Prolog

8 2 0
                                    

Burung-burung dan sinar mentari menyapu pandangan seorang gadis cantik nan ayu. Ia dikenal di kalangan murid SMA Garuda karena kepintarannya dan kecantikannya.

Gadis itu bernama Agatha Almasyifa Morgan, gadis cantik yang akrab dipanggil Agatha. Kini ia sedang berjalan menuju gerbang sekolah kebanggaannya yang sudah berada di depan mata. Namun langkahnya hampir terjatuh karena kaki seseorang, ya! Ada seseorang yang berusaha menjahilinya. Yaitu Algi Pradipta Putra—seorang donatur sekaligus cowok terpopular—di SMA Garuda.

“Lo sengaja ya? Mau bikin gue celaka?” maki Agatha

“Emang, emang itu tujuan gue,” balas Algi enteng.

Agatha menggertakkan giginya sebal. Setiap hari dirinya selalu diganggu oleh lelaki menyebalkan itu. Tiada hari tanpa debat, dan tidak ada pernah cuti berdebat barang sehari pun.

Hari ini adalah hari Senin, di mana semua murid melakukan upacara bendera di pagi hari. Siswa/i SMA Garuda berhamburan menuju lapangan dengan segala atribut lengkapnya. Begitu pula dengan Agatha, ia sedang merapikan atributnya lalu berjalan menuju lapangan dan memasuki barisan.

Seperti biasa, Algi dan kawan-kawan selalu di hukum karena tidak memakai atribut lengkap. Tak sengaja mata Algi bertemu dengan manik mata dirinya, keduanya memandang sinis satu sama lain, lalu Agatha menjulurkan lidah mengejek Algi.

Akhirnya upacara pun dimulai, Pak kepsek membuka suara saat amanat berlangsung. “Kenapa kalian lagi yang di hukum, apa kalian tidak bosan setiap upacara di hukum hanya karena tidak memakai atribut lengkap?”

“Anak-anak, ini tidak boleh dicontoh ya. Seharusnya sebagai murid teladan kita harus mematuhi peraturan sekolah dengan baik,” lanjut Pak kepsek.

“Baik, Pak!” sahut semua murid SMA Garuda.

Saat upacara selesai, semua murid berhamburan masuk ke dalam kelas sambil menunggu guru pengisi mapel yang akan mengajarkan mereka di kelas.

***

Kring ... kring ....

Bel istirahat sudah berbunyi, Agatha merapikan buku-bukunya lalu ke luar kelas.

“Tha, ayo ke kantin!” ajak Rain.

“Gue boleh nitip nggak? Soalnya mau ke perpus.”

“Boleh, mana uangnya?”

Agatha memberikan selembar uang dua puluh ribu kepada Rain, lalu gadis itu menerimanya dan pergi dari hadapannya.

Agatha sendiri ia langsung menuju perpus karena ingin membaca buku pelajaran atau pun novel. Ia memang suka membaca buku.

Kini Rain sedang berada di kantin, ia memesankan dua porsi nasi goreng, untuk dirinya dan Agatha. Tetapi dirinya dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang menepuk bahunya hingga membuatnya terlonjak kaget.

“Woi!”

“Astagfirullah, lo nggak bisa ya? Panggil nama gue. Gue punya nama, dan nama gue itu Rain! Bukan woi!” cerca Rain dengan kesal.

“Ck! Iya-iya. BTW itu makanan buat siapa? Lo lapar apa rakus? Pesan dua begitu,” tanya Algi.

“Sinting lo! Ini buat Agatha, dan satu lagi itu buat gue,” jawab Rain.

“Yang punya Agatha sini gue aja yang bawain, dia ada di mana?” tanya Algi sambil merebut piring yang berisikan nasi goreng tersebut dari tangan Rain.

“Biasa, tapi awas lo ya! Makanannya jangan diracuni,” ujar Rain.

Algi tidak menjawab ucapan Rain, melainkan langsung melesat pergi menuju perpustakaan. Ia sudah tahu bahwa gadis itu pasti ada di perpustakaan, tetapi saat ia berada di perpustakaan matanya tidak melihat sosok Agatha. Ke mana gadis itu pergi?

“Mana tuh bocah, tumben amat nggak ada. Halaman belakang kali ya?” monolognya, tanpa pikir panjang ia langsung menuju halaman belakang.

Saat dirinya sudah di halaman belakang, ia melihat gadis dengan rambut terurai dan kedua tangan yang memegang buku pelajaran.

Ia menghampirinya, lalu duduk di sampingnya dan merebut buku tersebut. “Lo baca mulu, mata lo nggak buta?”

“Ck! Apa-apaan sih, lo! Balikin sini buku gue,” decak Agatha kesal.

“Nih, nasi goreng lo!” ujarnya tanpa memberikan buku itu kepada Agatha.

Agatha diam, lalu matanya sedikit memicing dan menatap nasi goreng dan Algi secara bergantian. “Nggak lo racuni, 'kan?”

“Ada angin apa lo bawain nasi goreng gue?” ujarnya lalu melahap nasi goreng tersebut.

“Nggak ada, BTW nasi goreng lo tadi dah gue makan sedikit.”

Agatha menghentikan kunyahannya, tubuhnya mendadak tegap dan matanya melebar sempurna. Algi yang melihat perubahan ekspresi gadis itu ia mundur, lalu berlari meninggalkan Agatha yang menjerit sebal.

“ALGIIIIII!!!!!!!!!” pekik Agatha.

Dari kejauhan Algi hanya bisa menahan tawanya. Ia senang menjahili gadis itu, karena candu baginya. Ada kebahagiaan tersendiri saat menjahili gadis itu.






 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kita Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang