05. hari sial

3 1 0
                                    


"Kampus Lo di sini kan?" Tanya Shaki pas udah sampai di tujuan.

"Iya bang, di sini." Jawab Rean terus turun dari motor.

"Yaudah gue tinggal ya, yang baik selama ospek jangan cari masalah."

Rean gak dengerin Shaki karena matanya sekarang lirik ke arah lain.

"Bang? Itu Livi gak sih?" Tanya Rean tanpa lepas pandangnya dari arah berlawanan.

"Oh iya, itu kan Livi."

"IYAKAN BANG?!" Barulah Rean balik noleh ke Shaki dan bikin Shaki kaget.

"Iya emang tapi gak usah bikin kaget juga tai!" Kata Shaki emosi.

"GUE DULUAN YA BANG!" Rean lari soalnya gak mau kehilangan jejak si Livi.

"Eh? REAN! HELM BELUM LO LEPAS!" Teriak Shaki pas sadar ternyata Rean masih pake helmnya.

Tapi kayaknya percuma deh soalnya Rean udah hilang dari pandangan mata Shaki.

"Yasudahlah, palingan dia sendiri yang malu nanti." Gumam Shaki terus pergi dari sana.

Sementara itu si Rean masih lari buat samaain langkahnya sama Livi.

Livi keliatan lagi ngobrol sama temen ospeknya.

"LIVI!"

Rean panggil Livi tanpa taruh fokusnya ke tempat lain, dia cuman tatap Livi yang sekarang juga tatap dia sambil ketawa.

Rean pikir Livi ketawa karena kesenangan liat dia tapi kayaknya Rean salah deh, karena bukan cuman Livi yang ketawa tapi temen Livi juga.

Mungkin karena dia ganteng kali, pikir Rean nggak peduli.

Tapi makin lama kenapa feeling Rean gak enak ya? Seakan-akan Rean diketawain karena hal yang buruk.

"Ikut aku!" Livi tarik tangan Rean ke tempat yang lumayan sepi masih sambil ketawa.

Pas sampai tempat sepi pun Rean masih senyam senyum kesenangan ditarik doi belum tau aja setelah ini dia bakal malu.

"Rean, itu..." Livi tunjuk helm yang masih setia nempel di kepala Rean, Rean kasih ekspresi bingungnya tapi tangannya tetep gerak buat pegang kepalanya dan barulah ekspresi Rean berubah.

Mata rean mendelik, tangannya dengan cepat singkirin helm berwarna pink dengan tempelan stiker hello kitty itu dari kepalanya sementara Livi balik cekikikan lagi.

"Kok bisa sih lupa lepas helm?" Tanya Livi masih sambil ketawa, perutnya sampe sakit karena kelakuan cowok dihadapannya.

"Bang Shaki juga kenapa sih gak ngomong-ngomong." Gumam Rean kesal.

"Hah?" Livi berucap bingung karena gumaman Rean terdengar samar-samar bagi Livi.

"Oh nggak, ini gara-gara aku terlalu buru-buru jadinya lupa." Livi akhirnya ngangguk percaya.

"Eh aku nggak nyangka loh kamu kuliah di sini juga, ambil jurusan apa?" Tanya Livi, sengaja ganti topik biar Rean gak semakin malu

"Pendidikan jasmani dan olahraga." Jawab Rean malu-malu.

"Wah! Pantesan badan kamu keliatan atletis banget." Kata Livi kegirangan, maklum dia suka cowok yang badannya kayak Rean.

Rean yang dengarnya malah makin malu, dia nunduk sambil sembunyiin senyumnya.

"Kamu sendiri ambil jurusan apa di sini?" Tanya Rean habis netralin senyumnya.

"Oh, aku ambil jurusan sastra inggris." Balas Livi.

"Berarti kita bisa sering ketemuan dong." Ucap Rean dan Livi ngangguk.

"Kalau ada matkul yang jadwalnya sama kita bisa berangkat bareng juga." Kata Livi dan kali ini Rean yang ngangguk.

Mereka diem-dieman sebentar buat cari topik lagi sampai tiba-tiba suara pengumuman terdengar dan mereka harus segera kembali ke aula karena mahasiswa baru disuruh buat segera kumpul.

"Ayo!" Kata Rean terus jalan lebih dulu, Livi pun ngikut dari belakang.

