16. BENCI PERJODOHAN

25 2 0
                                    

BAB 16. BENCI PERJODOHAN
------------------

"Hal yang lo benci, suatu saat akan menjadi hal
yang sangat lo syukuri."

-Abrian Algis Alvaro

Flashback on

"Bunga kamu harus tahu, Afgan menerima perjodohan ini karna kamu, Afgan berharap dengan dia menerima perjodohan ini kamu bisa sayang sama Afgan, tolong Bunga terima Afgan sebagai anak kandung kamu." kata kata menyayat hati itu keluar dari mulut Evan.

Bunga ingin menangis rasanya, wanita itu memalingkan wajahnya ke arah lain agar tidak terlihat sedih di depan suaminya. "Maaf mas aku nggak bisa." ucap nya dengan pelan namun tegas.

Evan membuka sedikit mulutnya terkejut, ia tak percaya Bunga akan seperti ini. ya sesak rasanya, sudah berpuluh-puluh kali ia memohon kepada Bunga untuk menyayangi Afgan, akan tetapi jawaban Bunga tetap sama.

"Kenapa Bunga, Afgan kurang apa sama kamu? dia udah lakuin apapun demi kamu, bahkan dia mengorbankan perasaan nya sendiri demi kamu, tapi kamu? sesusah itu kah kamu menerima Afgan?" Tanya Evan.

"Aku sayang sama Afgan mas, sayang sekali, tapi aku nggak bisa nunjukin, aku selalu berpura-pura nggak peduli, nggak sayang sama Afgan. Itu semua bohong mas." kata Bunga dalam hati, yang tidak bisa di dengar oleh Evan.

Bunga masih tidak menatap Evan, tanpa berkata lagi Bunga pergi dari kamar dengan perasaan yang hancur.

"Ya Allah apa salah Afgan sampai engkau tak memberikan Afgan kasih sayang sosok ibu?" lirih Evan menatap kepergian Bunga.

Flashback off

Bunga duduk di pinggir kolam mengingat kembali ucapan Evan malam itu. Air mata terus menerus mengalir membasahi pipi wanita itu. Rasa bersalah selalu datang, Bunga tak mau seperti ini.

Dahi Afgan mengernyit ia melihat Mama nya sedang duduk di pinggir kolam. "Ngapain Mama ?" Tanya Afgan pada dirinya sendiri. "Samperin aja deh."

Tungkai Afgan melangkah mendekat ke arah Mamanya. Setelah sampai di pinggir kolam ia duduk dan mencelupkan kaki nya ke air, sama dengan Bunga.

"Mama ngapain disini?" Tanya Afgan menatap Mama nya. Bunga terkejut dengan kehadiran Afgan. Mata nya menatap Afgan dengan hangat, namun detik kemudian tatapan itu berubah menjadi benci.

"Mama yang harusnya nanya, ngapain kamu ke sini?"

"Afgan mau sama Mama."

"Pergi Afgan."

"Nggak mau, Afgan mau disini."

"Mama makin terluka lihat kamu disini Afgan, rasa bersalah itu bertambah besar saat Mama lihat kamu." batin Bunga.

"Mama ingin sekali memeluk kamu tapi untuk saat ini Mama nggak bisa, kamu harus kuat Afgan."

"Afgan sayang Mama, jangan pernah pergi ya Ma?" Tanya Afgan. Bunga menoleh ke arah Afgan dengan tatapan penuh kebencian.

"Mau kamu sayang mama sekalipun, Mama nggak peduli bagi Mama kamu adalah sampah." tegas Bunga.

Tidak apa, sudah biasa bagi Afgan mendengar makian dari mulut Mama nya, walaupun sudah terbiasa, namun tetap saja rasa sakit nya tak pernah beda. Sakit, sakit sekali.

"Nggak papa walaupun Mama sering maki Afgan, kehadiran Mama tetap kebahagiaan buat Afgan. Afgan liat Mama senyum aja udah bahagia, Mama bahagia terus ya? karna bahagia Mama itu bahagia nya Afgan juga." ucap Afgan dengan lembut. Lemah, disaat seperti ini Afgan mudah sekali menangis.

AFGAN AND FLORA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang