang selalu dia dapatkan hanya makian dan dibandingkan dengan abangnya. Padahal dia sudah selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan membuat orang tuanya bangga.
Hanya saja papanya tidak pernah menghargai apa yang sudah dia lakukan. Yang papa nya lihat hanya prestasi abangnya.
Lamunan Jevan terhenti saat seseorang menepuk bahu nya.
"Van, akhirnya lo balik juga. dari kemarin mama khawatir sama keadaan lo" Ucap orang itu
Juan Erdogan, laki-laki yang selama ini selalu dibanggakan oleh papanya. Orang yang sangat dia benci karena selalu menjadi anak kesayangan papanya.
"Kemana aja lo kemarin kok sampai gak pulang?" Tanya Juan
"Bukan urusan lo, urusin aja kuliah dan prestasi lo" Balas Jevan
"Ketus banget sih lo, gue kan nanya baik-baik"
"Gak perlu lo tanya apapun ke gue, hidup gue urusan gue jadi lo gak perlu ikut campur"
Mendengar suara putra nya, wanita paruh baya itu berjalan cepat menuju ruang keluarga. Dia bisa melihat ada Juan dan Jevan yang sedang berdebat disana. Anjani menghampiri mereka untuk menengahi perdebtan itu.
"Jevan kamu kemana aja nak, mama khawatir sama kamu" Ucap Anjani sembari mengelus lembut wajah lelah putranya
"Mama habis nangis ya, kok matanya bengkak?" Jevan bertanya saat melihat mata mama nya yang sedikit sembab
"Mama nangisin lo dari kemarin"
"Diem! gue gak ngomong sama lo"
"udah udah, Juan mending sekarang kamu istirahat dikamar, Jevan juga ya nak kamu istirahat dikamar" suruh Anjani
Jevan hanya mengangguk dan menuruti ucapan mamanya. Pria itu berjalan gontai menuju lantai dua tempat kamarnya berada.
Jevan masuk kedalam kamarnya dan berbaring diatas kasur empuk miliknya. Pria itu memikirkan apa yang nanti akan dia dapatkan saat papa nya kembali dari kantor.
Banyak hal negatif berputar diotaknya secara acak dan itu sukses membuatnya pusing. Ribuan hal buruk membuatnya semakin khawatir akan kemarahan papanya nanti.
Suara-suara tidak jelas ikut berbunyi dan membuatnya semakin sakit kepala. Bisikan-bisikan gila muncul dikepalanya secara cepat.
Mata pria itu mulai berkunang-kunang dan semua yang dihadapan nya terasa berbayang. Sakit kepalanya semakin hebat seiringan dengan suara-suara aneh yang dia dengar. Belum lagi bayangan-bayangan buruk yang semakin berputar cepat dikepalanya.
Pria itu memukul kepalanya dan menarik kuat rambutnya yang sedikit panjang. Kepalanya seolah akan pecah saat itu juga karena terlalu penuh.
"Bangsat sakit banget kepala gue. diem lo semua anjing kepala gue sakit" Jevan merintih sembari menarik rambutnya untuk mengurangi rasa sakit
Sayangnya hal itu tidak berpengaruh karena hanya semakin membuat kepalanya sakit.
"Diem lo semua jangan berisik dikepala gue" jevan memukul kuat kepalanya tapi tidak berefek apapun
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKA
Teen Fiction"kita cuma status jadi jangan berharap lebih" Menikah di usia muda bukan lah keinginannya. Tapi garis takdirnya berkata lain. Dia terpaksa harus mau menikah di usia yang masih sangat muda. Akankah kehidupan rumah tangganya berjalan dengan baik? Atau...