"Oh iya, boleh minta nomor telpon kamu gak?" Tanya Livi dan saat itu juga Rean hentiin langkahnya terus balik badan dan ambil hp Livi dengan cepat.

Rean sibuk mendial nomornya sedangkan Livi menunggu tanpa turunin senyumnya sama sekali.

"Ini." Setelah selesai, Rean kembaliin hp Livi terus Livi mulai telpon nomor itu biar Rean juga bisa simpan nomornya.

"Itu nomor aku, disimpan ya." Kata Livi terus jalan pergi lebih dulu ninggalin Rean yang masih sibuk simpan nomor Livi.

"Livi cantik." Kata Rean sambil ketik kata-kata itu di kontak Livi.

Iya, Rean simpan kontak Livi dengan nama itu.

———

"Waduh gue lupa bawa flashdisk kerjaan semalam lagi."

Shaki baru aja sampai di tempat parkir kantornya dan dia langsung teringat sama flashdisk kerjaannya yang isinya film dewasa itu.

Iya, bener kok itu kerjaan Shaki, semalam Shaki nerjemahin film itu dan langsung revisi di televisi soalnya laptopnya tiba-tiba rusak pas selesai nerjemahin film.

Jangan tanya kenapa Shaki nerjemahin film dewasa itu, alasan sederhananya karena kalau dia nerjemahin film dewasa dia bakal dapat gaji lebih besar dari film lain.

Di tempat kerja Shaki, setiap genre film yang diambil penerjemah punya jumlah gaji beda-beda dan film dewasa itu yang gajinya paling besar jadi tiap ditawarin sama managernya buat terjemahin film dewasa Shaki langsung ngangguk dan terima.

Siapa sih yang nggak mau uang?

Shaki harus kirim film itu hari ini dan dengan bodohnya dia tinggal flashdisk-nya di rumah, masih kecolok di tvnya.

Lama mikir akhirnya Shaki nyalain lagi motornya terus dia balap buat balik ke kontrakan. Untungnya jarak dari kantor ke kontrakan Shaki gak terlalu jauh jadi dengan kecepatan tinggi Shaki bisa sampai dalam waktu gak sampai 10 menit.

Pas sampai kontrakan Shaki langsung masuk dan buru-buru nyalain tv-nya buat cek dulu filmnya masih aman dalam flashdisk atau nggak.

Shaki fokus banget cek filmnya sampai gak sadar kalau sekarang pak Gio udah ada dalam rumah kontrakan.

"SHAKI?!" Shaki terlonjak kaget karena suara Pak Gio, tanpa noleh pun Shaki udah tau.

Tangannya buru-buru matiin tv-nya.

"Pa-pak Gio ngapain di- di sini?" Tanya Shaki tergagap.

Harusnya Shaki gak usah takut karena ketahuan liatin film dewasa, toh ini juga kerjaan dia, Shaki bisa jelasin ke pak Gio. Tapi yang namanya Pak Gio mah anak kontrakan juga pasti gak bisa hadapin. Mau dijelasin seribu kali pun pasti beliau selalu cari kesalahan dari anak kontrakan.

"Saya pikir ada pencuri masuk ke dalam kontrakan saya mengingat kalian semua kalau jam segini gak ada di kontrakan... Saya kaget loh Shaki...."

"Pak, saya bisa jelasin." Shaki deketin pak Gio dengan muka paniknya.

"Awas kalau saya liat kamu deketin anak saya, saya akan kasih tau kelakuan kamu langsung." Kata Pak Gio terus keluar dari kontrakan.

Shaki hela napasnya lelah, "apa gue berhenti kerja aja ya?" Sekilas itu yang Shaki pikirin sampai dia rasa ada getaran di saku celananya.

Shaki ambil hpnya dari dalam kantong dan liat siapa yang menelpon, Shaki buru-buru ambil flashdisk-nya dan pergi dari kontrakan pas tau yang telpon dia adalah managernya.

Bisa bahaya kalau Shaki telat, udah susah-susah nerjemahin film dewasa malah gaji tetep dipotong karena telat.

"Gak lagi-lagi gue ambil film kayak gini." Gerutu Shaki sambil nyalain motornya.

"Eh tetep ambil deh, tapi gue gak mau lagi revisi lewat tv." Ralat Shaki terus gas motornya menuju tempat kerjanya.
.
.
.
.
.
.
To Be Continue...

Rumah Cenrana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang