19. Belas Kasihan

3 1 0
                                    

Di sore yang meredup di ruang rumah sakit, Zila menatap perpisahan sang Kakak dengan haru yang terpahat di matanya yang bermandikan air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sore yang meredup di ruang rumah sakit, Zila menatap perpisahan sang Kakak dengan haru yang terpahat di matanya yang bermandikan air mata. Rasa bersalah terkoyak-koyak dalam hatinya, menghantui bayangan penyesalan yang tak terucap.

Ribuan kerinduan terlukis di balik tatapan Zila, menyesali kata-kata yang terlontar di saat emosi memuncak, mengusir cahaya kakak tercinta.

Dalam sunyi tak berujung, hati Zila meratap dalam kesepian yang mendalam, mencari belas kasihan di sudut hati yang sunyi tanpa kehadiran yang disayang.

Air mata Zila menari di pipinya, mengguratkan kisah pilu yang terpahat dalam kenangannya, meratapi kesalahan yang tak mampu diulang kembali.

Namun, cinta dan belas kasihan merajut kembali benang kebersamaan, menyatukan hati yang terpaut pecah. Di antara keheningan, Zila menemukan harapan di pelukan kasih yang tak berujung, menemukan pencerahan di tengah kepiluan tertatih.

Ibu Riani, meski tak mampu berkata-kata, dalam diamnya ia mengirimkan doa-doa kesembuhan dan kekuatan untuk Zila.

Ibu Riani menghampiri Zila dengan langkah lembut. Dia melihat Zila, yang tengah terduduk dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Tanpa sepatah kata pun, Ibu Riani merangkul Zila dengan penuh belas kasihan dan kelembutan.

"Zila, sayangku, jangan menangis. Ibu tahu ini adalah saat yang sulit bagi kita semua. Namun, menangis tidak akan mengubah apapun. Ingatlah, kita harus tetap tenang dan berdamai dengan diri sendiri," ucap Ibu Riani.

"Tapi, Ibu, aku merasa bersalah atas kepergian Abang Hasbi. Aku tidak bermaksud mengusirnya saat emosi sedang melanda."

"Sayang, memang sulit untuk menerima kesalahan yang pernah kita lakukan. Namun, penting untuk memaafkan diri sendiri dan belajar dari pengalaman ini. Kita semua manusia, dan kita pasti akan membuat kesalahan."

"Bu, aku berharap bisa mengembalikan waktu dan meredakan emosi sehingga Abang Hasbi tidak pergi. Tapi sekarang dia sudah pergi dan aku merasa hampa."

"Kita tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi, Zila. Yang bisa kita lakukan adalah belajar dari kesalahan dan memperbaiki ke depan."

Dalam pelukan hangat Ibu Riani, Zila merasakan kehangatan yang menyelimuti dirinya. Air matanya yang tumpah menjadi titik-titik rasa lega dan penghiburan, seolah semua beban yang terasa sangat berat kini terangkat.

Ibu Riani, dengan kehadirannya yang penuh kelembutan, menyirami hati Zila dengan cinta yang tak terbatas. Dalam diam, tanpa kata-kata yang perlu diucapkan, kehadiran dan pelukan Ibu Riani sudah menjadi obat bagi luka-luka emosional Zila.

Ibu Riani dan Zila melepaskan pelukannya  perlahan, dengan tatapan penuh pengertian dan kasih sayang di antara mereka. Ibu Riani kemudian mengambil tangan Zila dengan lembut, membiarkan air mata Zila mengalir tanpa hambatan. Dengan lembut, Ibu Riani mengusap air mata yang turun di pipi Zila, memberikan dukungan tanpa kata-kata yang harus diucapkan.

Melangkah Bersama SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang