Menuju akhir, setelah tenggelam dalam arus takdir.
Aku ingin mengakui beberapa hal, yang selama ini tidak ingin aku akui.
Aku, menjalani hari-hariku dengan pemikiran-pemikiran negatif di kepalaku. Entah itu tentang keluarga, ekonomi, pendidikan, atau bahkan masa depan.
Aku juga terlalu keras terhadap diriku sendiri. Aku selalu menuntut keberhasilan, dan tidak menerima kekalahan. Pada akhirnya, aku memaksa diriku terlalu keras, memaksa untuk terus berjalan saat kakiku terluka, memaksa diriku untuk melewati jalan penuh duri tanpa menyingkirkannya.
Dan aku, adalah orang yang tidak pernah mau mendengarkan keluh kesahku sendiri. Aku terus melakukan apa yang orang lain perintahkan, dan mendengarkan setiap ucapan mereka. Tanpa aku sadari, ada anak kecil yang merasa iri di dalam diri ini, iri karena tak didengarkan, iri karena tak bisa melakukan apa yang ia mau.
Aku sadar, bahwa selama ini aku memperlakukan diriku dengan buruk. Memperlakukan diriku seperti orang asing, bahkan saat terpuruk.
Namun, pada akhirnya aku bisa menerima semuanya. Menerima kekurangan, kelebihan, ketakutan, serta ketidaktauan yang aku miliki.
Akhirnya, saat aku terus mengikuti arus, dengan sesekali menghindari bebatuan. Takdir membawaku, pada sebuah pelukan.
Mungkin tidak ada yang ingin memelukku, tapi saat aku berbalik ke belakang, aku menemukan pantulan diriku dalam cermin usang. Ia tersenyum padaku, menarikku perlahan dalam pelukannya. Sesekali ia mengusap kepalaku, dan berkata, "Ada aku, yang sangat ingin memelukmu. namun kau tak pernah memperhatikanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukan untuk Diriku
Non-FictionBanyak orang diluar sana merasa lelah dengan semuanya. Mereka sibuk mencari hal yang bisa membuat mereka bahagia, dan membuat mereka tenang untuk menjalani hari-hari yang ada. Padahal, ada hal yang bisa mereka lakukan, untuk mendapat kebahagiaan dan...