Zila terbaring lemah di ranjang rumah sakit, lengannya yang lemah terjatuh begitu saja di samping tubuhnya. Matanya memandang kosong, merenung dalam kenangan yang menghias bayangannya. Dalam kesunyian ruangan yang dingin, ia teringat pada masa kecil saat di usia tiga tahun, ketika Mama dan Papa ada di sampingnya, menemani dan memberikan kehangatan.
Tubuh kecilnya terpeluk dalam pelukan hangat Mama, tangisnya diusap lembut oleh tangan Papa. Mereka berdua adalah kebaikan yang tak tergantikan dalam hidupnya. Kisah cinta mereka melambangkan kebahagiaan.
Namun, kini, dalam keadaan yang rapuh, Zila merasakan kekosongan yang menggelayut di dalam hatinya. Mama dan Papa yang begitu berarti baginya, tidak ada di sampingnya dalam momen-momen sulit ini. Rasa rindu memenuhi dadanya, mengingatkannya pada kehadiran mereka yang telah pergi.
Zila merasakan kehilangan yang dalam dan pahit. Dalam keadaan lemahnya, ia menatap langit-langit ruangan rumah sakit dengan mata yang berkaca-kaca. Ia mengenang masa-masa indah yang pernah mereka bagikan bersama, kenangan penuh cinta dan keceriaan.
Pikiran-pikiran yang terluka bergulir dalam keheningan, mengangkat kebutuhan akan kasih sayang yang tak terpisahkan dari Mama dan Papa. Dalam saat-saat seperti ini, Zila merasakan kebutuhan untuk memeluk mereka sekali lagi, merasakan hadiran mereka yang memberikan kekuatan dan perlindungan.
"Ibu mengapa Mama dan Papa tidak datang menjenguk aku di rumah sakit?" tanya Zila dengan suara lemah.
"Sayang, Mama dan Papa sedang sibuk dengan urusan mereka sendiri. Kadangkala, orang dewasa memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang membuat mereka sibuk."
"Tetapi, Ibu, aku merindukan Mama dan Papa. Aku butuh mereka di sampingku pada saat-saat seperti ini. Mengapa mereka tidak dapat meluangkan waktu untuk menjenguk?"
Ibu Riani menggenggam tangan Zila dengan lembut. "Terkadang dalam hidup, ada situasi dan tantangan yang membuat orang tua sulit untuk hadir fisik. Mereka mungkin menjalani pekerjaan, tanggung jawab keluarga, atau urusan yang sangat penting. Tetapi, ingatlah bahwa mereka mencintaimu sangat dalam, meski tidak selalu bisa hadir secara fisik."
"Tapi kenapa mereka tidak tahu betapa pentingnya kehadiran mereka bagi aku saat aku sedang sakit?"
Ibu Riani mengelus pipi Zila. "Zila, mungkin ada banyak hal di luar kendali kita. Seringkali orang tua mengungkapkan rasa cinta dan perhatian mereka dengan cara yang berbeda. Mereka mungkin sedang berusaha memberikan yang terbaik untukmu dari jauh. Ibu di sini untuk mendukungmu, sayang, dan ibu akan selalu ada untukmu."
Bibir Zila bergetar, nafasnya menyesak. Menengadah mencoba tersenyum sedikit saja.
Air mata hangat meleleh di pipi Zila, mengalir dengan perasaan kehampaan dan kesedihan yang mendalam. Dalam keheningan yang memayungi ruangan, setiap tetes begitu berat dengan rasa kehilangan. Air mata itu menceritakan kisah kekosongan yang dirasakan oleh hati Zila, rindu akan kehadiran Mama dan Papa yang begitu kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melangkah Bersama Senja
Fiksi UmumDalam keguratan usia enam tahun, dia menghadapi cobaan yang tak terduga. Penyakit memisahkan dia dari keluarga, menyepi di pantai yang terpencil. Dia berjuang keras, mengadu kekuatan melawan badai yang menyerang. Satu tahun berlalu, dia sembuh dan k...