23. Semuanya Sia-Sia

4 1 0
                                    

Teruntuk Mama Aku lelah, Ma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teruntuk Mama

Aku lelah, Ma. Lelah mencari jalan pulang.  Lelah berharap pada orang-orang yang tak  pernah memberikan harapan.

Aku sudah mencoba mengetuk pintu hati mereka juga Mama. Aku berharap ada yang mau menerimaku, menyayangiku, dan membawaku pulang. Tapi semuanya sia-sia.  Semua pintu tertutup rapat untukku.

Seolah aku adalah sesuatu yang tak ingin mereka sentuh.

Aku hanya ingin pulang, Ma. Aku ingin merasakan hangatnya pelukan Mama lagi. Aku ingin mendengar suara Mama yang menenangkan. Aku ingin merasa aman di sisi Mama.

Tapi semuanya hanya mimpi. Mimpi yang tak akan pernah terwujud.

Sekarang aku harus kembali ke panti. Kembali ke tempat yang membuatku merasa terasing. Kembali ke tempat yang tak menyenangkan.

Aku lelah, Ma. Aku ingin pulang.


    Nazeela Zuhra Shafana


Zila berdiri mematung pada tepi tratoar ramai orang lalu lalang, hentak-hentak kaki pejalan, suara-suara pengendara berlalu lalang. Awan kelabu membentang angkasa menghiasi alam semesta. Ia menengadah memastikan lagi gerimis menyentuh permukaan wajah. Sudah tidak hujan lagi, hanya tersisa gerimis-gerimis kecil yang tak apa-apa bagi Zila.

Terdiam beberapa saat, menghela napas dalam-dalam membuang rasa pedih yang masih bersarang. Melangkah kaki menuju ke arah tengah. Hembusan angin kencang menerpa rambut kian berantakan.

Memeluk erat tubuhnya berbalut jaket pink muda. Kain lembut dan hangat itu terasa menenangkan di kulitnya. Hadiah dari nenek di hari ulang tahun ke 5 kala itu.

Aroma nenek masih tercium samar di jaket itu, membuat Zila merasa dekat dengan nenek. Ia teringat nenek yang jauh di rumah sana, selalu memberikan kehangatan dan kasih sayang padanya.

Langkahnya terasa berat, tetes demi tetes kian menderas, hujan turun kembali membasahi bumi.

Zila menggigil dingin, bukan karena dinginnya udara yang menyerbu, melainkan dinginnya jalanan yang ia lalui. Jalanan yang seolah mencerminkan pada dunia yang suram dan sempit

Merasa sangat rapuh, seolah akan hancur berkeping-keping. Ia ingin merasa hangatnya pelukan Mama dan kehangatan rumah yang menyenangkan. Namun, takdir menyeretnya kembali ke panti, tempat yang membuatnya merasa sedih dan tak berdaya.

Zila menatap jalanan di depannya, mencoba mencari seberkas cahaya di tengah kegelapan yang menyergap. Ia berharap ada sesuatu yang bisa menenangkan hatinya yang rapuh. Namun, hanya kesunyian yang menjawab do'anya.

Merasa terjebak dalam kesendirian yang menakutkan. Ia ingin menghilang, menghilang dari dunia yang tak mengerti perasaanya. Ia ingin bersembunyi di tempat yang aman, di tempat yang bisa memberikan kehangatan dan kasih sayang.

Namun, takdir menentukan lain, Zila harus kembali ke panti, kembali ke tempat yang tak menyenangkan. Ia hanya bisa menahan air mata yang mengalir di pipi, mencoba kuat menjalani takdir yang sudah di tetapkan untuknya.

Melangkah Bersama SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang