Dengan langkah hati-hati, Zila mendekati Liona yang tenggelam dalam lamunannya. Senyap di langkahnya, mencermati raut wajah yang tertutup oleh kerumitan pikiran.
Nafas Zila bergetar, mencoba memahami perasaan yang tersembunyi dalam keheningan Liona. Tangis hatinya ingin bertemu, mengajak Liona terbang ke langit yang membiru.
Zila menghampiri Liona, seperti angin yang berbisik lembut dalam telinga. Dalam tatapannya yang lembut, ia mencoba membangun jembatan empati dan pengertian. Ia tak berkata-kata, menyerap dalam dirinya kehampaan yang Liona alami. Namun, dalam dekap matanya, ia ingin memberikan dukungan yang tulus dan memahami.
Mereka berdua terhanyut dalam kesenyapan, tanpa perlu sepatah kata pun. Liona dan Zila saling mengerti melalui kehadiran masing-masing, menjadi kokoh dalam kebersamaan."Kak Liona?"
Zila menunjukkan kehadirannya, mirip sahabat setia yang bersama di setiap perjalanan. Ia ingin memberikan cahaya, seperti matahari yang menembus kabut dalam lubuk lamunan.
Zila berjalan dengan hati penuh kelembutan dan kebijaksanaan. Berusaha menghampiri Liona dengan kehadiran yang menguatkan dan mencoba mengerti.Dalam langkahnya yang tenang, Zila memberikan ruang untuk Liona merasakan kehadirannya. Tanpa memaksa kata-kata, membiarkan kerinduan menyelusup, melebur dalam kebersamaan mereka.
Di dekat Liona, ia dipenuhi oleh kepekaan dan cinta yang memeluk kepedihan yang tak terucap. Seperti malam yang gelap, ia ingin menjadi bintang yang menyemarakkan langit yang hampa.
"Kak Liona," sapa ulang.
Zila menatap dengan penuh kepiluan, saat Liona tenggelam dalam lamunan. Hatinya merasakan getaran ke dalaman, ketika kesedihan Liona menggema di dalam. Di dalam ruangan kamar yang hening.
Air mata tak terucap mengalir di mata Zila. Dalam hening yang membelai, Zila bersimpuh, mengulurkan rasa empati. Mencoba menenangkan Liona dalam pangkuan kebersamaan yang penuh cinta.
Rasa sedih yang mengahantui, ia mencoba berusaha memahaminya dikala Liona terpuruk, seperti elang yang terbang mengarungi angkasa, ia ingin membantu Liona menerobos pagutan kesedihan.
"Kak Liona, aku melihatmu selalu terlihat melamun dan bersedih akhir-akhir ini. Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Zila, aku merindukan ibuku. Dia berada jauh di luar negeri dan aku tak bisa berada di dekatnya. Setiap hari rasanya hampa tanpa kehadiran dan kasih sayang ibu di sampingku."
"Aku bisa membayangkan betapa beratnya rasa rindumu terhadap ibumu yang sedang jauh. Bagaimana kamu bisa menghadapi perpisahan ini?"
"Rasanya sulit, Zila. Aku mencoba untuk berpikir positif dan mengisi kekosongan dengan kegiatan yang aku sukai. Tapi, terkadang rindu dan kesedihan itu begitu menghantui."
"Aku mengerti, Kak Liona. Rindu dan kesedihan itu alami dan wajar. Mungkin kamu bisa mencoba menjalin komunikasi dengan ibumu melalui pesan atau panggilan video untuk meredakan kerinduanmu."
"Itu tidak mudah, Zila. Aku tidak memiliki akses untuk menghubungi ibuku. Tapi aku akan mencoba melakukan hal itu bagaimana pun caranya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Melangkah Bersama Senja
General FictionDalam keguratan usia enam tahun, dia menghadapi cobaan yang tak terduga. Penyakit memisahkan dia dari keluarga, menyepi di pantai yang terpencil. Dia berjuang keras, mengadu kekuatan melawan badai yang menyerang. Satu tahun berlalu, dia sembuh dan k...