007

787 69 0
                                    

Gio membawa seluruh tas yang ia bawa. Ia bertemu dengan salah satu penjaga di sana.

"Siapa anda? Ada urusan apa anda kemari?" tanya salah satu penjaga dengan tubuh tinggi kekar itu.

"Saya Tejo mas. Penjual obat herbal"

"Obat herbal? Di sini gak ada yang butuh dagangan kamu. Lebih baik, pergi saja!"

Eyang yang sedang berjalan-jalan santai, melihat keributan di sana. Eyang pun menghampiri mereka.

"Ada apa ini? Ribut-ribut" lerai Eyang.

"Ini Eyang, ada penjual herbal yang ingin menawarkan dagangannya"

"Obat herbal? Bagus itu. Jangan kamu usir, ayo masuk" ajak Eyang pada Gio.

Gio tersenyum tipis, untung saja ia tak jadi di usir.

"Nama mu siapa? Terus asal nya dari mana?" tanya Eyang seraya mempersilakan Gio untuk duduk.

"Saya Tejo, asli dari Semarang"

"Semarang? Saya juga dari Semarang. Mas Tejo jual apa saja?"

"Saya jual berbagai macam obat herbal"

"Eum, kalau obat herbal untuk sembelit ada Ndak?"

"Wuah, pasti ada. Sebentar saya Carikan" ujar Gio seraya membuka tas nya itu.

"Sudah 1 Minggu saya susah bab mas. Saya sudah makan buah ini dan itu. Obat ini dan itu, semua nya Ndak ada yang manjur"

"Nah ini Eyang. Saya yakin, ini manjur sekali. Eyang minum sekarang, Ndak lama kemudian langsung bereaksi deh obat nya" ucap Gio memperlihatkan sebuah botol obat berwarna kuning.

"Yakin ini mas Tejo? Kalau Ndak manjur, bagaimana?" ragu Eyang.

"Saya tunggu di sini deh. Sampai Eyang, berhasil bab"

Eyang pun meminum obat itu. Dan benar saja, tak lama kemudian Eyang merasa mulas pada perut nya. Eyang pun menyuruh Gio agar tetap menunggu di sana. Hingga Eyang kembali dari toilet.

Selama menunggu, Gio merasa penasaran dengan rumah ini. Mana ada rumah sebesar ini di tengah hutan. Ia pun berkeliling untuk melihat-lihat. Dan betapa terkejutnya Gio, melihat semua pajangan di sana yang sangat ambigu. Jarang sekali ia menemukan benda-benda seperti itu.

Di sudut ruangan, Gio melihat sebuah kendi berukir. Ukiran itu, tak asing bagi Tejo. Seperti, ia pernah melihatnya. Namun, di mana?

Gio mencoba mengingat tentang ukiran itu. Dan ternyata, ukiran itu persis sekali seperti ukiran kendi pada salah satu markas mafia yang ia selediki bulan lalu.

Gio pun mencari kembali bukti yang lain, karena ia tak ingin gegabah hanya dikarenakan  satu bukti.

Gio baru menyadari, bahwa di setiap properti di rumah itu. Memiliki label logo dari organisasi mafia itu. Dan ia sangat yakin, bahwa rumah ini adalah rumah yang ia cari selama ini.

Gio pun kembali ke sofa itu, agar tak ada yang curiga sedikitpun. Dan tak lama, Eyang pun kembali dengan wajah yang sumringah.

"Jos tenan Iki Jo. Saya mau satu ini deh" pinta Eyang.

"Kamu tunggu sini aja Jo, siapa tahu cucu saya berminat juga" sambung Eyang.

***

"Gi, jangan berbuat apapun. Ku mohon! Aku mengizinkan mu agar bisa datang ke sini bukan untuk menangkap nya"  lirih Aletha.

"Let, ini tidak bisa dibiarkan. Sudah jelas, ia ada di hadapan gue!"

"Gi, gue mohon. Biarkan gue selesaikan dulu masalah gue. Setelah itu, terserah Lo mau tangkap dia atau bagaimana"

Sebatas Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang