Bab 03 || Perhatian

4 2 0
                                    

"Kenapa gue harus laporan sama lo, lo bukan siapa-siapa gue." -Agatha

***

Keesokan harinya, ia tidak melihat sosok Agatha di sekolah. Ke mana gadis itu pergi? Ia sudah bertanya kepada ketua kelas dan ternyata gadis itu sakit.

"Lo sakit? Kenapa nggak bilang ke gue," lirih Algi.

Tanpa pikir panjang ia bolos sekolah, ia melewati pintu belakang sekolah dan langsung menuju rumah gadis itu.

Setibanya di rumah gadis itu, ia langsung masuk ke dalam dan mencari kamar gadis itu. Saat membuka pintu kamar Agatha, ia melihat seorang gadis yang tengah tertidur dengan wajah pucat. Ia menghampiri dengan langkah pelan agar tidak mengganggu gadis itu.

Algi mengulurkan tangannya lalu menempelkan telapak tangannya ke kening gadis itu. Panas sekali, itu yang ia rasakan. Algi langsung beranjak dari kamar gadis itu untuk mengambilkan air hangat dan mengompreskannya.

Saat mengompres kening Agatha, gadis itu terbangun dengan suara lirihnya.

"Algi, kok lo bisa di sini?" lirihnya.

"Nggak usah banyak tanya, lo sendiri kenapa nggak bilang gue kalau lo demam," ujarnya.

"Kenapa gue harus laporan sama lo, lo bukan siapa-siapa gue," celetuk Agatha sukses membuat hati Algi berdenyut hebat.

Sakit? Ya, ia sangat sakit saat Agatha berbicara seperti itu kepadanya. Ia ingin sekali mengungkapkan perasaannya, tetapi sepertinya bukan waktu yang tepat.

Algi diam tak menjawab ucapan gadis itu. Ia terus mengompres kening dahi Agatha. "Gue tunggu di ruang tamu, kalau butuh gue panggil aja," ujarnya dan langsung melesat pergi.

Di setiap langkahnya ia melamun dan memikirkan ucapan Agatha, tanpa mau ambil pusing dirinya merebahkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang tamu rumah Agatha.

Waktu terus berlalu, kini matahari sudah berganti menjadi bulan. Cowok tampan itu masih tertidur pulas, berbeda dengan Agatha. Gadis itu merasa betek di dalam kamarnya, ia melangkah ke luar kamar untuk memastikan cowok itu sudah pulang atau belum, dan ternyata cowok tampan itu masih tertidur.

Senyum tipis terukir di bibir ranumnya, langkahnya mendekat. Diamatinya wajah sempurna itu di hadapannya, alis yang tebal, bibir merah muda, hidung mancung, dan rambut yang tebal. Sangat sempurna sekali bukan? Pantas saja dirinya jatuh ke dalam pesona Algi Pradipta Putra, seorang cowok yang notabennya incaran para kaum hawa.

Perlahan ia memanggil Algi yang masih tertidur. "Al, bangun."

Algi menjawab hanya dengan erangan kecil, lalu kembali tertidur. Agatha yang melihat raut lelah di wajah Algi langsung melesat pergi menuju dapur. Ia sangat lapar sekali dan mungkin ia akan memasak untuk makan malam.

Tangan putih mulus itu mulai bermain dengan wajan dan kawan-kawan. Ia mengiris bawang, sosis, cabai, dan bakso. Mungkin ia akan memasak nasi goreng saja, karena terbilang mudah dan ia tidak ingin ribet.

Algi yang sedang tertidur pun terbangun saat mencium aroma masakan Agatha, ia terkejut melihat Agatha yang sedang memasak. Dengan nyawanya yang baru saja bangun langsung menghampiri Agatha dan menghentikan aktivitas memasaknya.

"Lo ngapain masak?" tanya Algi datar tanpa ekspresi.

"Ya namanya masak, berarti gue mau makan. Gimana sih lo!" jawab Agatha yang hendak kembali menghidupkan kompor, namun kembali dicegah oleh Algi, "Awas, gue mau masak. Itu belum matang."

"Lo lagi sakit, kenapa lo nggak bangunin gue? Biar gue yang masak atau lo mau makan di luar?"

"Gue cuma demam, bukan lumpuh. Jadi gue masih bisa jalan," ketusnya.

Kita Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang